Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 9

"Apa yang diinginkan pak tua itu sehingga mengirimmu ke sini, Paman?" tanya Youngjae pada Jonghyun yang duduk berhadapan dengannya di ruang tamu dengan nada bicara yang tak bersahabat.

"Presiden menyuruhku mengambil laporan keuangan perusahaan."

"Begitu ya. Kalau begitu katakan padanya bahwa mulai hari ini dia tidak perlu repot-repot lagi menyuruh orang ke kantor ataupun ke rumah."

Daehyun hanya bisa menghela napas pelan. Kenapa sifat Youngjae sering berubah-ubah, bahkan dalam waktu yang singkat. Sebenarnya bagaimana orang orang di sekelilingnya memperlakukannya selama ini.


"Beliau berpesan bahwa jika kau tidak memberikannya, maka kau sendiri yang harus datang ke Cheong Wa Dae."

Youngjae mendengus kesal sembari memalingkan wajahnya. "Daehyun, ambilkan berkas yang aku titipkan padamu tadi."

"Baik." Daehyun menunduk sekilas dan berjalan menuju kamar Youngjae.

Jonghyun menaikkan sebelah alisnya melihat Daehyun. Sepertinya hal ini belum pernah terjadi sebelumnya karena memang selama ini y6oungjae tidak mengizinkan semua orang menyentuh barang-barang pribadinya maupun dokumen perusahaan. Jonghyun berpikir bahwa Youngjae telah banyak berubah, tapi kenapa dia begitu mempercayai Daehyun yang baru ditemuinya kemarin.

Kurang dari satu menit Daehyun kembali sembari membawa berkas yang diminta oleh Youngjae. Daehyun memberikannya pada Youngjae yang langsung memeriksa berkas tersebut. Youngjae membalik-balik berkas tersebut dan mengerutkan dahinya.

"Apa mereka sudah gila?" gumam Youngjae, membuat Daehyun dan Jonghyun serempak melihat ke arahnya dengan tatapan bertanya. Tiba-tiba terdapat kemarahan pada raut wajah Youngjae. Youngjae meraih ponselnya yang berada di meja dan menghubungi seseorang.

"Sekertaris Kim."

"..."

"Besok pagi suruh manager keuangan menemuiku."

Youngjae langsung memutuskan sambungan dan melempar ponselnya di atas sofa di sampingnya duduk, kemudian dia menutup berkas di tangannya dengan kasar dan menaruhnya di meja seperti sedang melemparnya.


"Besok malam saat pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang, akan aku berikan padanya. Sekarang pulanglah," ujar Youngjae tanpa merubah nada bicaranya.

Setelah mendapatkan kepastian Jonghyun pun beranjak dari duduknya. Dia membungkuk sekilas ke arah Youngjae.

"Aku akan mengantar Paman," ujar Daehyun dan berjalan keluar beriringan dengan Jonghyun.

Ketika sampai di pintu depan Jonghyun menghadap ke arah Daehyun, sebenarnya dia sedikit heran kenapa Daehyun memakai kaca mata. Apa hanya sekedar untuk bergaya, tapi dia tidak ingin ikut campur urusan anak muda selama itu tidak mengganggu tugasnya sebagai Kepala Keamanan.

"Pastikan untuk selalu berada di belakangnya."

Batin Daehyun sedikit tersentak dengan ucapan Jonghyun. Dia seperti pernah mendengar perkataan yang sama sebelumnya. "Aku mengerti, hati-hati di jalan"

Keduanya saling merendahkan kepala sekilas sebelum Jonghyun masuk ke mobil dan meninggalkan halaman kediaman Youngjae. Dan satu lagi catatan bahwa gerbang utama rumah Youngjae menggunakan pengenal wajah yang akan terbuka secara otomatis ketika wajah mereka terdeteksi.

"Apapun yang terjadi tetaplah berada di belakangku."

"Pastikan kau selalu berada di belakangnya."

Daehyun teringat perkataan Youngjae saat di Cheong Wa Dae sama dengan apa yang dikatakan Jonghyun barusan padanya. Daehyun melihat mobil Jonghyun yang terlihat semakin mengecil. Dalam hati dia bertanya-tanya, kenapa mereka ingin dia selalu berada di belakang Youngjae seakan-akan Youngjae akan celaka jika dia tidak berdiri di belakangnya.


"Jung Daehyun ..."

Terdengar teriakan Youngjae dari dalam. Daehyun membuang napasnya dan berjalan masuk. Daehyun berjalan ke ruang makan setelah tidak menemukan Youngjae di ruang tamu.


"Hanya mengantarkannya ke depan, kenapa lama sekali? Lagi pula kenapa kau harus mengantarnya? Memang dia ayahmu? Kalau begitu sekalian saja kau ikut dengannya."


Daehyun tersenyum tidak percaya, kenapa Youngjae begitu menyebalkan di saat dia memiliki waktu luang.

6youngjae mengangkat kepalanya karena tidak mendapat respon dari Daehyun. "Kenapa? Kenapa kau diam saja"

"Cepat habiskan makan malammu, aku akan ke paviliun belakang."

Langkah Daehyun terhenti karena Youngjae lagi-lagi bersuara.

"Untuk apa kau ke paviliun belakang? Kau, kan tidak tidur di sana."


"Apa kau ini bodoh? Aku juga perlu mengisi perutku. Sudahlah, berhenti bicara dan makan saja, apa itu masih sulit untukmu?"

"Ya."

"Ya?" Daehyun menatap Youngjae seakan tidak mengerti jalan pikiran Youngjae.

"Ambil piringmu dan temani aku makan. Makan bersama akan lebih baik dari pada hanya makan bersama angin," ujar Youngjae sembari memalingkan wajahnya tapi Daehyun bisa melihat ada kesedihan pada sorot mata Youngjae.

Apa selama ini dia selalu makan sendirian. Seharusnya tidak usah di tanya sudah pasti dia sendiri, dia adalah satu-satunya pemilik rumah yang tinggal di sana sedangkan para pelayan akan kembali ke paviliun belakang setelah pekerjaan mereka selesai. Dan dengan ini semua Daehyun baru mengerti bahwa kenakalan Youngjae selama ini semata-mata hanya karena merasa kesepian. Daehyun tidak pernah berpikir akan bertemu dengan orang seperti Youngjae.

"Tunggu apa lagi? Kau ingin berdiri di sana sampai berkarat?" sungut Youngjae.

Daehyun menarik sudut bibirnya dan kali ini dia benar-benar tersenyum.

Youngjae menatap heran ke arah Daehyun. "Ada apa dengan orang itu?" gumamnya.

Malam itu Youngjae tidak lagi sendiri duduk di meja makan. Meski bukan keluarga, entah kenapa Youngjae merasakan perasaan seperti memiliki keluarga,dia bahkan tidak pernah lagi makan bersama ibunya sejak dia di buang di rumah yang menjadi kediamannya sekarang ataupun alasan kenapa dia harus tinggal di sana. Yang Youngjae tahu hanyalah, bahwa presiden bukanlah pilihan yang tepat untuk menaruh kepercayaanmu ataupun pengabdianmu karena presiden hanya menujukkannya jalan menuju penderiataan, dan itulah sebabnya Youngjae sangat membencinya.




🍂🍂🍂🍂


Daehyun tengah mencuci piring di dapur. Sekilas dia menoleh ke arah Youngjae yang memeriksa berkas di meja dapur. Bukankah lebih baik jika dia pergi keruang tamu atau kamarnya kenapa harus di dapur. Tapi dilihat dari raut wajahnya, sepertinya Youngjae tengah serius. Setelah selesai Daehyun menghampiri Youngjae dan duduk berhadapan dengan Youngjae. Daehyun mengibas-ngibas bajunya seperti ingin menghilangkan sesuatu dari bajunya.

Youngjae sekilas melirik ke arah Daehyun, karena sebenarnya sedari tadi dia hanya membolak-balik berkasnya hanya sebagai alasan agar dia tidak merasa kesepian berada di kamar sendirian lagi pula Youngjae hanya perlu melihat nominal akhir dari laporan keuangan.




"Bukankah lebih efektif jika kau memeriksanya di ruang tamu?"




"Tidak, di sana terlalu sepi. Hantu di rumah ini akan menggangguku jika aku sendirian."



Daehyun menyunggingkan senyumnya seakan ingin mengatakan bahwa hal itu tidak lucu.


"Kenapa? Kau tidak percaya?"

"Jikapun ada hantu di sini, mereka pasti akan lari karena mendengar suaramu," ujar Daehyun dan beranjak pergi.

"Hey! Kau mau ke mana?"


"Mandi ..."


Tanpa Daehyun sadari, Youngjae mengikuti di belakangnya. Youngjae masuk ke kamar daehyun setelah ia mengembalikan berkasnya ke kamarnya dan tampaknya Daehyun masih belum keluar. Youngjae penasaran dengan isi kamar Daehyun dan menjarahnya sebentar, dia membuka setiap lemari seakan membuka miliknya sendiri,dia melihat sebuah buku ketika membuka salah satu laci. Youngjae mengambilnya dan membolak-baliknya, seulas senyum terukir di wajahnya dia menjatuhkan diri di ranjang daehyun dan membuka buku tersebut tapi sesuatu jatuh dari dalam buku dan mengenai wajahnya. Youngjae mengambilnya, sebuah foto. Youngjae mengamati foto tersebut dan bisa melihat Daehyun di antara lima orang lainnya yang ada dalam foto tersebut.


Daehyun keluar dari kamar mandi dan sedikit terkejut melihat Youngjae ada di kamarnya dan memegang barang miliknya, karena seingat Daehyun, dia menaruh buku tersebut di dalam laci.




"Apa yang kau lakukan? Apa kau menggeledah kamarku?" Daehyun merampas buku tersebut dari tangan Youngjae. "Jangan sembarangan menyentuh barang barangku!"




Youngjae hanya bergumam. Dia kemudian bangkit dan duduk di atas ranjang. "Jung Daehyun."


Daehyun menengok ke arah Youngjae dan melihat Youngjae memegang sesuatu.

"Siapa mereka?" tanya Youngjae sembari menunjukkan foto tersebut.


Daehyun kemudian berjalan menghampiri Youngjae dan duduk di sebelahnya, dia kemudian melihat foto di tangan Youngjae.




"Mereka saudaraku."


"Semua?" seru Youngjae membulatkan matanya.



"Bukan, mereka rekan yang sudah aku anggap sebagai keluarga."



"Siapa saja mereka?"




Daehyun menyebutkan nama satu persatu orang dalam foto tersebut sedangkan Youngjae memperhatikan dengan seksama.


"Dari kiri, Moon Jongup, Choi Junhong, Bang Yongguk, yang duduk di bawah Kim Suwong dan aku, dan yang terakhir Lim Jaebum"


Youngjae mengangguk-anggukkan kepala. "Lalu ke mana mereka sekarang?"



"Empat dari kami sudah mati."



"Apa?" Youngjae tampak terkejut. "Kenapa mereka bisa mati? Bukankah mereka masih muda?"




"Terjadi kecelakaan." Daehyun tiba-tiba bungkam seperti telah mengatakan hal yang salah.



"Kecelakaan?"




"Tidak, lupakan. Sekarang pergilah tidur, besok jadwalmu sangat padat," ujar Daehyun sembari mengambil foto tersebut dari tangan Youngjae.

Youngjae pun segera keluar dari kamar Daehyun meski dia masih ingin berada di sana.



Daehyun melihat kearah foto tersebut dengan tatapan bersalah, empat dari mereka sudah mati berarti masih ada satu lagi selain Daehyun yang masih hidup tapi sayangnya sampai sekarang tidak ada jaminan bahwa Yongguk masih hidup.



"Maaf, untuk semuanya"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro