02. Naughty Girl [2]
LILIES, KALIAN PADA STREAMING LSG, 'KAN? Kalian gak boikot LSG, 'kan? 🙃🙃🙃🙃🙃
Kalem, tenang, tarik napas. Tutup kuping rapat-rapat dan fokus sama Soonli.
Aing kasih obat penawar biar tydac ice mochi.
Happy reading ~
🎌🎌🎌
"Aw, Ssaem!" Lisa memekik histeris kala ada yang menyentil keningnya dengan sangat keras, hingga jentikannya terdengar memenuhi ruangan.
"Berhenti tersenyum," kata Sehun dengen nada jengkel dan tatapan malas. "Air liurmu hampir menetes karena menatapku dengan mulut menganga."
Sontak saja Lisa mengedarkan pandangannya guna mencari kebenaran dan punggungnya terlempar ke kursi saat menyadari kalau dirinya bahkan tidak berdiri apa lagi berciuman dengan Sehun.
SIAL! CIUMAN TADI HANYALAH MIMPI!
"Ssaem." Lisa merengek tanpa alasan yang jelas. Kakinya menjejak sebal di lantai. "Kenapa aku duduk di kursi dan bukannya di meja?" protesnya tidak suka.
Alis Sehun berkerut bingung. Dia tidak paham dengan apa yang Lisa permasalahkan saat ini. "Sejak tadi kau memang duduk di kursi. Apa kau pikir aku memaksamu untuk duduk?"
"Harusnya aku duduk di meja dan berciuman denganmu, Ssaem!" rengek Lisa dengan nada manja. Lalu, berdiri agar bisa lebih sejajar dengan sang guru tetampan.
Sehun meringis. Kerutan di alisnya semakin banyak karena ocehan Lisa yang terdengar semakin gila dan tidak ada sopan santunnya sama sekali.
"Rupanya bukan hanya tidak tahu malu saja, tapi otakmu juga sudah rusak," decih Sehun. Dia menggeleng prihatin melihat tingkah Lisa. "Bagaimana bisa kau berkhayal kotor seperti itu saat berada di sekolah?"
"Itu bukan khayalan kotor, Ssaem," bantah Lisa tidak terima, "Tapi itu adalah khayalan yang manis."
"Daripada memikirkan khayalan kotor seperti berciuman, lebih baik pikiran nilai ujianmu hari ini," tegas Sehun berapi-api. Telunjuknya mendorong pelan kepala Lisa. "Gunakan otakmu untuk belajar, bukannya berkencan."
"Bagaimana aku bisa memikirkan pelajaran kalau kau terus berlarian di dalam kepalaku?" tantang Lisa seolah semua ini adalah salah Sehun seutuhnya. "Kaulah yang membuatku tidak bisa belajar dengan tenang, Ssaem. Kau selalu mengabaikanku!" Lisa memuntahkan rasa kesalnya dengan bibir mengerucut.
Sehun semakin tidak mengerti dengan gadis di depannya yang sedang merengek meminta pertanggungjawaban.
"Apa aku pernah memintamu untuk memikirkanku?" tantang Sehun balik, "Kaulah yang selalu menggangguku."
"Itulah masalahnys, Ssaem!" pekik Lisa berapi-api. Langkahnya mengikis jarak, membuat lawan bicaranya mengambil langkah mundur. "Kau bahkan tidak memintanya, tapi kenapa aku selalu memikirkanmu?"
Jujur saja, Sehun tidak ingin mengambil risiko atas gadis sinting di depannya ini. Itulah kenapa dia berusaha untuk menjaga jarak.
"Salahkan isi kepalamu," balas Sehun setengah jengkel.
"Semuanya jelas salahmu, Ssaem! Kau terlalu tampan. Aku jadi tidak bisa berpaling darimu," sahutnya dengan kekehan geli. "Jika kau tidak tampan, aku juga tidak akan sudi memikirkanmu, Ssaem."
Jadi, haruskah Sehun menjadi jelek lebih dulu agar anak muridnya yang satu ini berhenti mengejarnya?
Laki-laki itu membuang pandangan dari wajah cantik yang setia menatapnya. Dia harus menarik napas dalam untuk menghadapi Lisa dan kenakalannya.
"Berkencanlah denganku, Ssaem," bisik Lisa. Gadis itu berada sangat dengan wajah Sehun. Hanya berjarak kurang dari sejengkal dan bibirnya akan mencapai bibir idaman di depannya.
Sehun menoleh cepat dan terkejut karena jaraknya dan Lisa yang terlalu dekat. Wajah gadis itu terlihat lebih cantik saat dilihat dari jarak dekat.
Bibirnya tebalnya begitu cerah merekah, membuat Sehun bertanya-tanya bagaimana terkstur bibir gadis di depannya.
Dengan senyum miringnya, Sehun menarik pinggang Lisa, membuat perut mereka saling menempel satu sama lain, kemudian mendekatkan wajah pada Lisa.
"Dapatkan nilai delapan untuk evaluasi bulan depan, maka aku akan berkencan denganmu," balasnya berbisik.
Mata Lisa berbinar cerah. Tubuhnya melompat ringan dan semakin merapatkan diri pada Sehun dengan tangan yang melingkari leher laki-laki itu. "Bagaimana kalau tiga saja? Delapan terlalu tinggi, Ssaem," tawarnya sambil memamerkan deretan gigi rapinya.
Sehun tersenyum dengan sangat lembut. "Delapan atau tidak sama sekali," katanya sambil melepaskan tangan Lisa dari lehernya.
Gigi Lisa gemertak. Dia ingin menawar yang lebih rendah dari tiga sebenarnya, tapi bagaimana caranya?
"Tapi kau harus menjadi tutorku!" celetuknya antusias.
"Ada ribuan tutor di luar sana yang bisa mengajarimu."
"Tapi hanya kau yang kuinginkan untuk menjadi tutorku, Ssaem," balas Lisa bersikeras.
Nyatanya tidak ada yang bisa melawan kehendak Lisa. Sekarang Sehun menyesal karena sudah menawarkan hal sebodoh itu pada Lisa. Dia menyingkirkan tubuh Lisa dari hadapannya.
"Menyingkirlah, kau mengganggu pemandanganku," katanya setengah lelah.
Sehun berjalan ke meja guru untuk membereskan sisa barang-barang sebelum pulang, tapi siapa yang tahu Lisa menarik lengannya dan mengukuhkan diri tepat di hadapannya, kemudian menciumnya tanpa izin.
Untuk kali ini, Lisa benar-benar mencium Sehun, tepat seperti yang dibayangkan. Bibirnya secara sadar melahap bibir Sehun yang terasa sangat lembut dan manis.
Sehun terpaku dengan kegilaan Lisa saat ini. Tubuhnya membeku karena serangan tidak senonoh dari muridnya yang tidak tahu tata krama ini. Sementara Lisa mengabsen bibir sang guru tampan atas bawah tanpa ampun dan menimbulkan kecapan tipis.
Mata Sehun membulat saat melihat seseorang yang berjalan di dekat jendela. Langsung saja di mendorong Lisa untuk merapat pada dinding dan bersembunyi di balik pintu.
Mau ditaruh di mana wajah Sehun jika dia ketahuan berciuman di kelas saat jam pulang sekolah bersama salah satu muridnya?
Eh, berciuman?
Sial! Nyatanya Lisa masih tidak ingin melepaskan tautan bibirnya, bahkan setelah bergeser beberapa langkah. Justru gadis itu malah semakin nakal dengan menggigit kecil bibir Sehun.
Sehun mendorong bahu Lisa hingga menabrak dinding, membuat gadis itu terkejut karena tautan bibir yang terputus tiba-tiba.
"Ini peringatan terakhir," tegas Sehun. Tatapannya terlihat tajam dan tidak ingin ada bantahan. "Jika kau berani menggodaku, apa lagi menciumku, jangan harap bisa masuk ke dalam kelasku untuk semester ini."
"Ssaem, kenapa bibirmu manis sekali? Apa kau baru saja makan permen?" tanya Lisa dengan penuh rasa ingin tahu.
Sama sekali tidak ada kepedulian yang ditunjukkan atas peringatan Sehun barusan. Justru gadis itu malah semakin menujukkan ketertarikannya pada Sehun.
Sehun menyerah.
Dia tidak sanggup menghadapi Lisa. Rasanya ingin mengundurkan diri saja dari SMA Kirin karena tidak bisa menghadapi Lisa lebih lama lagi.
"Dan bibirmu sangat lembut, Ssaem," tambah Lisa dengan tawa geli. "Aku menyukainya."
Sehun menggeleng. Buru-buru dia menjauh dari Lisa sebelum kepalanya pecah karena tindakan demi tindakan yang gadis itu lakukan.
"Jaga jarak tiga meter dariku!" tegas Sehun saat Lisa mencoba untuk mendekatinya.
Sontak saja Lisa mematung di tempat karena peringatan tegas Sehun. Dia tidak benar-benar takut dengan ancaman Sehun, hanya saja gadis itu tidak ingin semakin dijauhi oleh sang guru tercinta.
"Oke, aku akan jaga jarak," kata Lisa menyanggupi dengan anggukan kecil. "Karena aku sudah jaga jarak, maukah kau berkencan denganku, Ssaem?"
Nyatanya Lisa tidak menyerah dengan keinginannya untuk bisa berkencan dengan sang guru matematika. Gadis itu akan mundur sampai benar-benar merasa tidak bisa menggapai Sehun. Apa yang dia lakukan saat ini belum seberapa, bahkan tidak masuk dalam hitungan sebagai usaha. Jadi, pasti akan lebih banyak kegilaan yang Lisa lakukan untuk mendapatkan Sehun.
"Delapan." Sehun menegaskan dengan singkat. Tatapannya terlihat meremehkan gadis sinting di depannya.
Lisa mendesah kasar. Bagaimana mungkin bisa mendapatkan nilai delapan, sementara untuk menyentuh angka tiga saja gadis itu harus jungkir balik dulu.
"Bagaimana kalau lima saja, Ssaem?" Lagi-lagi Lisa melakukan penawaran pada sang guru. Wajahnya dibuat seimut mungkin untuk menarik perhatian Sehun. "Aku akan mendapatkan angka delapan di evaluasi tiga bulan yang akan datang."
Sehun menggeleng, pertanda tidak menerima penawaran apa pun.
"Ah, Ssaem," rengek Lisa. Gadis itu menjejakkan kakinya dengan manja. "Bayi saja perlu merangkak dulu sebelum berjalan. Mana mungkin aku bisa mendapatkan nilai delapan jika untuk mendapatkan angka bebek saja aku harus begadang menghafalkan rumus."
Sehun tersenyum dengan lembut dan mengusap kecil kening Lisa. "Itulah tantangannya. Dapatkan nilai delapan dan kita akan berkencan."
Mendengar kata kencan membuat mata Lisa berbinar cerah. Seketika saja semangat membakar adrenalinnya dengan begitu cepat.
"Janji kalau kita akan berkencan jika aku mendapatkan nilai delapan?" tanya Lisa memastikan. Tatapannya terlihat menyelidik.
"Kau pikir aku akan berbohong?" balas Sehun sarkastis.
Lisa bergumam. Dia sedang mempertimbangkan tantang Sehun. Gadis itu tidak akan berpikir jika tantangan yang diberikan bukanlah mendapatkan nilai delapan untuk evaluasi bulan depan.
"Setuju. Delapan." Pada akhirnya Lisa menyetujui dengan sangat amat terpaksa. Wajahnya penuh keraguan.
Wajar jika Lisa meragukan dirinya sekarang. Standar nilai yang ditetapkan terlalu tinggi. Gadis itu bahkan tidak pernah membayangkan bisa menyentuh angka enam tanpa harus jungkir balik, tapi Sehun membuatnya harus berpikir untuk meraih angka yang mustahil itu.
Tanpa sadar Sehun memberikan senyum tulus pertamanya pada Lisa—tanpa gadis itu ketahui. Lalu, menjauhi si gadis yang tengah berpikir mati-matian.
"Pulanglah, hari sudah semakin sore," kata Sehun mengingatkan. Dia memang kesal karena sikap Lisa yang dirasa sangat mengganggu, tapi tidak bisa menahan kepeduliannya sebagai seorang guru.
Lisa berjalan tanpa semangat ke mejanya, mengambil tas birunya di atas meja, kemudian menyeretnya—benar-benar menyeretnya seolah benda itu sama sekali tidak penting.
"Hati-hati di jalan, Ssaem," kata Lisa sebelum benar-benar keluar dari kelas.
Sehun menggeleng tidak habis pikir. Dia bingung kenapa bisa memiliki murid seajaib Lisa yang sifatnya sama sekali tidak bisa ditebak.
"Semoga saja dia tidak memiliki semangat juang yang tinggi," gumam Sehun harap-harap cemas.
🎌🎌🎌
Salah jika Sehun berpikir Lisa akan menyerah untuk mendapatkan nilai delapan. Nyatanya gadis itu bertekad untuk bisa berkencan dengan guru matematikanya.
Di sinilah Lisa sekarang. Berkeliling perpustakaan sekolah dengan beberapa tumpukan buku di tangan. Gadis itu tidak tahu harus mencari bahan pelajaran yang seperti apa, dia hanya sekadar mengambil buku dengan deretan angka yang ada di sampulnya.
"Kau harus mendapatkan nilai delapan dan berkencan dengan Oh Ssaem," tegas Lisa pada dirinya sendiri. Tangannya dikepalkan untuk mencari sisa-sisa semangatnya.
Namun, saat membuka asal halamannya Lisa terpaku. Dia diam dan menatap kosong dengan mulut menganga, lalu matanya mengedip seolah perih karena menatap deretan angka di depannya.
Sial! Lisa benar-benar tidak mengerti dengan apa angka-angka itu lakukan di dalam sana.
"Kenapa huruf ditambah huruf bisa jadi angka?" gumam Lisa penuh kebingungan. Gadis itu seperti tidak pernah melihat angka sebelumnya. Kepala yang tidak gatal digaruk kasar. "Kenapa rasanya seperti aku baru saja keluar dari goa dan langsung dihadapkan pada aritmatika?"
Lisa mendesah dan melemparkan punggung ke sandaran kursi. "Jika itu hanya pengurangan dan penambalan, aku pasti bisa mendapatkan nilai 10 dari Oh Ssaem."
Sayangnya, tugas Lisa lebih dari sekadar penambahan dan pengurangan.
"Baiklah, Lalisa." Sang pemilik nama menegakkan tubuh dan memantapkan tekadnya. "Dapatkan nilai empat saja dan sisa poinya dapatkan dengan keahlianmu," katanya dengan senyum yang penuh dengan kemenangan.
Lisa pikir dia punya bakat tersembunyi yang bisa digunakan untuk mendapatkan nilai tambahan dari guru matematika itu dan yakin betul kalau Sehun akan jatuh ke dalam pelukannya.
Cepat atau lambat.
Setidaknya sudah tiga jam Lisa menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk mengerjakan deretan angka di depannya, tapi tidak ada satu pun yang bisa dia selesaikan sampai tuntas. Gadis itu selalu saja mengganti soal yang baru jika dirasa tidak bisa menyelesaikannya.
Lisa mendesah kasar dan melemparkan punggung pada kursi. "Kenapa Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi harus menemukan angka yang kemudian dikembangkan menjadi pecahan angka yang sangat memusingkan seperti ini?" gerutunya tidak terima.
Gadis itu seakan tidak suka dengan ilmuwan yang telah menemukan deretan angka yang sangat berpengaruh dalam segala sisi kehidupan manusia.
"Harusnya manusia cukup mengenal angka satu sampai sembilan saja."
Tampaknya Lisa benar-benar membenci angka, tapi sialnya dia justru malah tertarik pada laki-laki yang mencintai angka. Terlihat seperti hubungan mereka tidak akan berjalan dengan mulus.
Lisa menyerah. Dia memutuskan untuk pulang saat gemuruh langit terdengar samar. Hari sudah sore dan sepertinya akan turun hujan. Jadi, Lisa harus segera sampai di rumah agar tidak kehujanan.
Gadis itu mengambil asal payung yang berada di sisi pintu perpustakaan untuk berjaga-jaga. Lisa berjanji akan mengembalikannya besok pagi tanpa lecet sedikit pun.
Sebenarnya, Lisa sudah kehilangan semangatnya sore ini karena pusing memikirkan deretan angka, terlebih lagi dia tidak bertemu Sehun seharian ini karena tidak ada mata pelajaran sang guru tampan idaman hati.
Namun, tiba-tiba saja matanya berbinar cerah saat melihat Sehun yang berjalan keluar gerbang sambil melindungi kepalanya dari tetesan air.
Oh, ternyata hujan mulai turun tanpa Lisa sadari. Gadis itu terlalu sibuk dengan rasa lelah yang mendera otaknya, hingga enggan melihat sekeliling yang sudah tampak sepi dan hanya menyisakan beberapa klub ekstrakurikuler.
Lisa membawa payung, tapi bodohnya dia tidak menggunakan benda itu dan malah menerobos hujan begitu saja yang terasa semakin deras, saat gadis itu menginjakkan kaki di depan gerbang koridor.
Tujuan Lisa saat ini sudah jelas untuk menghampiri Sehun yang sedang berteduh di halte.
"SSAEM!" Lisa berseru heboh kala mencapai posisi Sehun. Wajahnya terlihat begitu cerah karena akhirnya bisa melihat sang guru hari ini. "Akhirnya aku bisa melihatmu hari ini. Aku sudah mencarimu sejak pagi, tapi kau tidak ada," keluhnya dengan bibir mengerucut.
Sehun mendelik. Kehadiran Lisa saat ini jelas bukan sesuatu yang dia inginkan. Tindakan tidak sopan gadis itu kemarin masih membuatnya agak jengkel.
"Apa yang kau lakukan di sekolah jam segini?" Sehun bertanya dengan agak malas. Gadis seperti Lisa bukanlah tipe yang suka berlama-lama di sekolah.
Senyum Lisa merekah dengan sangat lebar. Hampir-hampir saja bibir gadis itu robek karena terlalu senang dengan kepedulian Sehun yang tidak seberapa.
"Aku belajar matematika untukmu, Ssaem," balas Lisa dengan cengiran. "Aku belajar dengan sangat keras hari ini, sampai-sampai rasanya kepalaku terbakar," tambahnya dengan penekanan yang sedramatisir mungkin untuk mencari perhatian Sehun.
Sehun mendecih sinis dan memalingkan wajah dari Lisa. "Aku berani bertaruh kalau kau hanya hanya mampu menatap angka selama dua menit."
"Aku belajar selama tiga jam lebih, Ssaem dan mengerjakan puluhan soal," bantah Lisa dengan penekanan. Dia ingin sang guru tercinta tahu seberapa keras usahanya hari ini dan benar saja, Sehun menoleh dengan terkejut. "Tapi tidak ada satu pun yang kuselesaikan. Semuanya berakhir di tengah jalan," tambahnya dengan tawa geli yang menertawakan kebodohannya sendiri.
"Mengerjakan puluhan soal tanpa menemukan hasil akhirnya dengan jawaban yang benar tidak akan membuatmu bisa berkencan denganku," balas Sehun meremehkan. Senyum penuh kemenangan tercetak jelas di wajahnya karena berpikir Lisa tidak akan pernah mencapai target yang diberikan.
"Tenang saja, Ssaem," balas Lisa menenangkan. Senyumnya terpatri dengan ambisi yang tidak diketahui Sehun. "Aku baru berusaha sehari dan masih ada banyak hari ke depannya. Jangan pernah meremehkan kucing jalanan yang sedang kelaparan, Ssaem."
Kucing jalanan yang kelaparan?
Dari sekian banyak perumpaan kenapa Lisa memilih kucing jalanan untuk dijadikan penggambaran dirinya?
Benar-benar gadis aneh, pikir Sehun dengan gelengan singkat.
"Terserah apa katamu saja," balas Sehun setengah acuh. Dia jelas tidak peduli dengan apa yang akan Lisa lakukan. Satu hal yang dia yakini adalah Lisa tidak akan pernah mencapai target yang diberikan.
Lisa hanya membalas dengan senyum. Lalu, menarik tangan Sehun tanpa izin, membuat sang empunya terkejut dan ingin melayangkan protes.
"Ambil ini, Ssaem." Lisa menyerahkan payung curiannya pada Sehun. "Sepertinya kau lebih membutuhkannya dari aku."
Lisa sudah memperhatikan Sehun sejak awal datang dan laki-laki itu menatap tetesan air hujan dengan sedikit gelisah, membuat Lisa berpikir kalau sang guru enggan berbasah-basahan dan ingin segera pulang.
Sehun sendiri terkejut dengan senyum yang ditinggalkan, sebelum Lisa berlari menerobos hujan dan pergi entah ke mana. Padahal jelas-jelas gadis itu mencuri payung agar tidak kehujanan, tapi ujung-ujungnya dia tetap saja basah karena merelakan payungnya untuk sosok yang disukai.
"Gadis itu memang tidak waras," gumam Sehun penuh keyakinan.
Setelah mencibir, kini Sehun tersenyum kecil karena payung yang diberikan Lisa untuknya. Laki-laki itu menatap hangat payungnya karena kepedulian gadis sinting selalu mengganggunya.
"Tidak! Tidak!" Sehun menggeleng tegas saat pikirannya terpaku beberapa detik pada Lisa. "Jangan pedulikan bocah sinting itu. Anggap saja kehadirannya tidak pernah ada."
Sehun menanamkan hal itu di dalam pikirannya, tapi diam-diam dia memikirkan pakaian Lisa yang pasti akan tembus pandang di bawah guyuran air hujan.
"Dasar bodoh!" decak Sehun, "Jelas-jelas dialah yang lebih membutuhkan payung ini."
Sehun bertengkar dengan dewi batinnya saat sosok Lisa masih terjangkau olehnya. Gadis itu berlari dengan kedua tangan yang menutupi kepala. Laki-laki itu berdecak sebal seraya membuka payungnya.
"LALISAAA!"
🎌🎌🎌
Cieeeee, pak guru mau nyamperin anak muridnya yang lagi basah kuyup 🌚🌚🌚🌚🌚
Gaes, maaf ya, kalau aing menyajikan ampas tidak berbobot seperti ini. Kalau dibandingkan sama Partner, ini lapak gak pakai mikir sama sekali dan sama sekali tidak ada ilmunya 🤣🤣
Aing merasa berdosa sebenarnya karena bikin karakter Lisa setengah waras gini, tapi Lisa-nya lucu banget, gak tega mau aing anggurin 🤣🤣
Dadah~
3 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro