Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Intermission

Setelah upaya pengejaran Klootzak terjadi warga berusaha mencari mayat Klootzak dihulu dan hilir sungai, namun tidak ditemukan. Banyak warga berasumsi bahwa mayat Klootzak  sudah dimakan buaya penunggu lubuk larangan, mengingat banyak mitos dan rumor yang beredar dan sudah menjadi urban legend Dusun Tengah bahwa muara dari sungai Batanghari yang sering disebut lubuk larangan itu dijaga oleh seekor siluman buaya putih. Sehingga tidak menutup kemungkinan Klootzak menjadi santapan lezat buaya putih tersebut. Hari demi hari dilakukan pencarian jejak, tapi tidak membuahkan hasil apapun hingga akhirnya mereka sepakat menghentikan misi pencarian.

Kasus pembunuhan para gadis remaja dengan cepat menyebar dan menjadi topik hangat untuk diperbincangkan baik oleh warga setempat maupun warga luar termasuk kompeni-kompeni belanda yang ada dijambi. Kasus ini dikenal dengan nama “Moord Op Vrouwen” yang dalam bahasa belanda berarti kasus Pembunuhan Pada Perempuan.

Desa Dusun Tengah menjadi ramai dikunjungi, banyak penduduk dari luar jambi datang untuk melihat langsung potongan Tangan kiri Klootzak yang sengaja diawetkan dan disimpan dirumah kepala adat datuk Meringgi ayah dari Nisya sebagai bukti kekejaman penjahat kelamin pada masa itu.

Kondisi Ani yang menjadi korban terakhir Klootzak sudah mulai membaik. Luka-luka ditubuhnya sudah mulai kembali pulih. Sepertinya bukan luka fisik yang menyiksanya melainkan  luka batin. Selepas bertarung dengan Klootzak, Ani yang biasanya ceria mendadak jadi pendiam. Tidak banyak bicara, ia hanya duduk didepan jendela kamarnya menatap langit berhari hari tanpa berbicara pada siapapun. Badan semakin kurus, mata mulai cekung, bibir pucat. Menyedihkan bagi mata siapapun yang memandangnya.

***

Semenjak menghilangnya jejak Klootzak sebulan yang lalu, warga akhirnya bisa bernapas lega. Keadaan desa kembali normal. Tidak ada lagi mimpi buruk ketika pagi menjelang, tidak ada lagi penemuan mayat didalam karung dan tidak ada lagi istilah desa kematian ketika matahari terbenam.

Riri sepertinya sudah terhanyut didalam drama killer desa didimensi ini, tanpa sadar ia sudah sebulan lebih melakukan Astral Projection. Tidak ada petunjuk baru dari datuk Suryadi, tidak ada petunjuk bagaimana cara agar ia bisa kembali dan tidak tau pula apa yang terjadi pada raganya setelah jiwanya terpisah jauh. Riri hanya bisa pasrah dan menikmati setiap detik yang dilakukannya disana.

“Di, bang Pirdaus kemana ya. Sepertinya sudah beberapa hari ini ia tidak berjualan somay diperempatan,” Tanya Nisya kepada Diana yang tanpa sengaja lewat didepan Riri.

“Eh iya ya, gara-gara kita terlalu fokus dengan kasus Moord Op Vrouwen tanpa sadar hampir sebulan kita tidak mampir ke warung bang Pirdaus,” Diana ikut menimpali keheranan Nisya. Mereka teus berjalan berlalu meninggalkan Riri.

Riri yang mendengar percakapan mereka menyadari sesuatu, entah kebetulan atau betul ada kaitannya disaat jejak Klootzak menghilang Pirdaus juga ikut mneghilang. Pirdaus yang biasanya mengkal diperempatan dengan gerobaknya menjual Somay tiba-tiba tutup tanpa ada seorangpun yang tau kemana perginya. Riri kembali teringat akan kecurigaannya tempo dulu terhadap Pirdaus. Kain hitam serupa jubah yang dikenakan Klootzak,  perawakan yang hampir sam percis. Tinggi badan, luas bidang dada hingga rambut yang ikal menggemashkan amat sangat mirip dengan perawakan Klootzak saat malam pembunuhan Ana. Pikiran Riri kembali merayau tak karuan.

“Ah sudahlah, toh juga aku hanya penonton disini,” Riri bergumam menepis berdebatan yang terjadi dpikirannya.

***

Cakrawala mulai menunjukkan warna jingga, angin bertiup kencang pertanda akan segera turun hujan. Warga masih santai duduk didepan rumah sambil menikmati senja, ada yang ditemani secangkir jahe hangat, bersenda gurau, mendengar siaran radio dan ada pula yang masih sibuk diladang. Terlihat senyum kebebasan di wajah para penduduk.

Langit perlahan mulai menumpahkan airnya, rintik-rintik alay air hujan mulai menjamahi permukaan bumi. Hujan yang seolah pertanda rindu tanah kering akan kedahagaan menumpah dengan deras seketika. Angin semakin kencang menggugurkan dedaunan dengan diikuti suara gemuruh yang memekakkan telinga. Penduduk desa bergegas beranjak masuk, menghindari dingin yang menusuk sampai ke tulang.

“Aduh hujan makin lebat, bagaimana cara aku pulang Diana. Datuk pasti khawatir jika aku pulang terlalu malam,” Keluh Nisya kepada Diana. Nisya yang saat ini berada dirumah Diana kebingungan untuk kembali kerumah, diluar hujan begitu deras hingga tidak memungkin untuknya pulang.

“Tenanglah Nisya, tunggu saja sebentar lagi. Malam ado terangnyo, hujanpun pasti ado radanyo,” Kata Diana sambil tersenyum menenangkan Nisya. Nisya mengiyakan saran dari Diana dan menunggu hingga hujan reda.

Malam semakin larut, akhirnya hujan mulai mereda. Nisya segera pamit pulang kepada Diana. Meski Diana menyarankan Nisya untuk menginap saja mengingat malam yang semakin malam, tapi Nisya menolak dan tetap ingin pulang khawatir jika datuk mencarinya.

Diluar masih rintik-rintik, Nisya melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Diana. Perdesaan sudah mulai sepi, sebagian warga sudah terlelap dalam mimpi masing-masing. Nisya berjalanan menyusuri jalanan tanah yang agak becek akibat sisa genangan hujan menuju kerumahnya. Saat dalam perjalanan, Nisya mendengar ada langkah kaki dibelakangnya. Dengan cepat ia menoleh, dan tenyata tidak ada apa-apa disana. Ahh mungkin itu hanya hewan malam yang melintas, begitu pikirnya.
Nisya kembali melanjutkan perjalanan. Dan tiba-tiba dari arah belakang.

Teppp... sebuah pukulan keras menghantam tengkuk Nisya, matanya mulai memburam kelam dan berputar-putar. Dalam setengah sadar Nisya melihat seseorang berjalan mendekat kearahnya, sebelum tau siapa orangnya Nisya sudah pingsan terkulai lemah ditanah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro