Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Benang Biru

Matahari sudah mulai meninggi, semua peserta rapat sudah kembali berkumpul didalam rumah Kajangleko dengan membawa buku-buku dan catatan yang akan menjadi pembahasan didalam rapat nanti.

“Mana informasi yang telah aku minta ?” Tanya Ilham tanpa basa basi.

Semua peserta yang mempunyai informasi yang dibutuhkan berjalan kedepan menyerahkan kepada Ilham. Suasana hening, semua peserta terdiam diatas tempat duduk dari yang terbuat dari kayu pualam memanjang ketika melihat Ilham membaca dan memeriksa semua informasi yang ada.

“Jadi, awal kasus ini 3 bulan yang lalu dengan korban pertama bernama Airin berusia 18 tahun, ditemukan dalam kondisi tanpa busana, tangan dan kaki terikat menggunakan rotan, tanpa bola mata, mememar-memar pada bagian leher, dada dan organ vital yang terparah,” Ilham membaca ulang informasi yang berada ditangannya.

“Semua korban bukan hanya dari Dusun Tengah Batanghari ini, tapi beberapa desa-desa tetangga lainnya. Jumlah korban keseluruhan 15 orang, 3 dari Jambi Pusat, 3 dari desa ini Batanghari, 3 Desa Bangko, 3 Desa Sarolangun. Korban rata-rata gadis muda yang masih perawan berumur 18-22 tahun,” Ilham kembali melanjutkan.

“Semua yang menjadi korban dibunuh dengan kondisi yang sama dan dibuang ditempat yang sama, kecuali korban terakhir Nisya. Bola mata utuh, namun tubuh dipotong menjadi 5 potongan serta bagian perut belobang menyerupai bentuk segitiga,”

“Kalau dilihat-lihat, semua kasus pembunuhan ini mempunyai pola yang sama dan cara yang sama. Kemungkinan besar pelakunya juga sama, selain ini apa ada informasi yang lain ?” Tanya Ilham kepada seluruh peserta.

Semua peserta diam, hanya mengangguk tanda bahwa hanya itu informasi yang diperoleh. Ditengah keheningan, seseorang yang duduk diposisi belakang mengangkat tangan hingga semua mata tertuju kepadanya.

“Maaf tuan, dari informasi yang saya peroleh dari Ani. Satu-satunya korban yang selamat dari Klootzak. Ia memberi tau ciri-ciri dari Klootzak, seorang laki-laki dengan tinggi sekitar 170 cm, memakai Jubah bewarna hitam dan topeng tengkorak. Dan terakhir, kami menemukan Nisya disebuah pondok didalam hutan arah Utara sungai Bantanghari” Tambah seorang warga.
Ilham diam sejenak berpikir dan menyimpulkan semuanya. Hingga iya menentukan langkah awal misi yang akan mereka lakukan.

“Untuk langkah awal, aku ingin nanti malam kita mengawasi podok Klootzak yang berada didalam hutan. Ada kemungkinan ia akan kembali, karena aku yakin bahwa tempat itulah yang selama ini menjadi tempatnya beroperasi,” Ilham menjelaskan.

Rapat berjalan lancar, semua Benang Biru yang kemungkinan berkaitan dengan kasus mulai ditarik. Setelah bebrapa jam, Ilham membubarkan rapat. Ia membutuhkan waktu sendiri untuk mempelajari kasus Moord Op Vrouwen ini lebih dalam lagi.

Peserta rapat sudah meninggalkan ruangan. Situasi yang tadi ramai dengan perdebatan dan diskusi kembali hening. Ilham masih didalam ruangan membaca ulang berkas yang ada dihadapannya. Namun tiba-tiba,

“Hentikan tatapan matamu itu, berhentilah menatapku,” Ilham berbicara dengan suara keras dengan tatapan masih melirik kebuku.

“Aku tau kau berada disana sejak tadi dan memperhatikanku dari belakang,” Tiba-tiba Ilham berdiri menghempaskan buku-buku berjalan Lurus kesusunan bangku yang berada didepannya.

Riri yang sejak tadi berada didalam ruangan bingung dan melirik kekiri kekanan, kedepan kebelakang. Tidak ada yang dapat ditangkap oleh retina matanya. Kepada siapa Ilham berbicara, apa maksud pembicaraannya. Apakah ada orang yang memata-matainya dari tadi. Entahlah.

Kaki Ilham berhenti tepat didepat tempat Riri duduk. Deretan kursi paling belakang dari susunan bangku peserta Rapat. Sontak jantung Riri berderap kencang ketika matanya dan mata Ilham saling bertatapan. Ia semakin bingung dan ia sungguh yakin bahwa Ilham sedang menatapnya.

“Apa.. apa kamu bisa melihatku ?” Riri bertanya sambil menggoyang goyangkan tanggannya tepat didepan mata Ilham. Memastikan bahwa Ilham benar-benar dapat melihatnya.

“Hentikan kubilang!” Ilham berbicara sambil menangkap tangan Riri yang masih digoyang-goyangkan tepat didepan matanya.

Riri terdiam mematung, hampir tiga bulan ia berada didesa tersebut tidak ada yang bisa menatap, mendengar, apa lagi menyentuhnya.  Lalu kenapa tiba-tiba bisa begini, siapa Ilham sebenarnya, apakah ia bisa melihat jiwaku yang tidak kasat mata ini. Batin Riri terus berkecamuk dan semakin membuat jantung berdebar kencang tidak menentu.

“Siapa kamu ? kenapa kamu bisa melihatku ? dan aaa..apa ini, kamu juga menyentuhku,” Riri menarik tangannya dan semakin bergetar ketika wajahnya dan wajah Ilham begitu dekat.

Tanpa ekspresi, Ilham melepaskan tangan Riri dari pegangannya sambil menatap Riri lekat-lekat. Hal itu membuat Riri salah tingkah.

“Ulah dia lagi ternyata,” Gumam Ilham sambil berjalan meninggalkan Riri dan kembali duduk ditempatnya semula.
Riri semakin bingung dengan ucapan Ilham, “Ulah dia” apa maksud dari ucapannya itu. Apakah dia mengetahui sesuatu tentang datuk Yadi, ataukah dia manusia yang jenius yang bisa melihat menembus mahkluk-makhluk astral. Atau apakah dia juga sebenarnya makhluk astral yang sejenis ?

Riri berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju Ilham dengan melemparkan semua pertanyaan yang ada dibenaknya. Tapi Ilham tidak menghiraukan sama sekali, ia seolah tidak mendengar ocehan Riri sedikit pun dan tetap fokus terhadap buku-buku yang dibacanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro