11
"Tumben semangat." Kata Hitoshi sarkas, diliriknya [Y/N] yang masih memasang senyum bahkan ketika operasi akan segera dimulai.
"Aku ingin bertemu Kaa-san dulu sebentar, ya?"
Hitoshi mengerjap, kursi roda yang ia dorong berhenti tiba-tiba. "Maksudmu apa?"
[Y/N] mengerutkan dahi, "Ibu Shouto."
Hitoshi mendengus seraya memutar bola mata perlahan, "Kukira siapa."
[Y/N] melempar cengiran, "Habisnya dia memperbolehkanku memanggil ibu. Ya sudah."
"Iya-iya." Hitoshi kembali berjalan mendorong kursi roda yang ditempati adiknya, tersenyum tipis kala mendengar tawa ringan yang keluar dari mulut [Y/N].
Pintu ruangan 315 digeser, senyum [Y/N] yang terpatri sejak pagi hari perlahan memudar.
"Aku sudah menyukaimu dari awal kita menjalani tes praktek bersama." Suara Shouto terasa menggema di telinga [Y/N]. Shouto tersenyum tipis seraya menepuk-nepuk kepala perempuan yang diketahui teman sekelasnya.
"Kalian cocok." Kata Ibu Shouto seraya tersenyum lebar.
Hitoshi menghela nafas.
"Konichiwa." Kata Hitoshi pelan.
Semua atensi beralih pada [Y/N] dan Hitoshi, senyum palsu mulai gadis itu paksakan keluar.
"Konichiwa, Todoroki-san."
"Ara? [F/N]-chan?" Ibu Shouto tersenyum, " 'Kenapa tidak memanggilku dengan panggilan seperti biasa?"
[Y/N] menggaruk tengkuknya pelan, "Rasanya tidak sopan saja.."
"[F/N]?" Shouto berjalan mendekati gadis itu, [Y/N] tiba-tiba menepukan tangannya seraya menunduk. "Ah, maaf aku tidak bisa lama-lama. Jaa~"
[Y/N] membalikan kursi rodanya sendiri, saat Hitoshi berjalan menyusul adiknya yang sudah duluan, seorang gadis di dalam ruangan memanggilnya.
"Hitoshi-kun?"
Sepasang alis dinaikkan tanpa berkata sedikitpun.
"Memangnya [F/N]-san mau kemana? Buru-buru sekali." Tanya Yaoyorozu yang sedari tadi diam.
Hitoshi menghela nafas pelan, "Operasi jantung."
Shouto membulatkan matanya, "A-apa maksudmu-"
"Maksudku kau bodoh. Membiarkan [Y/N] pergi dengan rasa sakit akibat melihat kalian berdua seperti sepasang kekasih."
Shouto menahan nafas, "Tapi sebelumnya [F/N] pernah bilang bahwa dia sembuh total, jadi-"
Hitoshi menghela nafas, "Aku bahkan tidak berharap operasi ini akan berjalan lancar."
Para guru-pun mengakui, Hitoshi adalah salah satu orang paling rasional. Laki-laki itu tidak pernah mementingkan perasaan saat bertindak, lebih ke melihat kemungkinan lalu menyimpulkan keadaan.
Jika orang seperti Hitoshi saja sudah hilang harapan tentang kondisi [F/N], lalu apa alasan yang membuat Shouto yakin [Y/N] akan kembali kepadanya?
Suatu penyesalan muncul di benak Shouto, tentang betapa ragunya kemarin laki-laki itu menyatakan perasaannya pada [Y/N]. Kenapa kemarin aku begitu ragu?
Karena keraguan selalu disusul sebuah penyesalan.
✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌
hayoooooo endingnya happy atau bad atau gantung?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro