Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Naughty Girl [12]

Sumpah, gaes, pas aing tulis 'THE END' di chapter sebelumnya itu beneran tamat. aing nggak ngeprank karena emang segitu stucknya ide aing. Makanya langsung aing bungkus dengan ending laknat 🤣🤣🤣

Tapi melihat kalian menangisi ending BLACKMOON dan berharap keadilan untuk Soonli, juga mengingat bahwa lapak ini sudah debut sejak tahu lalu dan didukung oleh buchennya Soonli dan Oh Ssaem, maka aing putuskan untuk MENANGGUHKAN endingnya alias kegosongan di lapak ini masih akan berlanjut entah akan bermuara di mana dan seperti apa 🤣🤣🤣

Dan chapter ini pun ditulis cuma sehari. Biasanya perlu waktu seminggu, bahkan sampai tiga bulan untuk update satu chapter. Tapi kemarin idenya tuh kayak TRING aja gitu di kepala. Kujuk-kujuk langsung dapat pencerahan yang tidak terduga 🌚

Jadi, silakan nikmati chapter ini tanpa air mata. Tar udahannya laporan ke aing gimana pendapat kalian. Oke?

Happy reading

📸📸📸

Saat Lisa mengatakan selamat tinggal pada Sehun, gadis itu mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Kedekatan mereka baru terhitung satu minggu, tapi Lisa merasa begitu nyaman dengan perhatian kecil yang Sehun berikan, bahkan di saat laki-laki itu bersikap dingin dan terus memukulnya mundur, Lisa tidak pernah merasa tersinggung.

Namun, di saat gadis itu tahu jika perhatian yang didapatkannya hanya berlandaskan rasa kasihan, Lisa tidak bisa menerima semuanya dengan lapang. Gadis itu memilih untuk berhenti mencari perhatian dari guru tercintanya.

Lisa menghapus air matanya ketika berjalan keluar dari pekarangan rumah Sehun. Gadis itu tidak berani menoleh untuk melihat apakah sang guru mengantarkan kepergiannya dengan penuh ketidakrelaan atau justru malah terlihat senang karena tidak akan ada yang mengganggunya lagi. Baik di rumah maupun di sekolah.

"Kenapa cinta harus sebuta ini?" Lisa berbisik lirih, menyeret langkahnya tanpa tenaga dan merutuki diri yang bisa-bisanya jatuh cinta pada Sehun.

Ada alasan kenapa Lisa begitu menyukai Sehun.

Jika selama ini Lisa selalu menjawab karena Sehun tampan, itu tidak sepenuhnya benar. Wajah paripurna sang guru tercinta bukan alasan utama kenapa Lisa menggilainya, bahkan terobsesi untuk mengencani sang guru meski hanya satu hari.

Kembali lagi saat Lisa masih berusia enam belas tahun. Gadis itu berada di toko buku, bukan untuk membeli buku pelajaran, melainkan untuk menambah koleksi novelnya.

Sayangnya, novel incarannya berada di rak atas, sementara tubuhnya tidak setinggi itu untuk bisa meraihnya. Alhasil, Lisa harus berjuang dengan lompatan kecil untuk meraihnya, tanpa menyadari jika dia melompat dengan rok seragam sekolahnya yang cukup pendek.

Sebuah tangan yang lebih panjang membantu Lisa untuk meraih novel yang gadis itu inginkan, kemudian memberikannya pada si gadis yang saat ini terpaku.

"Ada beberapa staf di sini. Kau bisa meminta mereka untuk membantumu," kata sosok yang baru saja membantu Lisa.

Lisa mengambil alih novel incarannya dengan gugup dan membisu tanpa bisa mengucapkan terima kasih. Manik matanya mengikuti pandangan laki-laki di depannya yang tengah melepas jaket dan lagi-lagi Lisa dibuat terkejut saat laki-laki di depannya melingkarkan kaget itu di pinggang Lisa dan mengikatnya dengan erat.

"Rokmu kotor,"  kata laki-laki itu dengan senyum kecil di wajahnya. "Lain kali pastikan untuk membawa jaket, kardigan, sweter atau apa pun itu."

Lisa yang tidak paham dengan apa yang laki-laki itu katakan hanya menatap dalam diam.

"Aku pergi dulu." Laki-laki itu pamit tanpa menunggu gadis di depannya memberikan respons.

Bahkan ketika laki-laki itu hilang dari pandangannya, Lisa masih terpaku di tempat. Namun, terkejut karena teringat sesuatu. Buru-buru dia melepaskan jaket yang melingakri pinggangnya dan mendapati noda merah di roknya.

Rupanya Lisa sedang datang bulan dan gadis itu tidak sadar sama sekali, beruntung laki-laki itu memberikan jaketnya untuk Lisa.

"Dia baik sekali." Lisa bergumam dengan rasa takjub, matanya bahkan berbinar sangat cerah. "Dan sangat tampan," tambahnya dengan kekehan geli.

Dua tahun lebih berlalu dan Lisa masih tidak bisa melupakan laki-laki itu, bahkan jaketnya masih dia simpan sampai saat ini. Lalu, takdir mempertemukan keduanya kembali.

Lisa yang kala itu hendak bolos untuk pelajaran matematikanya dengan alasan sakit, langsung mengurungkan niat karena melihat sosok laki-laki yang membantunya di toko buku dua tahun lalu.

Siapa yang menduga kalau laki-laki yang memberikan jaketnya pada Lisa agar gadis itu tidak merasa malu karena menstruasinya akan menjadi guru matematikanya yang baru.

Takdir seakan menjawab doa Lisa yang berharap agar dipertemukan dengan laki-laki di toko buku itu.

Sebulan sudah berlalu sejak Sehun mengajar matematika untuk kelas Lisa dan sudah sebulan juga gadis itu menarik perhatian sang guru, tapi sama sekali tidak pernah menyinggung mengenai masalah di toko buku.

Tampaknya Sehun tidak pernah mengingat kejadian itu lagi setelah dua puluh empat jam berlalu dan merelakan jaketnya untuk gadis yang tidak dikenalnya.

Ya, begitulah cara Lisa jatuh cinta pada Sehun dan bertekad untuk berkencan dengan sang guru.

Namun, tampaknya Lisa harus mengubur mimpinya dalam-dalam karena gadis itu tidak ingin berkencan dengan laki-laki yang hanya mengasihani dirinya. Lisa lebih suka dengan sikap dingin sang guru, daripada diperlakukan dengan baik, tapi sebenarnya dia tidak lebih dipandang sebagai gadis yang menyedihkan.

Lisa tidak tahu berapa lama dia melamun dan berjalan tidak tentu arah, tapi tahu-tahu saja hujan mengguyur dengan lebat. Alih-alih mencari tempat berteduh, Lisa malah membiarkan dirinya basah kuyup. Mendadak gadis itu teringat saat dia memberikan Sehun payung dan mencuri satu ciuman dari sang guru. Bahkan kenangan itu masih terasa manis sekarang, hingga Lisa menangis di bawah guyuran air.

Sementara Lisa mengasihani dirinya, ada Sehun yang sedang menyisir jalanan basah mencarinya.

Ya, saat hujan turun tanpa aba-aba, Sehun bergegas untuk mencari Lisa. Gadis itu takut pada petir dan Sehun mengkhawatirkannya. Bagaimana jika Lisa belum sampai di rumah, atau parahnya lagi kehujanan saat petir sedang bersahut-sahutan.

Oh, tidak! Sehun merinding membayangkannya. Laki-laki itu bertekad untuk menemukan Lisa secepatnya. Dia tidak ingin anak muridnya itu menangis ketakutan sendiri.

Namun, sudah satu jam Sehun berkeliling, dia tetap tidak bisa menemukan Lisa, bahkan teleponnya pun tidak diangkat oleh gadis itu.

"Lisa, kau di mana?" Sehun bergumam dalam kekhawatiran sambil mengedarkan pandangan. "Tolong jangan membuatku khawatir."

Sehun kembali menelepon Lisa untuk kali ke-27 dan masih tidak mendapatkan jawaban, membuat laki-laki itu jengkel dan melemparkan ponselnya di jok sebelah.

Sekarang Sehun hanya bisa merutuki diri. Harusnya dia tidak melibatkan masalah Lisa hanya untuk membuat Hyunsuk mengerti. Masih ada banyak contoh yang bisa diberikan, tapi kenapa Lisa yang harus Sehun jadikan perbandingan?

"Bodoh, bodoh, bodoh!" Sehun memukul setirnya dengan keras sambil mengumpati kebodohannya. "Kau bodoh, Sehun!" Laki-laki itu berteriak dan meluapkan kemarahan.

Sehun menjatuhkan keningnya di setir mobil setelah menepikannya. Laki-laki itu lelah mencari Lisa—tanpa pernah tahu bagaimana lelahnya Lisa mencari perhatiannya selama ini.

"Semoga kau sudah sampai di rumah," gumam Sehun dengan penuh harapan.

Nyatanya harapan Sehun benar-benar terkabul. Lisa baru saja sampai di rumah dalam keadaan basah kuyup. Tanpa menghiraukan pakaiannya yang basah, Lisa langsung menghempaskan tubuhnya di kasur dan tidak menyadari adanya panggilan beruntun dari sang guru.

Lisa jatuh tertidur dengan pakaian basahnya. Gadis itu pasti akan demam keesokan paginya.

📸📸📸

Harusnya Sehun bisa datang sedikit lebih siang hari ini karena jadwal mengajarnya dimulai pukul satu siang, tapi laki-laki itu datang bahkan sebelum bel untuk pelajaran pertama berbunyi. Tentu saja tujuannya datang lebih pagi adalah untuk mencari Lisa, tapi bahkan saat jam istirahat sekalipun gadis itu masih tidak terlihat.

"Lisa tidak masuk hari ini, Ssaem. Dia absen tanpa keterangan." Seorang siswa yang kebetulan teman sekelas Lisa menjawab pertanyaan sang guru matematika.

Sehun mengucapkan terima kasih dan menahan ekspresi yang penuh kekhawatiran untuk muncul di wajahnya, kemudian pergi seraya menelepon Lisa lagi.

Laki-laki itu tidak tahu sudah berapa banyak dia menelepon Lisa sejak kemarin. Rasanya 100 panggilan sudah dia lakukan, tapi tetap tidak mendapatkan jawaban. Saat Sehun mengecek ruang obrolannya dan Lisa, gadis itu diketahui terakhir kali membuka aplikasi pesannya saat membalas pesan Sehun siang kemarin.

"Lisa, sebenarnya kau ke mana sih?" Sehun bergumam dengan penuh kekhawatiran dan menatap ruang obrolannya dan sang murid. "Apa kau sakit? Atau kau sengaja menghindariku?"

Melirik arloji di pergelangan tangan kirinya dan merasa waktu mengajarnya masih cukup lama, Sehun memutuskan untuk pergi ke rumah Lisa demi mengecek keadaan gadis itu.

Dugaan Lisa sakit memang benar adanya. Sejak pulang kemarin sore gadis itu sama sekali tidak bangun dan membiarkan tubuhnya demam semalaman, tanpa ada niat untuk mencari obat penurun panas.

Saat membuka mata, Lisa merasa seperti tidak memiliki tulang. Kepalanya pusing dengan tubuh panas yang tidak memiliki tenaga, bahkan untuk membuka mata.

"Lalisa, kenapa kau tidak mati saja?" Lisa bergumam, seolah hidupnya sama sekali tidak berharga. "Kenapa harus melewati drama demam seperti ini?"

Lisa mengembuskan napas dengan sudah payah. Gadis itu benar-benar tidak memikili tenaga untuk bangkit dan mengganti pakaiannya yang masih setengah basah.

Dengan sisa tenaga yang tersisa tidak lebih dari 5%, Lisa berusaha untuk mencari tasnya di sekitar tubuh. Gadis itu perlu seseorang di sisinya saat ini dan satu-satunya yang terlintas di benaknya hanyalah sang paman, Seo-jun.

Namun, sialnya Lisa melemparkan tasnya di lantai. Jadi, sekali lagi Lisa memaksakan diri untuk mencari tasnya. Dengan kaki tanpa tulang, Lisa melangkah turun dari kasur dan jatuh ketika kedua kakinya tidak sanggup menahan beban tubuhnya.

Kondisi Lisa benar-benar sangat menyedihkan saat ini dan gadis itu tidak pernah bisa meraih tasnya yang berjarak tiga meter darinya. Gadis itu menyerah, alih-alih berjuang untuk mengambil ponselnya.

"Ya, mati saja, Lalisa dan semuanya akan baik-baik saja," gumamnya dengan bibir yang pucat.

Di saat Lisa masih sibuk memberikan kata-kata tidak berguna untuk dirinya, ada Sehun yang mengetuk pintu dan memanggil namanya. Laki-laki itu juga sudah menelepon, tapi sialnya ponsel Lisa malah tidak aktif, membuat Sehun semakin khawatir.

Dengan lancang, Sehun mendorong pintu untuk terbuka. Laki-laki itu ingat dengan cerita Lisa mengenai orang tuanya yang jarang berada di rumah, apalagi di siang hari begini. Jadi, Sehun memberanikan diri untuk masuk dan mencari anak muridnya.

Beberapa ruangan Sehun masuki untuk mencari keberadaan Lisa, tapi di ruangan keenam barulah dia menemukan Lisa yang tergeletak di lantai.

"LISA!" Sehun menghampiri Lisa dan memangku kepala gadis itu. "Hei, hei, bangun. Kumohon," pintanya seraya menepuk pipi Lisa untuk mencari kesadaran gadis itu.

Setidaknya Lisa masih memiliki 1% kesadarannya saat Sehun sibuk memanggil namanya.

"Oh Ssaem," Lisa bergumam, bibir pucatnya tersenyum kecil.

Bahkan di saat-saat terakhir aku tetap melihatmu, Ssaem, batin Lisa berbisik lirih.

Sehun segera membawa Lisa ke atas tempat tidur saat gadis itu kehilangan kesadaran sepenuhnya. Seragam yang masih setengah basah Sehun lucuti satu per satu dan hanya menyisakan pakaian dalam, kemudian laki-laki itu mencarikan Lisa pakaian ganti, lalu mengompres gadis itu.

Sehun duduk di tepi kasur dan memandang wajah pucat Lisa.

"Kenapa kau bisa sampai sakit seperti ini?" Sehun bertanya dengan nada yang begitu lirih. "Kenapa juga kau tidak mengganti pakaian basahmu?"

Lisa tertidur dengan sangat lelap, dengan sebelah tangan yang berada dalam genggaman tangan Sehun.

Sadar kalau Sehun tidak bisa meninggalkan Lisa dalam kondisi sakit, laki-laki itu menghubungi pihak sekolah dan mengatakan tidak bisa mengajar hari ini karena ada urusan mendesak yang tidak dapat ditinggalkan. Beruntung pihak sekolah menerima alasan Sehun. Jadi, dia bisa menjaga Lisa yang tengah sakit.

Dalam tidurnya, Lisa mulai merancu. Gadis itu bergumam tidak jelas dan bergerak acak. Demam gadis itu semakin tinggi, padahal Sehun sudah mengompresnya. Satu-satunya cara agar demam gadis itu bisa turun adalah dengan membuat Lisa meminum obat, tapi bagaimana caranya jika Lisa saja tidak bisa membuka mata?

Sehun memandang dengan penuh pertimbangan. Laki-laki itu tidak yakin, tapi setidaknya mencoba lebih baik daripada tidak sama sekali.

Dengan perlahan, Sehun mendudukkan Lisa yang masih merancu karena demamnya terlalu tinggi. Sebutir paracetamol laki-laki itu selipkan melalui bibir yang setengah terbuka. Sehun mengambil air minum, tapi tidak benar-benar untuk diminum, melainkan untuk memberikan air itu ke mulut Lisa agar bisa menelan obatnya.

Ya, Sehun baru saja memindahkan air di dalam mulutnya ke dalam mulut Lisa dengan sedikit paksaan karena gadis itu menolak untuk membuka mulut. Laki-laki itu bukan bermaksud untuk mengambil kesempatan atau memanfaatkan keadaan, tapi hanya ini satu-satunya cara agar Lisa bisa meminum obatnya.

Sehun tiga kali memindahkan air dari mulutnya ke mulut Lisa. Tentu cara meminum obat yang tidak biasa ini membuat Lisa tersedak, tapi beruntung obatnya tidak gadis itu muntahkah. Lisa benar-benar meminum obatnya meski sempat memberontak.

Tubuhnya kembali dibaringkan untuk beristirahat, lalu Sehun mengelap air yang tadi tidak sengaja tumpah saat proses pemindahan air tersebut. Gadis itu tidak lagi merancu. Saat ini yang tersisa hanya gumam yang begitu tipis, sebelum akhirnya napas gadis itu terlihat teratur.

Sebenarnya Sehun juga tidak ingin memandang iba, tapi gadis itu benar-benar sangat memprihatinkan. Di hari ulang tahunnya gadis itu malah patah hati, lebih-lebih lagi jatuh sakit.

Sambil menunggu Lisa sadar, Sehun memutuskan untuk membereskan barang-barang Lisa yang terlihat agak berantakan. Laki-laki itu memungut tas Lisa di lantai dan ponsel gadis itu tidak sengaja jatuh. Sehun mengambilnya dan menekan tombol kunci beberapa kali, tapi ponsel Lisa tetap menampilkan layar hitam, pertanda kehabisan daya. Dengan inisiatifnya, Sehun mengisi daya ponsel Lisa.

Setelah membereskan kamar Lisa, Sehun kembali duduk di samping gadis itu.

"Cepatlah bangun," bisiknya. Satu kecupan dia daratkan di kening Lisa dengan penuh kasih sayang.

Entah bagaimana caranya, tapi Sehun yang mengantuk karena menunggu Lisa tiba-tiba saja sudah merangkak ke sisi kosong di samping gadis itu. Sebelah tangannya melingakari perut Lisa, dengan tubuh yang sepenuhnya menghadap pada gadis itu.

Jika biasanya Lisa yang selalu mencari kesempatan, maka saat ini giliran Sehun yang memanfaatkan kesempatan itu.

Detik terus berdetak, obat yang Sehun berikan sudah mulai bekerja. Perlahan demam Lisa mulai turun, mengembalikan kesadarannya sedikit demi sedikit dengan rasa lapar yang menusuk perutnya.

Rasanya Lisa bisa saja mati karena rasa laparnya. Gadis itu tidak makan sejak kemarin siang dan dua puluh empat jam nyaris berlalu. Wajar jika Lisa merasa sangat lemas hingga ingin mati, terlebih lagi dia sedang demam saat ini.

Lingkaran tangan yang mengencang di perutnya membuat Lisa terkejut, apalagi saat mendapati sebuah lengan sedang memeluknya. Menoleh ke samping, dia mendapati wajah tampan sang guru yang tampak sangat tampan.

"Wah~ bahkan di dalam neraka pun aku masih saja tergila-gila padamu, Ssaem." Lisa berbisik dengan tidak habis pikir.

Cintanya pada Sehun pasti sudah terlalu dalam, hingga tidak sedetik pun Lisa bisa melupakan sang guru.

"Tapi kenapa neraka ini terlihat seperti kamarku?" Lisa masih dalam kebingungan dia mengedarkan pandangan. "Apa neraka di desain seperti bumi untuk membuat para pendosanya nyaman?"

Rupanya Lisa benar-benar sangat sakit, hingga bicara melantur dan menunjukkan kebodohannya.

"Yah~ setidaknya aku masih bisa melihat Oh Ssaem meski di neraka." Dengan mata yang tampak sangat lelah karena tidak memiliki tenaga, Lisa menghadapkan tubuhnya pada Sehun guna membalas pelukan laki-laki itu.

Lisa terpaksa membuka mata saat merasa pelukan ini terlalu nyata, bahkan aroma Sehun tercium dengan sangat jelas.

Bagaimana bisa sebuah bayangan terasa nyata seperti ini?

Lisa mulai bertanya-tanya dalam hatinya. Meski matanya terasa berat, tapi tidak membuat gadis itu menutupnya lebih dari satu detik.

Tangannya bergerak untuk menyentuh pipi Sehun dan— "Wow~ kenapa rasanya seperti sungguh menyentuh Oh Ssaem," bisiknya dalam gumam yang penuh dengan rasa kagum. Lalu, matanya membulat dengan mulut setengah terbuka. "Mungkinkah...."

Lisa menggantungkan katanya karena masih terlalu terkejut. Matanya yang tampak lelah tiba-tiba saja terlihat begitu segar dan seperti biasa, sikap nakalnya tidak pernah hilang bahkan jika dia sedang sakit atau mau mati karena kelaparan.

Gadis itu menempelkan bibirnya pada Sehun. Ketika tidak mendapatkan respons, Lisa melangkah maju dengan melumatnya kecil untuk memastikan apakah sosok di depannya ini sungguh Sehun atau bukan.

Sehun yang merasa terganggu dengan serangan di bibirnya terpaksa membuka mata dan mendapati Lisa yang tengah menciumnya.

Alih-alih menjauhkan Lisa, Sehun justru malah membalas ciuman Lisa, membuat gadis itu terkejut dan segera membuka mata.

Lisa yang terkejut buru-buru mendorong dada Sehun agar menjauh darinya. "Ssaem!" peliknya dengan nada tertahan.

Sehun menguap alih-alih membalas keterkejutan Lisa, kemudian menyingkirkan kompres di kening gadis itu dan memeriksa suhu tubuhnya. "Syukurlah, demammu sudah turun."

Lisa tampak bingung. Matanya berkedip cepat. "Aku belum mati saat ini? Aku tidak berada di neraka?" tanyanya dengan penuh kebingungan.

Sehun yang gemas dengan celotehan asal Lisa menyentil kening gadis itu. "Kau pikir kita akan bertemu di neraka? Kau itu sedang demam tahu!"

Oh, demam.

Lisa pikir dia sudah mati dan benar-benar ada di neraka sekarang, tapi ternyata dia hanya demam.

"Tunggu di sini. Aku akan mengambilkan makananmu," kata Sehun sebelum turun dari tempat tidur.

"Ini bukan mimpi," gumam Lisa saat memandang punggung Sehun yang menjauh darinya. "Oh Ssaem benar-benar di sini."

Dengan susah payah, Lisa menarik punggungnya dari kasus agar bisa duduk. Rasanya seperti dunia baru saja berputar ketika Lisa menegakkan tubuhnya. Gadis itu menunduk dan menutup mata sejenak, mencoba untuk meredakan rasa pusingnya.

Lisa masih bertanya-tanya bagaimana bisa Sehun ada di rumahnya.

Sepuluh menit berlalu, Sehun kembali ke kamar Lisa dengan semangkuk bubur yang baru saja dihangatkan.

"Mengingat kau yang tidak mengganti pakaian basahmu, kau pasti tidak makan sejak semalam, 'kan?" celoteh Sehun saat dia baru saja duduk di tepi tempat tidur dan berhadapan langsung dengan Lisa.

Lisa menatap diam saat Sehun mengaduk buburnya.

"Kenapa kau bisa ada di sini, Ssaem?" Lisa menahan tangan Sehun yang hendak menyuapinya. Jika biasanya gadis itu akan senang dengan kehadiran sang guru di sisinya, kali ini Lisa terkesan agak terganggu.

"Kau tidak ada kabar sejak kemarin, juga tidak masuk sekolah. Jadi, aku ke sini karena mengkhawatirkanmu." Sehun membalas apa adanya. Tatapannya terlihat bersalah saat menatap wajah pucat di depannya.

Lisa tersenyum kecut. "Kau ke sini hanya untuk memastikan aku tidak bunuh diri, 'kan?" tanyanya sinis.

Sehun terkejut karena respons Lisa barusan. "Hei, kenapa kau bicara seperti itu? Aku ke sini karena memang mengkhawatirkanmu," balasnya meyakinkan.

"Sudahlah, Ssaem, berhenti mengasihaniku." Lisa membalas setengah lelah. Bibirnya yang pucat membuat gadis itu terlihat semakin menyedihkan. "Kau tahu kalau aku tidak suka itu."

Lisa tidak mengatakan kata-kata yang kasar, tapi entah kenapa Sehun merasa kata-kata itu menyakitinya saat ini.

"Kau tidak perlu peduli padaku lagi. Mulai sekarang, kau bisa mengabaikanku seperti sebelumnya." Lisa menambahkan saat Sehun belum memberikan respons. Gadis itu sungguh tidak ingin dikasihani. "Dan tentang perjanjian berkencan kita ...."

Berat bagi Lisa untuk mengubur keinginannya yang satu itu, tapi dia harus melakukannya agar tidak tenggelam terlalu jauh dalam manisnya sikap Sehun yang didasari dengan rasa kasihan.

"Kau bisa menganggapnya tidak pernah ada, Ssaem." Lisa hampir menangis saat mengatakannya, tapi bibirnya dipaksa untuk tersenyum seolah kata-kata itu tidak menyakitinya.

Apa Sehun pernah terlihat menangis belakangan ini, terlebih lagi saat berhadapan dengan Lisa? Jika tidak, maka inilah saatnya.

Entah kenapa pernyataan Lisa barusan membuat mata Sehun panas. Kenapa pula Sehun harus merasa sedih seperti ini? Perasaan apa yang Sehun miliki sebenarnya untuk Lisa?

"Kau bisa pergi sekarang, Ssaem. Aku akan mengurus diriku sendiri." Lisa mengambil alih mangkuk bubur di tangan Sehun, pertanda dia benar-benar ingin melakukan semuanya sendiri. "Terima kasih karena sudah datang."

Sehun mengalihkan pandangannya, tidak sanggup menatap ke dalam mata Lisa yang tampak menyimpan jutaan rasa sakit. Laki-laki itu menarik napas dalam untuk mencegah air matanya jatuh, kemudian menatap Lisa lagi.

"Kau yakin tidak apa-apa jika kutinggal sendiri?" Sehun memastikan dengan nada yang terdengar bergetar.

Lisa membalas dengan anggukan, juga senyum di wajahnya, tapi nada bicaranya terdengar sangat menyindir. "Kau tahu kalau aku memang selalu sendiri sejak kecil, Ssaem. Jadi, jangan khawatirkan aku."

Sehun membalas dengan anggukan kaku. Ini adalah kali pertama Lisa bersikap sangat tidak bersahabat padanya dan jujur saja, itu menyakiti perasaan Sehun.

Dengan terpaksa, Sehun berdiri dan menatap Lisa dengan begitu sendu, kemudian memaksa senyum di wajahnya.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Jangan lupa minum obat setelah makan," katanya mengingatkan. Sehun bermaksud untuk mengusap kepala Lisa, tapi gadis itu menghindar dan sebisa mungkin tidak membuat kontak apa pun dengan sang guru.

Hanya begini saja, Sehun sudah merasakan betapa sakitnya. Lalu, bagaimana dengan Lisa yang selama ini  selalu dianggapnya sebagai lalat pengganggu? Bagaimana perasan Lisa setiap kali Sehun menolaknya? Laki-laki itu tidak pantas untuk mengeluh di saat rasa sakit yang diberikannya pada Lisa jauh lebih banyak dan berlipat.

"Aku pulang dulu." Sehun berpamitan lagi. Sama seperti sebelumnya, laki-laki itu tidak mendapatkan respons apa pun dari anak muridnya.

Jika tadi Lisa memandang punggung Sehun saat keluar dari kamar, maka kali ini Lisa tidak melakukannya. Gadis itu tidak memandang Sehun seperti yang biasa dilakukannya.

Sama seperti Sehun yang merasa sakit atas sikap Lisa, gadis itu merasakan sesak ketika harus bersikap seperti tadi pada gurunya. Air matanya jatuh saat pintu terdengar menutup dengan lembut. Rasa laparnya hilang entah ke mana, tergantikan dengan rasa sakit di hatinya.

"Berhenti menangis, Lalisa." Gadis itu mengingatkan dirinya saat menghapus air mata. Sebelah tangannya digunakan untuk mengaduk bubur. "Kau dan Oh Ssaem memang tidak ditakdirkan untuk bersama."

Lisa menyerah. Benar-benar menyerah untuk berkencan dengan sang guru matematika yang begitu digilainya.

📸📸📸

Lisa absen selama dua hari tanpa keterangan. Gadis itu tidak peduli dengan absensinya. Toh, orang tuanya adalah pemilik 30% saham atas yayasan tempat Lisa bersekolah. Artinya, sebanyak apa pun Lisa absen tanpa keterangan atau membolos, tidak ada yang bisa memarahinya. Meski begitu, Lisa tidak pernah memanfaatkannya untuk hal-hal yang salah atau memamerkan pada orang kalau dia memiliki kuasa yang lebih tinggi dari murid mana pun di sekolahnya.

Biasanya Lisa akan dengan semangat menunggu jam pelajaran Sehun, tapi untuk pertama kalinya gadis itu memilih bolos. Tepat sebelum bel berbunyi untuk pelajaran terakhir, Lisa keluar dari kelas tanpa membawa  tasnya.

"Lalisa." Sehun memanggil untuk mengisi absen anak-anak muridnya dan mengedarkan pandangan untuk mencari sang pemilik nama. "Lalisa," panggilnya sekali lagi.

Sejak awal Sehun memang tidak melihat kehadiran Lisa, tapi ada tas di tempat duduk gadis itu, membuat Sehun berpikir kalau Lisa hanya pergi ke toilet.

"Ssaem, sepertinya Lisa bolos," kata seorang anak laki-laki yang merupakan ketua kelas.

"Tapi itu tasnya, 'kan?" Sehun menunjuk tempat duduk Lisa dengan penuh kebingungan.

"Lisa memang selalu meninggalkan tasnya saat bolos, Ssaem." Sang ketua kelas kembali memberikan jawaban.

"Kapan terakhir kau melihatnya?"

"Sepertinya saat jam istirahat terakhir tadi dia masih di sini."

"Kau yakin dia bolos dan bukannya sakit?" Sehun bertanya dengan penuh selidik. Bukannya dia curiga, laki-laki itu hanya ingin memastikan karena dua hari sebelumnya gadis itu memang sakit.

Anak laki-laki itu menggeleng tidak yakin. "Kupikir Lisa sudah tidak sakit lagi, Ssaem. Dia terlihat baik-baik saja hari ini."

Sehun mengangguk dan kembali melanjutkan absennya. Diam-diam dia memikirkan kenapa Lisa memilih bolos saat jam pelajarannya, padahal selama ini Lisa tidak pernah sekali pun bolos. Bahkan di saat gadis itu demam sekali pun, Lisa tetap memaksakan diri untuk tidak melewatkan pelajaran Sehun.

Konsentrasi Sehun pecah saat mengajar. Laki-laki itu beberapa kali salah memasukkan rumus, beruntung ada anak muridnya yang sigap mengoreksi kesalahan sang guru yang tengah galau karena murid nakal—kesayangannya—membolos di jam pelajarannya.

Selesai memberikan beberapa contoh soal, Sehun meminta muridnya untuk mengerjakan soal yang baru saja diberikannya, sementara dia sibuk dengan ponsel.

Laki-laki itu mengirimkan pesan pada Lisa dan menanyakan keberadaan gadis itu. Apa yang membuat Sehun merasa ingin marah adalah saat Lisa hanya membaca pesannya tanpa membalas.

Lagi, Sehun mengirimkan pesan pada Lisa dan masih tetap tidak mendapatkan balasan apa pun. Lisa hanya membacanya saja.

Tampaknya gadis itu tidak ingin berhubungan lagi dengan sang guru, hingga memilih untuk mengabaikan.

Sial! Sehun tidak tahan diabaikan Lisa seperti ini.

"Lanjutkan tugas kalian. Aku harus keluar sebentar untuk menelepon."

Sehun benar-benar tidak bisa diabaikan seperti ini, hingga dia memutuskan untuk menelepon Lisa dan beruntung sekali teleponnya diangkat, alih-alih di-reject.

"Kau di mana? Kenapa membolos di jam pelajaranku?" Sehun terdengar protes. Pandangannya mengedar untuk memastikan tidak ada siapun di sekitarnya.

"Aku di mana dan kenapa aku membolos, itu sama sekali bukan urusanmu, Ssaem." Lisa membalas dengan dingin. Nada bicara yang sebelumnya tidak pernah dia gunakan pada sang guru sejelek apa pun suasana hatinya. "Memang apa pedulimu?"

"Lalisa, aku adalah gurumu. Aku jelas peduli padamu." Sehun membalas dengan penuh penekanan. Laki-laki itu terdengar tidak suka karena pernyataan Lisa sebelumnya.

"Kau tidak peduli padaku, tapi kau hanya kasihan." Lisa meralat dengan nada yang terdengar dingin. "Jika kau memang peduli padaku, alih-alih kasihan, sudah sejak dulu kau tidak mengabaikanku."

"Kau berubah menjadi sangat perhatian padakku setelah mendengar cerita betapa menyedihkan diriku. Jika kau tidak mendengarnya, mungkin sampai saat ini kau masih tetap mengabaikanku." Lisa menambahkan dengan panjang lebar saat Sehun kehabisan kata untuk merespons. "Dan sebenarnya aku lebih suka begitu."

Sehun menarik napas dalam. Laki-laki itu tidak ingin berdebat di telepon.

"Tolong katakan saja di mana kau sekarang. Aku akan menemuimu setelah mengajar nanti." Sehun terdengar sedikit memohon.

"Aku di Taman Woosun. Aku tunggu lima belas menit dari sekarang." Lisa mengatakannya dengan penuh keangkuhan. "Jika kau tidak datang dalam lima belas menit, maka aku akan pergi."

"Lima belas menit?" Sehun membeo, "Lisa, yang benar saja. Setidaknya aku perlu waktu setengah jam untuk bisa sampai ke sana." Jelas Sehun melayangkan protes.

"Waktumu lima belas menit, Ssaem dan sepuluh detikmu sudah terbuang percuma." Lisa mengingatkan di seberang sana.

Sial, sepertinya Lisa memang ingin menyiksa Sehun.

"Baiklah. Tunggu aku di sana."

Alih-alih mengiakan, Lisa malah memutuskan sambungan secara sepihak, membuat Sehun benar-benar sangat terpukul karena sikapnya.

Saat ini Sehun tidak boleh marah karena memang dialah yang salah. Laki-laki itu harus mengerti dengan sikap si gadis berponi yang sedang berusaha menjauhinya.

Sehun kembali ke kelas dengan terburu-buru dan mengatakan pada anak-anak untuk menyelesaikan tugas yang tadi diberikannya, kemudian menyerahkan sisanya pada sang ketua kelas.

Laki-laki itu tahu jika dia tidak akan bisa sampai tepat waktu jika menggunakan mobil, maka dari itu Sehun meminjam skuter milik penjaga sekolah dan menukarnya dengan kunci mobil miliknya sebagai jaminan.

Sehun mengendarai skuter pinjamannya dengan kecepatan di atas rata-rata, bahkan nyaris menyerempet karena terlalu ugal-ugalan.

Hei, bukankah saat ini Sehun terlihat seperti laki-laki yang sedang mengejar gadis yang paling dicintainya di seluruh alam semesta dan menahannya agar tidak pergi ke mana-mana? Dia terlihat seperti mengejar waktu.

Selama dalam perjalanan, laki-laki itu merapalkan doa agar Lisa masih menunggunya di taman. Sehun benar-benar perlu bertemu dengan Lisa dan meluruskan kesalahpahaman saat ini.

Sehun hanya terlambat dua menit dan keterlambatannya memberikan hasil yang sia-sia. Lisa benar-benar pergi dari taman setelah mengirimkan pesan pada Sehun.

Kau terlambat. Aku pergi dulu.

"Argh, sial!" Sehun melemparkan helmnya karena marah. Persetan jika pelindung kepala itu pecah karena menghantam tanah.

Sehun benar-benar dibuat frustrasi karena tingkah Lisa. Rupanya gadis itu sulit sekali dijangkau jika sudah memutuskan untuk menjauh.

Dan Sehun memerlukan usaha yang sangat besar untuk kembali menarik perhatian gadis itu, sama seperti yang Lisa lakukan selama ini.

📸📸📸

Tadam, Tadam, Tadam ~

Oh Ssaem sudah mulai tersiksa karena tingkah murid kesayangannya.

Mau disiksa lagi atau udah segini aja? 🌚🌚🌚🌚

Aing akan sangat berterima kasih jikalau kalian ingin request siksaan untuk Oh Ssaem. BIAR AING TIDAK MIKIR SENDIRI GITULOH 😭😭😭😭

Dadah~ Sampai ketemu di chapter selanjutnya 😘😘😘

11 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro