Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Naughty Girl [14]

Ternyata penderitaan Oh Ssaem karena patah hati masih berlanjut, gaes dan ini chapter di mana Oh Ssaem bener-bener ancur banget.


Jujur sih, ya. Aing nulisnya sambil menangis juga. Kayak kasian gitu sama Oh Ssaem yang patah hati karena bocah SMA modelan Soonli 🤣


Kalau mau hujat Oh Ssaem silakan. Karena chapter selanjutnya tidak akan bisa lagi 😏😏


Happy reading ~


📍📍📍


"Aku ingin menjadi tutormu lagi."

Penuturan Sehun terdengar sangat tulus. Lisa bahkan bisa mendengar keseriusan itu dengan sangat jelas, tapi untuk kembali menggilai guru tercintanya ini, seperti Lisa masih perlu sedikit waktu. Gadis itu perlu bertanya pada dirinya, apakah dia bisa melupakan tatapan Sehun yang iba padanya atau tidak.

Siapa tahu sekarang pun Sehun masih diam-diam mengasihaninya.

Sehun harus benar-benar meyakinkan Lisa jika dia tidak lagi memandang gadis itu dengan rasa iba, tapi memandang dengan penuh kepedulian seperti yang selalu gadis itu inginkan selama ini.

"Tapi aku sudah memiliki tutor yang baru, Ssaem." Lisa membalas apa adanya ketika Sehun dengan lembut mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

"Siapa?"

"Taeyong."

Sehun menjilat bibirnya. Laki-laki itu jelas tidak senang dengan kehadiran Taeyong yang tiba-tiba muncul di antara dirinya dan Lisa.

"Apa dia bisa lebih baik mengajarimu daripada aku?" Sehun bertanya, dengan nada sinis meremehkan yang tiba-tiba saja ditunjukkannya.

Lisa menarik napas dalam dan mengusap sendiri wajahnya, kemudian mengangguk kecil. "Taeyong adalah murid berprestasi di SMA Kirin. Itulah kenapa sekolah membiarkannya mengambil cuti yang panjang dan mengikuti pelajaran secara online." Penjelasan Lisa barusan seakan memamerkan bahwa Taeyong lebih bisa diandalkan dari laki-laki dewasa di depannya. "Taeyong bisa mengajarkan semua mata pelajaran padaku, sementara kau hanya bisa mengajarkan matematika padaku."

Lisa jelas baru saja menyindir Sehun dan memukul telak sang guru, yang secara tidak langsung mengatakan jika dia lebih menyukai kalau Taeyong yang menjadi tutornya, daripada sang guru matematika yang sangat dia sukai ini.

"Jika kau memang tidak ingin aku menjadi tutormu lagi, tidak apa-apa." Sehun membalas dengan senyum yang dipaksakan. Laki-laki itu tidak bisa memaksa Lisa, seperti gadis itu memaksa agar dia bersedia menjadi tutornya. "Aku ikut senang karena kau sudah mau belajar, meski tujuanmu bukan lagi aku."

Senyum Sehun terlihat semakin pahit. Tampaknya laki-laki itu harus rela kehilangan murid nakalnya karena Lisa sepertinya sudah tidak tertarik lagi dengannya.

Lisa membalas dengan anggukan singkat, kemudian melirik ponselnya yang baru saja bergetar. "Kalau begitu, aku pulang duluan, Ssaem. Taeyong sudah menunggu di parkiran."

"Hati-hati di jalan," kata Sehun mengingatkan.

"Kau juga, Ssaem." Lisa meninggalkan senyumnya untuk Sehun sebelum berjalan keluar dari kelas.

Sehun mengembuskan napas kasar dan mengusap wajah berkali-kali. Tiba-tiba saja kemarahan menumpuk di kepalanya dan membuat laki-laki itu mengepalkan tangan kuat-kuat, kemudian menghantamkannya pada meja berbahan jati. Lalu, tidak lama disusul dengan teriakan yang penuh dengan rasa frustrasi.

Lisa mendengar teriakan frustrasi itu, tapi berpura-pura tidak mendengarnya. Gadis itu tetap berjalan menuju parkiran sambil sesekali menghapus air matanya.

"Kau bisa, Lalisa. Kau bisa." Lisa menguatkan dirinya seraya memegang erat-erat tali ranselnya.

📍📍📍


Sehun benar-benar merasa seperti dia sedang patah hati saat ini. Apa pun yang dilakukannya terasa sangat tidak menyenangkan sama sekali. Semua terasa sangat membosankan sejak Lisa tidak lagi mengusiknya.

"Rasanya lebih menyakitkan daripada bercerai dengan Jieun." Sehun berbisik lirih, menatap sisi kosong di sampingnya dan membayangkan ada sosok Lisa yang tengah menatapnya. "Apa kau sungguh tidak menyukaiku lagi?"

Sosok Lisa tersenyum padanya.

"Apa kau secepat itu melupakanku?" Sehun bertanya lagi karena tidak mendapatkan jawaban apa pun. "Kau bilang kau sangat menyukaiku, tapi kenapa mudah sekali bagimu melupakanku?"

"Setiap orang memiliki batas kesabarannya masing-masing, Ssaem dan aku sudah mencapai batasku." Lisa tidak terlihat sedih saat mengatakannya. Gadis itu justru malah terlihat senang, seolah baru saja melepaskan beban yang selama ini menyakitinya.

Sehun mengambil tangan Lisa untuk digenggam di dadanya. "Bisakah kau kembali padaku?"

"Maksudmu menjadi gadis bodoh yang mengejarmu dan hanya dianggap sebagai lalat pengganggu saja?" Sama sekali tidak ada nada menyindir di dalam suaranya. Lisa mengatakannya tanpa bermaksud menyindir sama sekali.

Sehun menggeleng dengan mata berkaca-kaca. "Kau bukan lalat pengganggu."

"Tapi selama ini kau selalu menganggapku seperti itu, Ssaem," Lisa bersikeras, "Kau sering kali terganggu dengan kehadiranku selama ini."

"Itu dulu, sekarang tidak lagi," balas Sehun dengan suara yang parau, "Sekarang aku suka dengan kehadiranmu, bahkan aku sedih setiap kali kau menghindariku."

"Itulah yang aku aku rasakan selama ini, Ssaem." Harusnya Lisa sedih, tapi gadis itu sama sekali tidak menunjukkannya. Dia malah terlihat biasa saja seolah tidak pernah ada luka yang Sehun torehkan selama ini. "Aku selalu sedih setiap kali kau mengabaikanku dan menyuruhku untuk menjauh."

"Kalau begitu kembalilah padaku." Sehun memohon dengan satu tetes air mata yang jatuh ke bantalnya. "Aku tidak akan mengabaikanmu, apalagi menyuruhmu pergi. Saat ini aku benar-benar menginginkan kehadiranmu."

"Kau egois, Ssaem." Lisa berbisik. Senyumnya tampak kering dan pahit.

"Aku tahu itu," balas Sehun dengan bisikan yang sama. Sebelah tangannya menggenggam erat-erat tangan Lisa di dada agar tidak lepas darinya lagi. "Tolong biarkan aku egois sekali lagi dengan memintamu kembali padaku dan setelahnya terserah padamu."

"Sekarang giliranku untuk menjadi egois, Ssaem. Aku harus melakukannya setidaknya satu kali di dalam hidupku." Lisa mengatakannya dengan sungguh-sungguh, tampak yakin dengan keputusan yang diambilnya, meski matanya juga terlihat berkaca-kaca karena tidak rela.

Sehun menutup mata rapat-rapat. Membiarkan air mata mengalir di sela-sela sudut mata dan merasakan tangannya menggenggam udara kosong di dada.

Setelah Sehun pikir-pikir lagi, dia memang pantas mendapatkan ini semua setelah sudah menyakiti Lisa dan menyia-nyiakan gadis ceria seperti Lisa yang sudah pasti akan selalu bisa mewarnai harinya.

Menyesal pun percuma, karena tidak akan bisa mengembalikan keadaan seperti semula. Menangis pun juga sama percumanya karena Lisa juga tidak akan kembali menyukainya.

Satu-satunya hal yang bisa Sehun lakukan saat ini hanyalah menangis dalam tidurnya, berdoa pada Tuhan semoga keajaiban akan datang dan membawa Lisa kembali padanya.

📍📍📍


Jika Sehun disuruh menyebutkan satu yang sangat dia sukai dari Lisa, maka itu adalah keceriaan gadis itu. Tidak peduli betapa hancur hatinya, gadis berponi itu akan selalu menebar senyum dan keceriaan, guna menutupi luka yang menganga di hatinya.

Melihat Lisa belajar di kantin bersama Taeyong, membuat Sehun tersenyum dalam kepedihan. Laki-laki itu senang karena Lisa tidak lagi memikirkan tentang seks dan mulai berlajar dengan serius, meski alasannya bukan lagi untuk berkencan dengannya.

Saat Sehun kembali melangkah, Lisa menoleh ke arahnya, melihat sang guru tercinta berjalan menjauh darinya tanpa tahu kalau beberapa saat yang lalu dia baru saja menjadi objek yang sangat dipuja.

"Hei, kenapa kau tiba-tiba ingin belajar?" Taeyong bertanya dan menarik perhatian Lisa dari punggung Sehun. "Bahkan jika matamu dicolok dengan pensil, kau tetap tidak akan berlajar jika bukan karena keinginanmu sendiri." Taeyong menatap dengan ujung pensil yang digigit. Tatapannya tampak agak curiga.

"Karena aku harus memikirkan masa depanku," balas Lisa apa adanya, "Setidaknya aku harus lulus jika tidak bisa masuk ke universitas mana pun di negeri ini."

"Itulah maksudku!" Taeyong memukulkan sebelah tangannya ke meja. "Siapa yang memotivasimu untuk belajar?"

Siapa yang memotivasi Lisa?

Entahlah, Lisa tidak merasa ada seseorang yang memotivasinya untuk belajar. Gadis itu hanya merasa perlu untuk lulus dari SMA Kirin. Mengenai kelanjutan pendidikannya, Lisa akan memikirkannya lagi kapan-kapan.

"Tidak usah banyak bertanya. Ajari saja aku agar bisa mendapatkan nilai setidaknya empat untuk evaluasi matematika bulan depan." Lisa terdengar tidak ingin membahas apa pun tentang siapa yang membuatnya ingin belajar.

"Kenapa harus empat jika kau bisa mendapatkan nilai delapan?" tantang Taeyong, "Hei, Lalisa, kau harus tahu kalau kau itu tidak benar-benar bodoh. Kau hanya perlu mengasahnya dan otakmu akan sama dengan anak-anak lain."

Delapan?

Sial! Angka itu mengingatkan Lisa pada perjanjiannya dan Sehun. Bagaimana jika Lisa benar-benar mendapatkan nilai delapan saat evaluasi nanti? Apa dia akan berkencan dengan Sehun? Tapi Lisa sudah membatalkannya. Itu artinya jika dia mendapatkan nilai delapan atau bahkan lebih, dia tetap tidak akan berkencan dengan Sehun, 'kan?

"Tidak. Empat saja sudah cukup," Lisa menegaskan. Menolak nilai delapan yang Taeyong tawarkan padanya.

Lisa belajar bukan benar-benar untuk masa depannya, tapi dia melakukan hal itu agar bisa mengalihkan pikirannya dari Sehun, melupakan tentang patah hatinya, dan mengubur dalam-dalam keinginannya untuk berkencan dengan sang guru matematika.

Tanpa Taeyong tahu, Lisa baru saja menghapus air matanya yang jatuh ketika gadis itu menunduk, berpura-pura mengerjakan soal matematikanya.

📍📍📍


Saat ini, hubungan Lisa dan Sehun tidak lebih dari sekadar murid dan guru. Lisa yang biasanya mengganggu, kini tidak lagi melakukannya. Lisa yang sempat membolos dua kali, sekarang selalu hadir di setiap kelas Sehun dan belajar dengan sungguh-sungguh.

Tidak hanya di pelajaran matematika saja, tapi di pelajaran yang lainnya pun Lisa sudah jarang membolos, kecuali dia benar-benar merasa kepalanya ingin pecah karena terlalu lama belajar.

Fokus gadis itu benar-benar ada pada pelajaran saat ini, hingga dia lupa dengan patah hatinya. Saat berada di sekolah pun Lisa tidak terlalu banyak menunjukkan kenakalannya, membuat beberapa guru terheran-heran saat murid nakal itu justru malah duduk tenang dan menyimak pelajaran, bahkan mencatat, alih-alih kabur seperti biasa.

Melihat Lisa menjaga jarak darinya, membuat Sehun melakukan hal yang sama. Laki-laki itu tidak lagi mengganggu konsentrasi Lisa dalam belajarnya. Justru dia ikut senang karena perubahan positif itu meski dia tidak ikut andil di dalamnya.

Sore ini sedang hujan dan sejak satu jam yang lalu Sehun hanya menatap koper seseorang di kamarnya.

Yup~ koper itu milik Lisa. Tiga minggu hampir berlalu dan Sehun belum juga mengembalikan koper itu. Lisa sendiri pun tidak pernah menyinggung mengenai kopernya yang masih tertinggal. Gadis itu seakan merelakan jika pada akhirnya koper beserta isinya akan menjadi milik Sehun selamanya.

Dan hari ini Sehun memutuskan untuk mengembalikannya karena memang sepertinya sudah tidak ada harapan lagi untuk Lisa kembali padanya. Jadi, untuk apa menyimpannya jika Sehun akan teringat pada kebodohannya terdahulu?

Tanpa menunggu hujan reda, Sehun melajukan mobilnya menuju rumah Lisa.

Saat sampai di rumah gadis itu, Sehun justru malah terlihat ragu. Laki-laki itu merasa tidak yakin untuk sekadar berbicara dengan Lisa setelah beberapa minggu ini tidak saling bertukar sapa.

Dengan rasa gugupnya, Sehun mencoba menelepon Lisa dan berharap gadis itu sudi menjawab panggilannya.

"Hai." Sehun menyapa kaku saat Lisa menjawabnya di seberang sana. "Apa aku mengganggumu?"

"Tidak, Ssaem. Aku hanya sedang menonton televisi." Lisa membalas di seberang sana. Suaranya terdengar ringan. "Kenapa kau meneleponku?"

Sehun tersenyum kering. Jika dulu Lisa selalu menunggu telepon Sehun, maka saat ini Lisa terdengar seperti terganggu karena telepon dari guru matematikanya itu.

"Aku ada di depan rumahmu sekarang," kata Sehun seraya menatap pintu yang tertutup rapat. "Aku ingin mengantar kopermu yang tertinggal."

Sehun tidak mendapatkan jawaban. Laki-laki itu justru malah mendengar seperti suara benda yang dilemparkan, lalu tidak lama pintu terbuka dan menampilkan sosok Lisa.

"Ssaem," Lisa bergumam terkejut saat benar-benar melihat Sehun ada di depan rumahnya.

Sehun memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mengulas senyum kering pada Lisa. "Maaf karena mengganggu waktu menontonmu," sesalnya.

Lisa membalas dengan gelengan kecil dan senyum yang tampak kaku. "Kau tidak mengganggu sama sekali, Ssaem."

"Kopermu," kata Sehun seraya memberikan koper Lisa pada sang pemiliknya.

"Terima kasih karena sudah mengantarnya, tapi harusnya kau buang saja koper ini daripada mengantarnya ke sini." Lisa membalas dengan candaan untuk sekadar mengurangi rasa canggung saat ini. "Aku minta maaf karena waktumu terbuang untuk mengantar koperku."

Sehun membalas dengan gelengan, pertanda Lisa tidak perlu berterima kasih untuk apa pun. "Kalau begitu, aku pulang dulu."

Tidak pernah terbayangkan oleh Sehun kalau dia berharap Lisa akan menahan kepergiannya. Laki-laki itu terlalu bodoh karena berharap, setelah dia dengan kejamnya menyakiti Lisa berkali-kali.

Terkutuklah Sehun karena masih mengharapkan Lisa kembali padanya, di saat gadis itu tampak lebih baik setelah tidak lagi tertarik dengannya.

"Ssaem."

Sehun menahan napas, kakinya tertahan pada langkah ketiga, dan air matanya jatuh secara tidak terduga.

Saat ini Sehun benar-benar sangat merindukan Lisa dan melihat gadis itu semakin membuat Sehun ingin memeluk, bahkan menciumnya.

"Masuklah, Ssaem. Aku akan membuatkan minuman untukmu," kata Lisa saat sang guru masih bergeming membelakangi punggungnya.

Sehun mengembuskan napas kasar, menjilat bibir dalam kalutnya pikiran dan berbalik hanya untuk memeluk Lisa.

Sungguh, laki-laki itu tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Mungkin Sehun akan menyesal jika tidak melakukannya saat ini.

Benar-benar sangat memalukan ketika Sehun memeluk Lisa dengan isakan tangis yang tertahan dan memperlihatkan bahwa dia benar-benar patah hati sekarang.

"Tolong biarkan aku memelukmu, Lisa~ya," Sehun memohon dalam tangisannya, "Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, tapi rasanya seperti aku patah hati saat kau memutuskan untuk menjauhiku."

"Bahkan rasanya lebih menyakitkan daripada bercerai dengan Jieun," Sehun menambahkan dengan suara yang tercekat. Kedua tangannya merengkuh dengan lebih erat.

Sosok yang dipeluk diam tidak membalas pelukan itu. Hatinya seperti diiris saat mendengar tangisan yang penuh dengan kesakitan itu.

"Ssaem, laki-laki tidak boleh menangis," kata Lisa mengingatkan. Mati-matian dia menahan agar tidak ikut menangis bersama sang guru.

"Laki-laki juga manusia dan mereka makhluk yang lemah," balas Sehun dengan isakan tangis yang masih terdengar, "Aku tidak tahu seberapa dalam aku menyakitimu, tapi situasi kita saat ini sungguh menyiksaku, Lisa~ya."

"Apa yang harus aku lakukan agar kau kembali padaku?" Sehun berbisik lirih. Alam semestanya baru saja dihancurkan oleh badai dahsyat dan laki-laki itu tidak tahu bagaimana cara menatanya ulang.

"Sejatinya kau bahkan tidak pernah menjadi tempat persinggahanku, Ssaem. Akulah yang memaksa untuk bisa singgah," Lisa membalas dengan bisikan yang sama.

Sehun tidak paham dengan apa yang Lisa katakan saat ini. Laki-laki itu hanya tahu jika dia menginginkan Lisa.

Bukan sebagai anak murid atau seseorang yang diberikan les privat, tapi sebagai sosok yang selama ini selalu gadis itu inginkan.

Sehun menarik diri dari Lisa, menatap wajah si gadis yang juga tampak tersiksa karena keadaan saat ini.

Ditangkupnya kedua pipi yang sangat dia rindukan, kemudian mendaratkan ciuman tepat di bibir Lisa.

Sehun melumat dengan cukup brutal karena dia benar-benar mendambakan bibir ini untuk waktu yang lama dan setelah berhasil mendapatkannya, laki-laki itu seolah tidak ingin melepaskannya.

Lisa yang sejatinya menyukai Sehun hingga ke tulang tidak bisa menolak ciuman yang sangat mendamba ini. Dengan kesadaran penuh, gadis itu membalas ciuman Sehun dengan perasaan yang sama menggebunya.

Ciuman keduanya membuat Sehun mendorong tubuh Lisa untuk masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu tidak ingin berciuman di depan pintu dan lihat oleh orang.

Dilihat dari cara keduanya berciuman, jelas mereka mendambakan satu sama lain.

Saat Lisa mengatakan dia sedang menonton televisi, gadis itu sebenarnya berbohong. Alih-alih menonton seperti yang dikatakan pada sang guru, Lisa sebenarnya sedang belajar untuk evaluasi matematika besok.

Tubuh Lisa yang kecil dan terlampau ringan mudah sekali untuk dikendalikan oleh Sehun. Duda tanpa anak itu mendorong Lisa untuk berbaring di atas sofa, sementara Sehun menjelajahi leher gadis muda itu.

Lagi-lagi Sehun kehilangan kendali dirinya hari ini karena terlalu frustrasi, juga terlalu senang karena bisa kembali mencium Lisa dan mendapatkan sambutan yang sangat hangat dari gadis itu.

Lisa yang diam-diam masih mendambakan Sehun tentu tidak mampu menolak aksi kurang ajar sang guru yang tengah menjamah tubuhnya. Bahkan ketika sebelah tangan Sehun menyusup ke balik punggung untuk melepas pengait bra-nya, Lisa hanya diam membiarkan—tapi sesekali melenguh saat tubuhnya merespons sentuhan yang menyentuh permukaan kulitnya.

Sehun yang tadinya sangat berapi-api menyerang leher Lisa dengan ciuman kasarnya, mendadak menghentikan segala kegiatannya di atas tubuh gadis itu.

Kini Sehun hanya bernapas di leher Lisa, dengan satu tangan yang berada di dada gadis itu setelah beberapa saat yang lalu memberikan pijatannya.

"Tolong hentikan aku, Lalisa." Sehun memohon dengan bisikan yang putus asa. "Jangan biarkan aku menyakitimu lebih dari yang kulakukan selama ini."

Suara Sehun terdengar penuh dengan penyesalan. Laki-laki itu merasa ada banyak kesalahan yang telah dilakukannya pada Lisa. Jadi, dia tidak pantas mendapatkan maaf dari gadis berponi itu dan Sehun tahu itu.

Namun, laki-laki itu tidak bisa menyerah begitu saja hanya karena banyak kesalahan yang dia lakukan. Setidaknya dia harus berusaha, meski tahu itu adalah hal yang sia-sia.

Sebelah tangan Lisa melingkar di pinggang Sehun, sebelahnya lagi digunakan untuk mengusap kepala laki-laki dewasa yang tengah patah hati itu.

Lisa tidak mengatakan apa pun. Dia hanya membiarkan Sehun menangis di lehernya. Bahkan saat melihat Sehun menangis, bukannya senang karena merasa sang guru mendapatkan balasan yang setimpal, Lisa malah ikut sedih.

"Kau bisa mengabaikan keberadaanku seperti biasa, Ssaem," kata Lisa setelah sekian lama mendengarkan tangisan Sehun.

"Bagaimana aku bisa mengabaikanmu kalau aku sendiri selalu ingin melihatmu?" Sehun bertanya dalam bisikan yang terdengar begitu jauh, padahal jaraknya dan Lisa sama sekali tidak ada.

Lisa mengecup ringan telinga Sehun, kemudian mendorong baru laki-laki itu agar segera menjauh darinya.

Sehun terpaksa beranjak dari atas tubuh Lisa, tapi tidak ingin melepaskan pelukannya pada si gadis berponi.

"Kembalilah padaku. Kumohon." Sehun kembali berbisik dalam keputusasaan.

Lisa menjilat bibir dan menutup mata sejenak. Gadis itu sendiri bingung dengan perasaannya. Dia masih sangat ingin berkencan dengan Sehun, tapi mengingat perhatian yang diberikan selama ini hanya sebatas rasa kasihan membuka kembali luka di hatinya.

"Untuk saat ini aku tidak bisa, Ssaem." Lisa membalas dengan lidah yang terasa kelu dan mendorong Sehun dengan berat hati. "Aku tidak bisa kembali padamu, meskipun aku ingin," katanya saat bertemu pandang dengan sang guru.

Sorot mata Sehun tampak memancarkan kepedihan yang sangat mendalam. Tidak ada lagi tatapan tajam yang menatap Lisa, yang ada saat ini hanyalah kerapuhan yang memohon untuk kesempatan kedua.

Sehun sudah berusaha, tapi jika Lisa menolak untuk kembali padanya, maka tidak ada yang bisa laki-laki itu lakukan selain menghargai keputusan Lisa.

Dengan tarikan napas dalam dan air mata yang sesekali jatuh, Sehun mengangguk pada Lisa. Mengatakan kalau dia menerima apa pun keputusannya.

Dalam kepingin hati yang hancur dan kaki bergetar, Sehun berdiri dan memberikan senyumnya untuk Lisa. "Kalau begitu, aku pulang dulu," katanya dengan susah payah, "Maaf atas semua yang sudah aku lakukan padamu."

Lisa tidak merespons dengan kata. Gadis itu hanya diam menatap sambil sesekali merapikan pakaiannya yang agak berantakan dan membiarkan sang guru berjalan gontai keluar dari rumahnya.

📍📍📍


Hari ini adalah jadwal untuk evaluasi matematika, di mana beberapa murid tampak frustrasi dengan soal-soal yang Sehun berikan.

Dan seperti biasa juga, Lisa tidak pernah serius dalam mengerjakan ujiannya. Gadis itu hanya menjawab berdasarkan insting.

Berkali-kali Sehun berjalan di sekitar Lisa untuk diam-diam mencari tahu apa yang gadis itu kerjakan di atas lembar jawabannya.

Jika biasanya kertas jawaban Lisa penuh dengan coretan abstrak dan ajakan berkencan untuk sang guru, maka kali ini Lisa mengisinya dengan serius. Mengenai jawabannya benar atau tidak, itu urusan belakangan.

Baik Sehun maupun Lisa, keduanya sama-sama bersikap tidak acuh seolah tidak ada yang terjadi kemarin. Bahkan saat di kelas pun, keduanya terlihat seperti perang dingin.

Harusnya hari ini akan menjadi hari yang sangat mendebarkan untuk Lisa jika saja gadis itu masih mengincar hadiah mengencani sang guru, tapi sekarang gadis itu tidak merasakan apa pun. Bahkan dia merasa sangat bosan.

"Bagaimana dengan soalnya tadi? Kau bisa mengerjakannya?" Taeyong bertanya pada Lisa saat keduanya berjalan di koridor.

"Entahlah. Aku hanya mengerjakannya dengan instingku saja," sahut Lisa apa adanya, "Aku tidak benar-benar memahaminya."

Taeyong mengacak gemas rambut Lisa. "Aku akan mentraktirmu es krim hari ini sebagai hadiah karena sudah tidak membolos saat ujian."

Lisa tentu saja menanggapi dengan anggukan. Memangnya siapa yang tidak mau es krim gratis?

"Hei, apa Oh Ssaem memang sedingin itu?" Lagi-lagi Taeyong bertanya pada Lisa di saat gadis itu tidak terlalu ingin banyak bicara. Laki-laki itu baru saja melihat Sehun berjalan di parkiran dengan aura yang sangat dingin karena dagu yang terangkat tinggi, juga tatapan yang tajam.

Lisa mengikuti arah pandangan Taeyong dan melihat kalau Sehun baru saja menutup pintu mobil dengan kasar. Tampaknya ada yang membuat laki-laki itu marah hari ini.

"Oh Ssaem memang terlihat dingin dan dia tidak suka murid yang bodoh," balas Lisa apa adanya.

"Jadi, itukah alasanmu belajar? Agar kau tidak terlihat bodoh di matanya?" tanya Taeyong memastikan, tapi nadanya terdengar menebak dengan tuduhan pasti.

Lisa tidak menjawab dan malah meninggalkan Taeyong di belakangnya, tanpa peduli kalau namanya sedang diteriaki di belakang sana.

Memeriksa hasil ujian hari ini, Sehun terkejut dengan nilai yang berhasil Lisa dapatkan. Saking tidak percayanya, laki-laki itu sampai memeriksa jawaban Lisa tiga kali dan hasilnya tetap sama.

Lisa berhasil mendapatkan nilai 8,6 untuk evaluasi bulan ini.

Hasil yang sama sekali tidak Lisa harapkan akan dia dapatkan di evaluasi bulan ini. Padahal gadis itu hanya menargetkan nilai empat, tapi kenapa yang didapat justru 2x lebih tinggi?

Harusnya Lisa bisa berkencan dengan Sehun mulai besok, tapi karena perjanjian sudah batal, maka tidak ada yang bisa Sehun lakukan selain menangisi lembar jawaban Lisa malam ini.

📍📍📍


SUMPAH. NGGAK BOHONG. INI CHAPTER TERAKHIR OH SSAEM MENANGIS KARENA GALAU 🤣🤣🤣🤣


Chapter selanjutnya bakalan jadi chapter terakhir untuk BLACKMOON. Agak sedih sebenarnya, tapi ya gimana, namanya juga cerita, pasti bakalan tamat juga suatu saat nanti 😭😭😭😭😭😭😭


Semoga aing kembali dengan ending yang membahagiakan, bukan dengan ending yang membagongkan, ya 🌚🌚🌚🌚


Dadah~

28 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro