PART 57 [The Day When We Lost]
Music On!!!
Pagi hari yang begitu ricuh, dimana koridor sekolah di penuhi oleh lalu-lalang para pelajar yang terkadang berlarian di sepanjang koridor dan bercanda dengan teman mereka. Namun di antara itu semua, perasaan terpuruk justru membelenggu senyum yang selalu terlihat di wajah Youngjae, karna hanya ada tatapan tajam dan ekpresi dingin yang kini tersisa di wajah nya.
Luka yang baru ia dapatkan kemarin mustahil akan hilang dalam waktu yang singkat, bahkan matanya yang sembab telah menunjukkan semuanya tanpa di jelaskan sekalipun.
Dia menyusuri koridor sekolah seorang diri, sungguh berbeda dengan kebiasaan ketika Kihyun tak lagi berjalan di samping nya. Si pembuat onar yang tiba-tiba menjelma menjadi sosok yang pendiam namun terlihat begitu mengerikan.
Langkah itu hampir terhenti ketika pandangannya mendapati sosok Kihyun yang datang dari arah berlawanan, dan menghentikan langkahnya ketika bertemu pandang dengan nya. Dengan membawa keraguan yang membelenggu hatinya, Youngjae tetap berjalan dan dengan pasti menuju ke tempat di mana Kihyun terpaku di sana.
Hanya berselang beberapa detik dan Youngjae telah berada di hadapan Kihyun, namun seperti tak melihat apapun Youngjae melewatinya begitu saja dan kembali menghancurkan perasaan Kihyun. Dia tahu dia bersalah karna menyembunyikan kebenaran, dan dia tahu bahwa kesalahan terbesarnya adalah saat dia menjadi anak dari ayah Youngjae. Dia tahu, tapi bukankah dia harusnya memiliki kesempatan untuk mengucapkan kata 'Maaf ' sebelum pergi. Meyakinkan diri sendiri, Kihyun berbalik dan memutuskan untuk menegur Youngjae yang baru dua langkah meninggalkan nya.
"Youngjae-ya."
Langkah itu terhenti, namun dia sama sekali tidak memiliki niatan untuk berbalik. Dia hanya menolehkan wajahnya ke samping dan melihat Kihyun menggunakan ekor matanya.
"Akan lebih baik jika aku tidak pernah melihat mu lagi setelah ini."
Perkataan yang terucap begitu dingin, bahkan membuat kata 'Maaf' itu tertelan oleh pahitnya kenyataan. Youngjae kembali melangkahkan kakinya, meninggalkan Kihyun dengan hati yang begitu dingin. Kihyun tidak ingin berharap, namun pada kenyataan dia sangat berharap.
Membawa kekecewaan nya, Kihyun berbalik. Mengambil langkah nya sendiri yang berlawanan arah dengan Youngjae, membiarkan langkah tertatih karna luka di kakinya membawanya pergi menjauh dari hadapan Youngjae. Sangat jauh hingga dia ragu akan bisa melihat Youngjae sekali lagi.
"Aku pergi, Youngjae-ya." Suara hati yang membimbing langkah nya yang semakin memberat ketika sesuatu seperti kembali menikam dadanya.
Dan ketika langkah tertatih itu semakin pergi menjauh, satu langkah di belakang nya kemudian terhenti. Perlahan Youngjae memutar kakinya, berbalik untuk menyaksikan Kihyun yang berjalan dengan pincang. Tatapan dingin yang kemudian menunjukkan sedikit keprihatinan, mengingat bahwa kaki itu terluka akibat ulah nya meski dia tidak memiliki niatan untuk melukainya. Pada akhirnya dialah yang harus menjadi tokoh antagonis dalam sebuah cerita, menekan kesedihan nya dan berubah menjadi orang yang kejam.
Mereka berpisah detik itu tanpa kata perpisahan yang terucap dari kedua mulut yang hanya terkatup rapat ketika waktu berlalu tanpa membiarkan salah satu dari keduanya berucap.
Youngjae kembali berbalik, menentukan jalan nya sendiri, jalan yang pasti tidak ada Kwon Kihyun di sana karna pada kenyataan nya Kwon Kihyun tidak pernah ada tapi Yoo Kihyun. Satu nama yang menghancurkan semuanya dalam waktu bersamaan.
The Day When We Lost
Bel sekolah yang di bunyikan, perlahan koridor sekolah yang sebelumnya ramai berangsur sepi dan hanya membiarkan angin yang menyapu ruang kosong di saat satu-persatu dari para pelajar yang masih berkeliaran mulai memasuki kelas dan menerima pengajaran pagi itu. Namun di antara kesibukan para pelajar pagi itu, keheningan sepenuhnya di miliki oleh Yoo Youngjae yang bukan nya pergi ke kelas justru berada di Rooftop. Tampak tak perduli dengan pengajaran yang tengah berlangsung.
Berpikir. Itulah jawaban yang akan ia lontarkan jika ada seseorang yang bertanya kenapa dia justru berada di sana di saat pengajaran telah berlangsung, namun sayang nya tidak akan ada mahluk satupun yang mau bertanya di sana. Bahkan seekor lalat pun enggan untuk sekilas melihat ke tempat nya.
Dia merasa bahwa dia telah kehilangan pijakan nya, tidak ada lagi orang yang harus ia percaya dan sepertinya dia ingin berhenti menaruh kepercayaan terhadap siapapun. Dia hancur, namun dalam waktu bersamaan dia justru menghancurkan. Dia menahan nya, namun dia tidak sadar bahwa dia tengah menumpuk luka yang tidak akan pernah bisa tersentuh lagi.
Dia berada dalam kebingungan yang besar, bahkan menangis semalaman tak membuatnya mendapatkan sebuah jawaban dan justru memberikan nya sebuah tanda tanya yang begitu besar. Benci, siapakah yang harus dia benci? Pak tua Yoo Sejin? Tentu, tapi bagaimana dengan pemuda bernama Yoo Kihyun. Mungkinkah ia membencinya?.
Perhatian nya teralihkan oleh pergerakan di halaman sekolah, di mana sebuah mobil berhenti di sana dan tak lama kemudian dia melihat sosok yang di kenalnya. Yoo Kihyun, dengan menenteng tas di bahunya dia berjalan mendekati mobil tersebut dan di sambut oleh pria berjas. Mata Youngjae seketika melebar, tampak dia yang tersadar akan seseuatu.
Dan jawaban akan kebencian nya terhadap Yoo Kihyun terjawab ketika ia berbalik dan segera berlari masuk ke dalam bangunan sekolah, jawaban itu adalah 'Tidak' Dia tidak membenci Yoo Kihyun ketika dengan ringan nya langkah itu menuruni tangga dengan tidak berhati-hati, dia tidak membenci Yoo Kihyun saat langkah itu menarik perhatian dari semua orang di dalam kelas ketika ia berlari menyusuri lorong yang kosong. Dia tidak membenci Yoo Kihyun, ketika air mata itu terjatuh mengiringi setiap langkah yang ia ambil. Dia tidak membenci Yoo Kihyun ketika-.
"Jangan pergi."
Suara hati yang mengungkapkan ketakutan akan di tinggalkan, dia tidak membenci Yoo Kihyun ketika dia ingin kembali. Dia tidak membenci Yoo Kihyun, dia hanya marah, marah akan keadaan. Dan semua terlambat ketika ia mengetahui keinginan hatinya di saat Yoo Kihyun akan segera menghilang dari hidupnya.
Air mata yang terus bertambah dari waktu ke waktu, tanpa memperdulikan dadanya yang semakin terasa sesak dan mulai memberatkan napas nya. Dia terus berlari dan terus merapalkan keinginan hatinya yang tak ingin di tinggalkan, hingga langkah itu berhasil keluar dari gedung yang telah menjebaknya beberapa waktu lalu.
Dia segera berlari ke halaman dan berdiri di depan mobil yang di tumpangi oleh Kihyun dengan kedua tangan yang di angkat ke udara sejajar dengan bahunya.
Napasnya memburu di sertai dengan sebuah isakan yang ia tahan, membuat semua orang yang berada di dalam mobil terkejut. Termasuk dengan Kihyun yang duduk di kursi penumpang bagian belakang.
"Berhenti!"
Perkataan nya terputus oleh napasnya yang terdengar begitu pendek, susah payah dia menelan ludah nya agar bisa berbicara lebih baik lagi, dia bahkan tidak perduli jika semua orang akan berbondong-bondong datang dan melihat nya. Dia tidak perduli, baginya hidupnya sudah hancur. Tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi, jikapun dia di anggap gila dia akan mengakuinya secara langsung.
"Kalian tidak bisa membawanya kemanapun."
Sebuah suara yang berhasil keluar dengan lantang dan sarat akan kemarahan yang membuat Kihyun lebih terkejut lagi, apa sebenarnya yang di inginkan oleh Youngjae. Beberapa waktu yang lalu dia mengatakan bahwa dia tidak ingin melihat wajah nya, namun sekarang kenapa dia justru menghadang nya. Melihat hal tersebut pun Kihyun hendak turun dari mobil.
"Tuan memerintahkan agar Tuan Muda Yoo segera meninggalkan Seoul, mohon tetap di tempat."
Pergerakan Kihyun terhenti oleh teguran pria yang duduk di kursi penumpang bagian depan.
"Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal padanya."
"Mohon tetap tempat anda, ini demi kebaikan Tuan Muda Yoo Youngjae."
Kihyun kalah, dia tidak bisa melakukan apapun dan hanya bisa menyaksikan Youngjae dengan tatapan prihatin dari balik kaca mobil.
"Keluar sekarang!"
Tak mendapat respon sedikit pun semakin membuat Youngjae marah dan semakin meninggikan nada bicaranya.
"AKU BILANG KELUAR SEAKARANG.... APA KALIAN TULI...?"
Perhatian semua orang terinterupsi oleh sebuah mobil yang berhenti di samping mobil yang di tumpangi Kihyun, dan setelahnya Jonghyun keluar dari sana, tanpa membuang waktu lebih lama lagi Jonghyun segera menghampiri Youngjae dan menahan kedua lengan nya di belakang tubuhnya. Membuat Youngjae memberontak ketika dia menyeratnya untuk menyingkir.
"Lepaskan aku, lepaskan aku..."
"Kita pulang sekarang."
"Tidak mau." Tolak Youngjae dengan keras, namun tak ada penolakan bagi Jonghyun. Dia kemudian menyeret Youngjae dengan paksa hingga jalan di depan mobil yang di tumpangi oleh Kihyun terbuka.
"Ahjussi....." Bentak Youngjae di saat ia tak mampu lagi mengendalikan air matanya.
"Lepaskan aku, mereka tidak boleh membawanya. Kihyun Hyeong tidak boleh pergi kemana-mana."
Youngjae memberontak dan di saat itu Jonghyun sekilas menganggukkan kepalanya sebagai isyarat agar mereka segera membawa Kihyun pergi dari sana, dan hal itu pula yang membuat mata Youngjae membulat ketika mobil itu mulai berjalan.
"Andwae, jangan pergi. Kembali, kalian tidak boleh membawanya pergi."
Youngjae mencoba melepaskan diri dari cengkraman Jonghyun meski pada akhirnya hanya teriakan nya lah yang mampu mengejar kepergian Kihyun yang melihatnya dengan tangis yang tertahan ketika dia meneriakkan namanya.
"Mianhae."
Satu kata yang hanya mampu terucap dalam hati ketika kedua bola matanya di penuhi oleh air yang seringkali melepaskan diri dari kelopak matanya, dia pergi meninggalkan penyesalan di belakang nya. Pergi jauh hingga suara Youngjae tak mampu lagi ia dengar.
"Kihyun Hyeong...... Ahjussi...... Biarkan aku pergi, biarkan aku pergi....... Hyeong..........."
Tak ingin hingga teriakan Youngjae sampai mengundang perhatian lebih banyak orang lagi, Jonghyun segera menarik paksa Youngjae dan memasukkan nya ke dalam mobil yang mampu meredam suara tangis beserta teriakan nya meski dia tidak bisa melepaskan cengkraman nya pada tangan Youngjae karna anak itu yang terus memberontak.
"Lepaskan aku, dia anak mu tapi kenapa kau tega melakukan hal ini pada anak mu sendiri.... Ahjussi....?"
"Jalankan mobilnya." Ujar Jonghyun pada sang supir yang memilih untuk mengabaikan tuntutan dari Youngjae.
"Ahjussi......"
"Tenangkan dirimu, jangan bersikap seperti ini."
"Bagaimana aku bisa tenang? Tua bangka itu sudah menghancurkan hidup ku, dia menghancurkan semuanya, dia ingin membunuhku. LALU BAGAIMANA MUNGKIN AKU BISA BERSIKAP TENANG..... Apa salah ku?"
Suara yang begitu putus asa pada kalimat terakhirnya, membimbing keningnya yang menyatu dengan bagian samping mobil di saat Jonghyun berada di belakang nya dan masih memegangi kedua tangan nya. Dia menangis, merasa masih terlalu muda untuk melakukan hal lain yang lebih baik di bandingkan dengan menangis.
Menangis dan berharap seseorang akan berbelas kasih dan mengembalikaan kehidupan nya yang baru saja di hancurkan, semua berakhir dengan begitu memilukan di saat kedua pemuda bermarga Yoo hanya bisa menangis di saat pemberontakan mereka terhalang oleh usia muda.
Namun, akankah semua berbeda jika label dewasa telah di sandang oleh mereka. Akankah semua membaik atau justru kehancuran yang lebih besar telah menanti mereka ketika label dewasa itu di berikan kepada mereka.
~Kepercayaan yang telah di hancurkan, masih bisakah seseorang membangun kembali sebuah hubungan?~
The Day When We Lost
Tangis itu menghilang ketika langkah kaki itu menginjak lantai marmer yang terasa begitu panas dan seakan ingin melukai kakinya, masih dengan Jonghyun yang berjalan di belakangnya. Youngjae memasuki kediaman nya di saat dia sudah lebih tenang di banding sebelumnya. Namun pertengkaran yang menyambut kedatangan nya membuat langkahnya terhenti seketika.
"Youngjae putramu, tapi kenapa kau terus menyakitinya dan lebih mementingkan anak haram itu."
Youngjae menatap tidak percaya ke arah ibunya setelah perkataan itu keluar dari mulut ibunya sendiri 'Anak haram' apa ibunya baru mengatai Kihyun sebagai anak haram, Jonghyun yang tidak ingin Youngjae melihat pertengkaran itu lebih jauh pun menarik lengan Youngjae namun dengan cepat Youngjae menepis tangan Jonghyun dan di saat itu. Kejadian yang tidak pernah di inginkan Youngjae terjadi, ketika Sejin geram akan pernyataan Jiyoung sebelumnya dan membuatnya kehilangan kendali.
"Beraninya kau mengatakan hal seperti itu." Geram Sejin dan dengan ringan nya tangan itu terangkat untuk memukul wajah Jiyoung dan membuatnya jatuh kelantai sembari menangis, Youngjae yang melihat hal itupun seketika membulatkan matanya begitupun dengan Jonghyun yang berdiri di belakang nya.
"APPA....."
Suara lantang yang sarat akan kemarahan yang mengalihkan perhatian Sejin, namun tidak dengan Jiyoung yang terduduk di lantai dan menangis. Youngjae hendak menghampiri keduanya namun Jonghyun kembali menarik lengan nya dan kali ini lebih kuat, tanpa basa-basi Jonghyun segera menariknya menuju lantai dua dan membuatnya kembali memberontak.
"Lepaskan aku! Dia tidak bisa melakukan ini kepada ibu ku."
Tak memperdulikan pemberontakan dari Youngjae, Jonghyun tetap menyeretnya menaiki tangga seakan dia tengah tuli akan teriakan Youngjae.
"AKU BILANG LEPASKAN AKU, KENAPA KALIAN MELAKUKAN INI PADA KAMI? APA SEBENARNYA SALAH KAMI...."
Youngjae kembali berteriak dan hal itu justru membuatnya kembali menangis dan mengumpati ayah nya bahkan di saat Jonghyun telah menyeretnya hingga ke ujung tangga.
"TUA BANGKA.... PERGILAH KE NERAKA..... Aku tidak akan pernah memaafkan mu, AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN MU. LEPASKAN AKU!."
Jonghyun segera memasukkan Youngjae ke dalam kamarnya dan menguncinya dari luar. Membiarkan teriakan Youngjae teredam oleh pintu yang telah tertutup rapat, dan Youngjae yang masih tidak terima pun justru semakin menjadi. Dia memukul-mukul pintu dan terus berteriak meski air mata itu tak ada habis nya, meski sakit itu tidak akan pernah bisa di sembuhkan, meski luka itu semakin melebar. Dia memberontak, hingga pemberontakan nya berakhir ketika teriakan nya terhenti di saat tubuhnya yang perlahan melorot ke bawah.
Bagai tak lelah dengan tangisan semalam, dia kembali menangis, kembali menumpuk luka dan kembali mengutuk. Dia kembali menuju ke dasar jurang, di mana keinginan nya untuk mempertahankan Kihyun justru terpatahkan ketika melihat ibunya terluka karna satu nama tersebut.
Dengan luka hati yang semakin melebar, dia menolak. Menolak semuanya, menolak untuk perduli, menolak untuk tersakiti, menolak untuk memiliki hati. Hingga pada akhirnya, dia menolak seorang Yoo Kihyun.
Selesai di tulis : 22.05.2019
Di publikasikan : 01.06.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro