Benang Biru
“Hariko sangajo kito gagaloa bakumpua niniak mamak tuo tanganai didumah Kajangleko ko untuk mancari kato mufakat dan penyolosaian dari masalah yang kito adok kini ko,” (Hari ini sengaja kita semua berkumpul ninik mamak dirumah Kajangleko ini untuk mencari kata mufakat dan penyelesaian dari masalah yang kita hadapi saat ini) datuk Meringgi memulai percakapan dalam rapat pemimpin daerah.
Kasus Moord Op Vrouwen yang kembali menguap kepermukaan pasca ditemukannya mayat Nisya satu minggu yang lalu hingga menciptakan keresahan yang berlipat. Korban kembali berjatuhan tidak terkendali, sungai kembali bewarna merwah darah akibat setiap pagi karung goni ditemukkan menyangkut dipinggir sungai. Kesedihan yang berlarut tidak akan menyelesaikan masalah yang kian berkemelut hanya akan memperkusut situasi yang cukup membuat kening berkerut. Atas desakkan warga, datuk Meringgi akhirnya mengumpulkan pemimpin dari setiap daerah yang ada d Jambi, mulai dari kepala adat, pesirah dan kepala dusun. Semua dikumpulkan dirumah Kajangleko, rumah adat Jambi yang biasa digunakan untuk rapat desa.
“Macam mano yang kito la sasamo tau, Klootzak semakin bapangai indak bisa lagi di nyapkan. Makonyo harus copek kito cari caro macam mano manangko Klootzat tu ha,” (Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui , Klootzak semakin berulah dan tidak bisa didiamkan lagi. Makanya harus cepat kita cara cara bagaimana mengangkap Klootzak itu,” Datuk Meringgi kembali membuka suara.
“Tapi bagaimana caranya datuk, sudah hampir 3 bulan sejak kasus Moord Op Vrouwen ini terjadi tidak ada petunjuk yang mengarah kepada pelaku,” Kata seorang tamu yang hadir dalam bahasa Jambi yang sudah malas saya translatekan.
“Tidak usah khawatir, saya sudah menemukan orang yang tepat untuk membantu memecahkan kasus ini. Dia bernama ..,” Belum sampai pembicaraan yang akan disampaikan datuk Meringgi, tiba-tiba dari arah pintu.
Tok tok tok!
Suara pintu diketuk dari luar, ketika pintu dibuka masuk seorang pemuda berbadan tegap, berkulit hitam manis menenteng subuah tas ditanggannya.
“Maaf saya terlambat datuk,” Kata seseorang tersebut sambil melangkah menuju posisi datuk Meringgi didepan ruangan. Ia berdiri tepat disebelah datuk Meringgi menghadap kepada seluruh peserta rapat yang ada diruangan.
Riri yang sudah mengikuti rapat pertemuan dari pertama dimulai dibuat termangu oleh lelaki yang baru saja hadir didalam ruangan. Ia yang selama ini sudah menjadi penonton setia kasus Klootzak sepertinya sudah mulai terbiasa akan situasi dan kondisi yang ada disana meski terkadang ia masih sedikit gemetar saat melihat hal yang tidak wajar seperti musibah yang menimpa Nisya berapa waktu lalu. Riri melihat semua perlakuan bejad Klootzak tepat didepan matanya. Ia juga sudah mengetahui siapa orang dibalik topeng tengkorak dan jubah hitam yang biasa disebut Klootzak tersebut ketika Klootzak melepaskan topeng tengkoraknya sesaat sebelum mengakhiri hidup Nisya pada malam itu ditengah kesunyian malam. Sungguh sesuatu yang tidak pernah diduga olehnya, seseorang yang dicari-cari dan menjadi buronan warga ternyata adalah orang sangat dekat dengan mereka. Dunia ini benar-benar semakin kejam saja candaannya.
“Perkenalkan, ini Ilham. Pierre Ilham Tendean. Ia seorang pemuda asal tanah kerinci yang pernah ikut pendidikan kemeliteran dengan tentara belanda, dialah yang akan membantu kita dalam menyelesaikan misi ini,” Datuk Meringgi memperkenalkan Ilham kepada seluruh peserta rapat.
“Pierre Ilham Tendean, nama yang bagus,” Gumam Riri sambil tersenyum menatap Ilham dari kejauhan.
Rapat langsung diserahkan ke Ilham untuk diambil alih. Ilham sepertinya sudah terbiasa menangani kasus yang abstrak tanpa petenjuk seperti ini, wajahnya yang dingin tetap tenang. Sejak awal pertemuan, tidak ada satu senyumpun terukir diwajahnya, tampan tanpa ekspresi sedikitpun.
“Selamat siang semuanya, kalian bisa memanggil saya Ilham. Mulai hari ini kita akan mula bekerja sama mencari Benang Biru dari masalah ini,” Ucap Ilham membuka suara perkenalan.
“Maaf tuan, bukankah itu disebut Benang merah bukan benang biru seperti yang tuan ucap barusan. Ataukah ada pengertian baru dari istilah tersebut,” Tanya peserta rapat yang sedikit keheranan.
“Tidak, artinya sama saja. Saya lebih suka warna biru ketimbang merah, jadi kita menyebutnya benang biru saja,” Jawab Ilham dengan wajah datar tanpa bersalah.
Semua peserta yang hadir bingung serta menahan ketawa, tapi urung karena melihat tatapan Ilham yang tajam dan serius tanpa bercanda.
Selang beberapa menit, Ilham selesai menyampaikan strategi yang akan mereka lakukan dalam upayan pemburuan Klootzak.
“Saya harap dipertemuan kita selanjutnya besok semua data-data dan informasi yang saya butuhkan sudah harus ada, agar kasus ini segera dipecahkan tanpa membuang-buang waktu,” Pungkas Ilham dengan wajah datar sebelum mengakhiri pertemuan hari ini. Besok mereka akan rapat kembali dengan membawa semua catatan yang menjadi benang biru kasus Klootzak.
Semua warga bubar dan mulai berpencar mencari segala informasi yang dapat dijadikan petunjuk pembongkaran identitas Klootzak. Bukan saatnya lagi menghindar dengan menutup pintu rumah rapat-rapat dan membiarkan masalah ini berlarut dan makin membesar. Perubahan akan terjadi jika kita berusaha untuk mengubahnya. Semangat warga bangkit kembali, menyingkirkan semua rasa ketakutan dan kebanaran harus diungkapkan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro