Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Lucia Geffroy

Monster. Itulah hal pertama yang terlintas dalam benak Oliver saat menyaksikan para penduduk asli bermata merah itu menyerang pasangan dansa mereka masing-masing. Jika seandainya Oliver tahu dari awal bahwa penduduk asli seberbahaya ini, dia takkan membiarkan Violetta pergi ke tempat seperti neraka itu.

Si perempuan bermata merah masih menahannya. Oliver tidak menduga seorang perempuan sepertinya sangat kuat untuk menahannya. Mendadak, Oliver berhenti memberontak dan mematung di tempat. Dadanya terasa panas dipenuhi oleh amarah. Dia menyaksikan hal yang paling tidak ingin dilihatnya. Violetta digigit oleh pasangan dansanya tanpa bisa menyelamatkan diri. Violetta tampak semakin tidak berdaya dan wajahnya memucat. Oliver ingin sekali membunuh partner dansa Violetta di tempat, tetapi dia tahu diri karena tidak punya kutukan. Pada saat itu juga, Oliver membenci dirinya yang sama sekali tidak punya kutukan untuk menyelamatkan orang yang disukainya.

Si perempuan bermata merah itu tidak lagi menahan Oliver, ia langsung menyeret Oliver ke luar ruang dansa itu tanpa aba-aba. Pintu yang awalnya terkunci sudah terbuka dan kini dipenuhi lautan manusia yang berusaha menyelamatkan diri dari para monster bermata merah. Kekacauan pada saat itu membuat Oliver teringat saat dirinya sendirian menyelamatkan diri tanpa tahu arah saat perang berlangsung. Oliver baru tersadar saat mereka sudah berhenti melangkah.

Oliver mengedarkan pandangan, hanya ada dirinya dan si perempuan bermata merah. Tempat mereka berdiri sekarang benar-benar sepi seolah tidak ada kehidupan sejak awal di sana. Dalam hati Oliver bertanya-tanya, ke mana si perempuan bermata merah itu membawanya?

Saat Oliver hendak berbicara, si perempuan bermata merah mengangkat tangan. “Biarkan aku yang berbicara dulu.”

Oliver mengernyitkan alis, masih tidak paham dengan sosok di depannya. Apakah dia musuh atau bukan?

Si perempuan bermata merah itu melepas topengnya, memperlihatkan mata merahnya lebih jelas. “Izinkan aku perkenalkan diri lebih dulu. Namaku Lucia Geffroy. Aku tahu kau pasti punya banyak pertanyaan untukku. Silakan tanya, aku akan menjawabnya dengan jujur, asalkan aku memang tahu jawabannya.” Lucia masih terlihat tenang di situasi yang kacau ini.

Pertanyan pertama yang dilontarkan Oliver adalah, “Kenapa kau berusaha menghentikan aku menyelamatkan Violetta? Jika kau membantuku sekarang, berarti kau bisa membantunya juga, kan? Tergantung jawabanmu yang ini, aku akan memercayaimu.” Oliver memang bisa semudah itu mengucapkan ‘memercayaimu’ karena hanya itu satu-satunya jalan untuk mendapatkan monster bermata merah berpihak padanya.

Namun, Lucia menggeleng. “Aku berusaha menyelamatkanmu, tahu. Aku sangat mengenali partner dansa Violetta atau lebih tepatnya dia yang memiliki pengaruh besar di sini. Aku sendiri tidak berani melawannya.”

“Apa maksudmu?” tanya Oliver tidak paham.

“Monster yang kau anggap itu adalah vampir. Kami adalah vampir. Dan partner dansa Violetta adalah Pangeran Vampir, Vicente Alderas. Kalau saja tadi aku tidak menghentikanmu, kau akan mati terbunuh olehnya. Tenang saja, Vicente tidak akan membunuh Violetta.”

“Bagaimana kau bisa yakin?” Oliver menyipitkan mata. Namun, untuk satu pertanyaan itu hanya bisa dijawab keheningan. Lalu, Oliver mengganti pertanyaannya. “Lupakan itu. Pertanyaan selanjutnya, kau bilang akan melindungiku, kan, kalau aku mengikutimu? Apa itu berarti bayaran yang sepadan dengan melindungiku?”

Lucia menyeringai sambil menyentuh bibir. “Kau cukup peka, ya. Hanya sekali saja, kok. Nanti aku tidak hanya melindungimu, aku juga akan membantumu dengan cara apa pun. Apa kau ingin kabur dari pulau ini? Atau menyelamatkan Violetta?” Lucia sedikit mencondongkan tubuh, jari-jarinya menelusuri dari dada Oliver hingga tengkuk lehernya. Gigi taringnya diperlihatkan terang-terangan.

“Dua-duanya. Cepat lakukan.” Oliver membuka kancing di kemejanya yang paling teratas hingga memperlihatkan sebagian dadanya.

Tanpa ragu, Lucia menancapkan gigi taringnya di leher Oliver yang terbuka. Oliver menahan rasa sakitnya dengan menggigit bibir. Lucia menghisap darahnya terlalu dalam dan banyak. Jika Oliver tidak menghentikannya sekarang juga, bisa-bisa Oliver terkena anemia. Namun, ia mengurungkan niatnya demi mempertahankan kepercayaan Lucia.

Setelah puas meminum darah Oliver, Lucia menarik diri dari Oliver dan menjilat bibir untuk membersihkan darah yang tersisa di sekitar bibirnya. Merasa lututnya lemas, Oliver berlutut dan  tangannya mencengkeram kemeja bagian depan, berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

“Maaf, apa aku berlebihan?” Lucia membantu Oliver bersandar ke dinding, lalu dia ikut duduk di sebelahnya.

Oliver mengibaskan tangan. “Ini tidak seberapa. Cukup istirahat sebentar, setelah itu aku harus lanjut mencari Violetta.” Perlahan-lahan, napasnya mulai tenang.

“Hei. Apa aku boleh tanya sesuatu?” Setelah Oliver mengangkat dagu, Lucia kembali melanjutkan, “Aku tahu kau tidak punya kutukan. Kau pasti memalsukan berkasmu. Sebenarnya, apa tujuanmu ke Pulau Dartden sampai harus melakukan itu?”

“Apa itu harus kujawab?” tanya Oliver balik.

“Hmm… aku hanya ingin memastikan apa kau akan menjawabnya dengan jujur atau tidak.” Lucia tersenyum penuh rencana. Dia mengetahui sesuatu yang pasti.

Oliver pun menghela napas panjang dan mulai bercerita. Awalnya dia bermaksud mengungkapkan rahasianya ke Violetta terlebih dahulu, tetapi situasinya memaksa harus memberi tahu ke Lucia sebagai orang pertama.

“Kau tahu, meski aku tidak punya kutukan, aku pernah bekerja di MMGTE di bagian kearsipan.” Oliver berhenti sejenak, melihat reaksi Lucia yang wajar.

MMGTE, singkatan dari Magic Military Guard of Tower of Estacia. MMGTE bertugas melindungi Menara Estacia yang menyebabkan para bayi yang terlahir dengan kutukan. Dengan kata lain, MMGTE adalah badan perlindungan para pemilik kutukan. Sangat jarang untuk orang tanpa kutukan bisa menjadi elite MMGTE.

“Kalau pernah, berarti sekarang kau bukan lagi elite MMGTE. Apa kau keluar karena mendapatkan sesuatu saat di kearsipan?” tebak Lucia.

Oliver mengangguk, kantuk mulai menyerangnya. “Pulau yang berisi orang mati hidup lagi, Pulau Dartden. Lebih tepatnya, orang-orang yang mati itu adalah korban perang di Kerajaan Zashos. Itulah yang kudapatkan saat masih di MMGTE.”

Oliver berhenti bicara sejenak, memperhatikan reaksi Lucia. Lucia tampak kebingungan dan melalui tatapan Oliver yang menginginkan jawaban, Lucia berkata, “Oh, aku bukan salah satu dari orang mati itu. Aku asli vampir.”

Oliver menyeringai penuh kemenangan. Dia hanya bercanda. “Aku tahu itu. Kau tidak punya warna rambut khasnya mereka. Kurasa kalau berkata begitu, berarti itu benar, ya.”

Sadar Oliver mulai tidak bisa menahan untuk memejamkan mata, Lucia mencegatnya sebentar dengan menggoyangkan bahunya. “Tunggu, jangan tidur dulu sebelum kau memberitahuku apa yang sedang kau cari di Pulau Dartden.

“Kakak-kakakku. Aku ingin bertemu kakakku setidaknya sekali biarpun mereka bukan lagi manusia.”

“Siapa nama kakakmu? Mungkin aku mengenalnya.” Entah kenapa, Lucia terlihat sangat antusias untuk mengetahui hal itu.

“Antonio dan Arlet.” Meski dalam keadaan mengantuk berat, Oliver bisa mengetahui Lucia mengenal mereka dari wajahnya. Lalu, Oliver menjatuhkan kepalanya ke pundak Lucia. “Bangunkan aku lima belas menit lagi.”

“Ya.” Beberapa detik setelah keheningan berlangsung, Lucia bersuara. “Mereka sudah tidak punya ingatan sebelum mati. Apa kau masih ingin bertemu mereka?”

Oliver belum tertidur lelap. “Tentu saja, aku sudah siap dengan itu. Tapi, aku berharap mereka punya sisa ingatan tentang aku.” Tak lama, keheningan berlangsung kembali.

Oliver mengerjapkan mata begitu terbangun karena seseorang menepuk pipinya. Hal pertama yang dilihatnya adalah Lucia. Oliver pun bangkit duduk tegak dan memegang kepala. Sudah berapa lama dia tidur? Oliver hanya ingat dia merasa mengantuk sekaligus pusing setelah Lucia minum darahnya.

“Kau sudah tidur hampir sejam, itu tidak terlalu lama. Lebih baik sekarang kau bersiap-siap, kita akan pergi ke taman bunga.” Lucia beranjak dari tempatnya.

Oliver pernah ke taman bunga saat sedang mencari Violetta dan Lucia lah yang menyuruhnya ke sana waktu itu. “Kenapa ke taman bunga?”

“Kita tidak bisa berlama-lama di sini dan hanya taman bunga tempat satu-satunya yang aman. Kau bisa menyusun strategi mulai dari sekarang dan aku yang akan melindungimu.” Lucia berbalik ke Oliver seolah teringat sesuatu. “Tadi di sakumu ada yang bergetar.”

Oliver baru ingat dia membawa ponsel saat pesta dansa berlangsung. “Tunggu sebentar.” Ia merogohnya dan terkejut saat melihat beberapa panggilan tidak terjawab dari orang yang sama. Oliver pernah memberitahunya bahwa dia akan pergi ke Pulau Dartden, sepertinya orang itu tahu situasi di Pulau Dartden sedang tidak baik.

‘S.O.S. Ada monster haus darah di sini’. Begitulah pesan yang dikirim Oliver ke orang itu. Lalu, dia bangkit berdiri sambil berkata, “Ayo pergi sekarang.”

Lucia berhati-hati saat membuka pintu. Koridor sepi, tetapi penuh dengan lautan darah dan ada beberapa mayat-mayat tergeletak. Oliver mengikuti setiap langkah yang diambil Lucia. Mereka langsung bersembunyi di balik dinding di tikungan koridor saat mendengar suara. Di balik sana terdapat vampir yang tidak segan-segan menancapkan gigi taringnya ke leher manusia secara brutal. Oliver tidak tahan melihatnya, tetapi dia juga tidak bisa mengalihkan pandangan dari kenyataan yang ada.

Mereka lanjut melangkah setelah vampir itu pergi ke tempat lain. Karena semua pintu menuju taman bunga dikunci, mereka akan lewat jendela. Lucia duluan yang melompat ke luar jendela. Oliver terhenti di ambang jendela, memenungkan sesuatu.

“Lucia, kau berniat ingin membantuku atau tidak? Kenapa kau malah menyuruhku bersembunyi di taman bunga ini?” Oliver sadar bahwa setelah menginjak tanah di luar, ia takkan bisa menyelamatkan Violetta.

Lucia menghela napas panjang, tidak menduga akan ketahuan secepat itu. “Soal Violetta, biar aku saja yang mengurusnya. Aku tidak ingin kau bertemu langsung dengan Vicente. Tanpa bisa berbuat apa-apa, kau akan mati di tempat. Ini caraku untuk melindungimu.”

Oliver menggigit bibir. “Lalu, dengan cara apa kau akan menyelamatkan Violetta? Bagaimana bisa aku tahu kau mengkhianatiku atau tidak?”

Berselisih karena masalah sepele adalah hal yang dibenci Lucia sehingga dia mengalah dan dia memanjat jendela dan masuk kembali. “Katakan, apa rencanamu sekarang?” tanyanya dengan nada jengkel.

“Itu–” Oliver berhenti bicara saat melihat sebuah lambaian tangan dari taman bunga di balik tubuh Lucia. Ia mengenal sosok yang melambaikan tangan. Beryl masih hidup.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro