26
"Bagaimana rasanya jadi pahlawan nomer dua paling hebat di negeri ini?" Tanya [Y/N] memulai wawancara.
"Beberapa tahun terakhir aku merasa marah. Pada diriku sendiri. Karena tak mampu menjadi yang pertama."
Shouto tersenyum sinis, diam-diam, sambil menulis apa yang ayahnya katakan.
"Lalu sekarang?"
Endeavor mengendikkan bahu, "Mempunyai anak tak banyak merubah pola pikirku, sebenarnya, kekasih anak bungsu-ku lah yang mampu membuatku hijrah."
[Y/N] menahan ketawa, tetep muncrat. Mendengar pemilihan kata Endeavor yang sangat catchy yaitu hijrah.
"Gadis ini menyadarkanku bahwa ambisius itu sangat tidak dianjurkan, apalagi oleh dokter kandungan. Karena bisa mempengaruhi janin. Tapi-ya, aku tidak bisa hamil. Jadi lupakan."
Shouto diam tak bersuara, fokus menahan gondok tiga kilo.
"Bahwa kadang, merasa bersyukur itu sangat penting. Menggenggam yang sudah dimiliki itu sangat tidak baik. Melepaskan yang sudah pergi itu harus. Tapi yang paling aku pelajari, adalah bagaimana caranya untuk mempertahankan yang ada, tanpa harus membuatnya merasa terkekang."
Laki-laki paruh baya itu menghela nafas, sementara Shouto menatap bingung dan [Y/N] tersenyum tipis.
"Aku minta maaf pada semua anak-anakku, terutama anak bungsu, kalau mereka harus menghabiskan masa kecilnya dengan penuh tekanan. Sungguh, yang aku inginkan hanya mereka bisa menjadi hebat, bisa melampauiku yang tidak mampu. Aku tidak mau mereka merasakan apa yang aku rasakan, diabaikan."
"Sudah cukup aku kehilangan perasaan istriku, yang tak bisa kembali, jangan terjadi juga pada anak-anakku."
"Nanti kena azab ya om?" Tanya [Y/N] usil.
"Iya," Todoroki Enji pura-pura mengusap bawah mata-nya yang kering. Eh, ada belek.
"Kayak kemarin om nonton dek, Juragan Beras yang kikir mati-nya ketimbun karung bulog yang dua kwintal. Ngeri."
[Y/N] tertawa keras, Shouto menatap tak nyaman.
"Jadi?" Endeavor menatap Shouto terang-terangan.
"Apaan?"
"Dimaafin nggak nih?"
"Adu panco dulu," Kata Shouto seraya melipat lengan kemeja-nya.
[Y/N] ikutan nimbrung, "Pake taruhan dong, biar seru."
Endeavor mencibir, tak lama kemudian ikut melipat lengan kemejanya. "Okelah. Yang kalah pindah agama ya?"
"YA JANGAN DONG."
|•
omake:
Fuyumi yang sudah darisananya expert nguping, tersenyum diam-diam menyadari kehangatan keluarganya yang mulai terjalin kembali. Telepon yang sejak tadi digenggam kini ia remas semakin erat. Yak, bukan tete doang yang bisa diremes sodara-sodara.
"Aku sangat senang mendengarnya," Kata seorang perempuan dari ujung telepon.
"Ibu, sebentar lagi kita bisa berkumpul sebagaimana keluarga pada umumnya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro