Epilog
Riri berdiri disebelah makam Ilham dan menarik nafas lega, akhirnya semua ini berakhir dengan baik meskipun banyak nyawa yang harus terkorbankan.
Tidak terasa sudah hampir 6 bulan Riri berkelana didalam ruang dan waktu yang berbeda, ini akan menjadi pengalaman tidak terlupakan olenya. Riri menatap langit-langit, seolah tidak percaya atas yang dialaminya.
“Terimakasih Ilham.” Kata Riri sambil mengusap batu nisan Ilham. Ia kembali menarik nafas panjang dan menutup matanya. Tiba-tiba, tubuhnya tercabik-cabik dan terseret kedalam ruangan putih yang tidak berujung hingga akhirnya samar-samar ia mendengar orang memanggilnya.
“Kak. kak.. kakak tidak apa-apa ?” kata suara itu dan terasa bahunya ditepuk-tepuk.
Riri membuka mata, saat matanya terbuka ia kembali berada disebuah jembatan. Ya dia mengenalinya, jembatan gentala Arasy tempat pertama kali ia bertemu dengan datuk Suryadi. Riri kembali keraganya seperti semula.
Riri segera meraih ponsel ditas ransel miliknya, ia terkejut saat melihat waktu dan tanggal yang terlihat dilayar ponselnya. Hampir 6 bulan ia terjebak didimensi berbeda, tapi disini masih tanggal yang sama dan waktu yang sama ketika dia menghampiri datuk Suryadi, tahun 2016, hanya berlalu beberapa menit saja. Aneh pikirnya.
“kakak tidak apa-apa ?” Kembali suara itu membuyarkan lamunan Riri.
“Eh iya, saya tidak apa-apa.” Jawab Riri kaku dan menoleh kesamping melihat seorang laki-laki berdiri didekatnya, matanya melihat sekeliling mencari-cari sesuatu. Dia mencari keberadaan datuk Suryadi yang seharusnya berada didepannya namun kini ia tidak melihatnya.
“Maaf bang, apa abang melihat kakek yang tadi berada didepan saya ?” Tanya Riri.
“Saya tidak melihat ada siapapun bersama kakak, dari tadi kakak hanya terdiam dan berbicara sendiri. Makanya saya bertanya apa kakak baik ?” Dia kembali bertanya meyakinkan.
“Iya saya baik-baik saja.” Riri menjawab singkat dan berdiri dari tempat duduknya.
Saat Riri berjalan meninggalkan tempatnya, tiba-tiba dia mendengar sebuah bisikan ditelinganya.
“Terimakasih Riri.” Kata suara itu, Riri kaget tapi dia mengenali suara tersebut. Ya suara datuk Suryadi.
Riri mempercepat langkahnya kembali kekosan karena malam semakin larut.
***
Setahun setelah kejadian berlalu, rupanya Riri belum bisa melupakan petualangannya di Dusun Tengah, melupakan senyum manis Ilham sebelum kepergiannya dan semua kenangan selama 6 bulan ia berada disana.
Riri kembali mendatangi Gentala Arasy pada senja hari yang indah, ia menatap sungai Batanghari dan masih tidak percaya bahwa sunga ini pernah menjadi saksi kisah kelam seseorang. Riri berjalan menyusuri jembatan dengan wajah yang menunduk sambil bermain ponsel. Tiba-tiba.
Bukk.. Riri menabrak seseorang.
“Maaf, maaf saya tidak sengaja.” Kata Riri sambil mengambil Hp yang terjatuh ketika menabrak.
Riri terkejut saat melihat siapa yang ditabraknya.
“Ilham .?” Ujar Riri tidak percaya saat melihat seorang laki-laki yang gagah berdiri dihadapannya.
“Selamat bertemu kembali Riri, aku sudah lama menunggumu disini. Tapi sepertinya semenjak kejadian itu setahun yang lalu, kamu tidak pernah kesini lagi.” Sapa Ilham dengan tersenyum.
Riri masih terpaku diam tidak percaya melihat Ilham berada dihadapannya, bukannya Ilham sudah mati dan mengapa ia ada disini. Riri masih bingung.
“Aku tau kamu masih bingung, aku akan menjawab dan menceritakan semuanya pada mu Riri.” Kata Ilham saat menangkap wajah Riri yang penuh kebingungan.
“Harus.” Jawab Riri singkat.
“Baiklah, kita duduk dulu disini dan dengarkan ceritaku.”
“Aku sebenarnya bukan berasal dari tahun 1910, aku lahir tahun 1987. Saat usiaku 25 tahun, aku berkunjug ke desa Ibuku di Batanghari. Itulah kali pertama aku bertemu dengan kolonel Choer atau datuk Siryadi yang kau kenal. Hampir sama sepertimu, aku dikirimnya kelorong waktu dimana kejadian Klootzak baru dimulai. Awalnya aku juga hanya sebagai penonton tanpa ada yang bisa mendengar dan mengetahui keberadaanku, kasus Klootzak berakhir begitu saja tanpa terungkap. Akhirnya aku ditarik balik oleh kolonel Choer keragaku.” Ilham diam sejenak.
“Lalu ia meminta tolong kepadaku untuk menyelesaikan kasus itu ia sangat menyesal atas apa yang telah diperbuatnya, aku masih bingung dengan permintaannya karena kehadiranku saja tidak diketahui oleh orang-orang, lantas bagaimana aku bisa ikut terlibat didalam kasus tersebut, lalu Kolonel Choer menjelaskan bahwa sebenarnya aku sudah mempunyai kemampuan lebih sejak lahir sama sepertimu. Yah, menembus dimensi lain. Kolonel hanya membantu kepekaanku dan mengirimku kedesa itu.” Ilham terdiam lagi seolah mengatur kembali kata-kata yang akan diucapkannya. Riri menyimak dengan teliti setiap cerita Ilham.
“Aku menatap mata kolonel Choer dengan lamat, terlihat jelas bahwa ia ingin mengubah masalalu hingga membuatnya berkelana mencari orang yang mampu melakukannya. Melihat kolonel yang bersungguh-sungguh, aku pun bersedia membantunya. Dengan bantuan darinya, Aku mempelajari lagi kekuatanku hingga membuatku siap untuk kembali kesana. Benar saja, orang-orang dapat melihatku sebagai manusia biasa.” Jelas Ilham yang kemudian menatap Riri.
“Lalu menurutmu, kenapa datuk Suryadi juga mengirimku jika sudah ada kamu yang bisa menyelesaikannya ?” Tanya Riri
“Ya karena awalnya aku gagal dalam misi itu dan terbunuh oleh Klootzak. Saat aku mati, aku akan kembali dengan sendirinya menembus ruang dan waktu kembali kemasa dimana aku berasal. Seperti saat terakhir aku mati didepanmu dan kamu menangis histeris melepas kepergianku.” Ilham menjawab pertanyaan Riri dengan tersenyum.
“Pada misiku yang ketiga ketika kamu disana, aku berhasil mengungkapkan Klootzak dan menghukumnya. Mungkin kolonel Choer mengira bahwa aku akan gagal lagi, hingga ia mengirimmu untuk membantuku.” Tambah Ilham.
Semua cerita Ilham sudah menjawab semua yang selalu menjadi pertanyaan Riri selama ini, ketika melakukan Astral Projection biasanya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang sudah memiliki bakat alami sejak lahir. Seperti Riri dan Ilham.
“Terimaksih Ilham, saat sebelum kepergianmu dulu kamu masih sempat memberitahuku cara untuk kembali hingga aku berada disini sekarang.” Kata Riri yang membalas tatapan Ilham.
“Jadi kamu masih bisa mendengar telepatiku saat itu ? padahal nyawaku sudah diambang batas lo.” Tanya Ilham kepada Riri.
“Ya aku dengar dan aku masih ingat semua perkataanmu. Sebelum kamu mengucapkan kata maaf, kamu bilang bahwa aku bisa kembali keragaku tanpa melalui bantuan orang lain. Tutup matamu, berkonsentrasilah bayangkan keberadaan ragamu saat itu. Begitukan katamu.” Riri menjelaskan pertanyaan Ilham dengan senyuman.
Ilham tersenyum menatap mata Riri, akhirnya ia bisa menyelesaikan misi yang selama ini menjadi beban pikirannya. Semoga kolonel Choer bisa tenang sekarang.
TAMAT
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro