Bab Dua Puluh Satu
Senin
"Yah, saya hanya bertanya. Bagaimana jika lonceng itu mengeluarkan potongan tubuh seseorang? Jika memang begitu, maka lonceng di depan Ruang BK benar-benar keramat, kan? Sampai-sampai tidak boleh ada yang menyentuhnya," ucap Shena.
"Anda pikir lonceng itu apa?" tanya Rick.
"Mesin penggiling?"
"SHENA!"
Sekarang bukan hanya Rick yang berteriak, tetapi seluruh anggota OSIS berteriak.
"Memangnya kenapa? Kalian tahu bagaimana bekerjanya mesin penggiling kan?" tanya Shena.
"Sudahlah, ayo kembali ke topik," ucap Rick.
"Topik kita, kan, memang lonceng," jawab Shena.
Mereka semua sibuk mendebatkan hal yang sama sekali tidak penting. Tetapi, di antara semua itu, Jenna Sang Ketua OSIS hanya memainkan ponselnya.
"Hei, Jenna, matikan ponselnya. Meski rapat ini bukan lu yang buat, lu harus menghargainya," ucap Rama.
"Hei, Rama. Kita masih di dalam rapat. Berbicaralah dengan bahasa formal," jawab Rick.
"Yang berbicara non-formal duluan siapa?" Rama meng-skak Rick.
"Iya, iya," jawab Rick pasrah.
"Hoi!" teriak Shena sambil memukul kencang meja yang ada di depannya.
Seluruh anggota pun menoleh ke arah Shena dengan tatapan bingung.
"Sudah! Kita selesaikan saja rapat ini!" teriak Shena. "Pada lapar, kan? Kuy cari makan!"
***
"Persetan dengan larangan. Mari kita bicarakan lonceng itu di sini saja," ucap Rick setelah memesan makanan.
"Betul. Di sini udaranya lebih segar dan pemandangannya lebih nyaman," jawab Rama.
"Udara segar apanya? Bilang aja kalo elu mau ngadem di depan AC," sahut Rick.
"Jadi?" tanya Dion tiba-tiba.
"Apa?" tanya Shena.
"Mau nonton saksi ketiga di sini?" tanya Dion.
"Nggak, lah. Kita makan-makan dulu aja sambil bahas dikit tentang lonceng," jawab Rick lalu tidak lama kemudian mengalihkan arah pandangannya kepada Shena. "Dan elo, jangan sebut mesin penggiling lagi. Kalo lo sebut, lu yang bayarin semua pesanan kita!"
"Ga masalah. Pada pesan mie doang kan?" tanya Shena.
"Nggak," jawab Rick cepat. "Gue beli banyak makanan buat dibawa pulang. Kasian sebelas saudara kandung gue kelaparan."
"Sebelas?"
"Iya."
"Oke!" jawab Shena lalu menutup mulutnya rapat-rapat.
"Padahal gue anak tunggal," bisik Rick kepada Rama yang langsung tertawa.
Makanan mereka pun diantar ke meja. Meski hanya makan mie, mereka menikmati waktu tersebut. Karena saat makan bersama itu bukan makanannya yang penting. Tetapi dengan siapa kita makan bersama.
Setelah diselimuti suara sumpit cukup lama, Shena pun sadar akan sesuatu—Jenna hanya memesan jus. Sekarang pun ia hanya memainkan ponselnya.
Ah, benar-benar tidak menghargai waktu bersama, batin Shena.
Shena pun mengabaikan Jenna sampai perempuan itu tertawa kecil. Sepertinya hanya Shena yang menyadari tingkahnya.
"Jenna," panggil Shena.
"Hm?" tanya Jenna—masih memainkan ponselnya.
"Jangan bermain ponsel terus!" ucap Shena setengah berteriak. "Waktu rapat, lu main ponsel. Sekarang bermain lagi. Sebenarnya siapa ketuanya di sini?"
"Nah," kata Jenna. "Siapa ketuanya di sini? Kenapa elu yang ngatur?"
"Rick," bisik Rama.
"Oi?"
"Kok gue deja vu, ya?"
"Sama."
"Jangan-jangan kita jodoh."
"Amit-amit."
Shena pun terlihat sedikit berang. Tetapi, ia segera meminum es teh untuk meredakan amarahnya. Dia memang bukan tipe orang yang selalu ingin menang.
Mengapa aku dan Jenna bisa ribut karena sebuah ponsel? Atau ... ponsel itu memang memiliki pengaruh besar bagi Jenna? Sebesar apakah pengaruhnya? batin Shena.
"Gue gak jadi deja vu," bisik Rama kepada Rick.
"Iya, sama."
"Untung emosi Shena tidak mudah meledak seperti ..."
"Ah, sudahlah."
Suara sumpit pun mengisi keheningan mereka lagi. Memang tidak sopan jika makan sambil bicara. Selain bisa tersedak, terkadang butiran cabai terlihat terselip di gigi.
Setelah mereka menghabiskan makanan, mereka menumpukan seluruh piring di tengah-tengah meja. Mereka pun mulai mencari topik pembicaraan sambil sesekali meneguk minuman masing-masing.
"Gue penasaran dengan lonceng itu," ucap Shena memulai pembicaraan.
"Kenapa?" tanya Dion yang mulai tertarik dengan arah pembicaraan.
"Kenapa kita tidak boleh menyentuhnya? Kenapa juga lonceng itu harus berada di depan Ruang BK?" tanya Shena. "Jika dipikirkan secara logika, murid yang masuk ke Ruang BK pasti murid yang bermasalah, kan? Seharusnya murid itu bisa melampiaskan kekesalannya pada lonceng itu setelah diceramahi."
"Iya juga," jawab Rama. "Kenapa tidak ada yang melakukannya?"
"Jika orang kesal, pasti akan lepas kontrol dan bisa saja menghancurkan seluruh barang di sekitarnya," tambah Rick. "Termasuk lonceng itu."
"Kita bodoh sekali ternyata, ya?" ucap Dion.
"Tidak, Dion. Sepertinya hanya elu yang bodoh," jawab Rick.
"Ah, baiklah. Maaf," jawab Dion.
"Oh! Gue inget sesuatu," kata Shena. "Jenna!"
"Apa?" tanya Jenna malas.
"Lu pernah menyentuh loncengnya, kan?" tanya Shena.
"Hah? Siapa yang mengatakannya?" Jenna kembali bertanya.
"Hm? Memangnya masalah dengan siapa yang memberitahukan hal tersebut? Jawab pertanyaan gue," jawab Shena.
"Nggak. Gue nggak pernah."
Shena tersenyum. "Oke."
"Kenapa reaksi lu kayak begitu?" tanya Jenna.
"Tidak apa-apa," jawab Shena. "Tetapi, dari saat ini pun, kita sudah tahu siapa yang sering berbohong."
======
02-12-2017
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro