
Part 56 [The Day When We Lost]
"Hyeong..."
Langkah Kihyun terhenti setelah beberapa langkah ia meninggalkan gerbang sekolah, dia pun membalikkan tubuh nya ketika suara yang sangat familiar itu memanggilnya.
"Kau masih di sini?"
Tanya nya dengan raut wajah yang menunjukkan keheranan dan bukannya menjawab pertanyaan dari Kihyun, Youngjae justru berjalan mendekati nya.
"Kenapa belum pulang?"
"Aku menunggu mu."
"Bukankah aku sudah mengatakan untuk tidak menunggu ku."
"Wae...? Aku kan tidak meminta apapun."
"Kau ini, sudahlah cepat pulang!"
Youngjae malah tersenyum lebar dan membuat alis Kihyun mengernyit.
"Kenapa tersenyum seperti itu?" Selidik Kihyun dan Youngjae justru menggeleng.
"Hyeong, aku mendapatkan tiket untuk menonton film. Bagaimana jika kita berdua?"
"Wae? Kenapa kau tidak pergi bersama dengan Nayeon-ssi? Bukankah kau selalu bersamanya?"
"Eih.. Dia sedang sibuk, oleh sebab itu aku mengajak Hyeong."
Kihyun berdecih sembari memalingkan wajah nya dan kembali mengarahkan pandangannya pada Youngjae yang tampak tengah menunggu jawaban nya.
"Bagaimana, kau mau kan? Kapan lagi kita bisa menonton bersama."
"Aku sibuk, pergi saja sendiri."
Tepat setelah mengatakan hal itu, Kihyun berbalik dan berjalan meninggalkan Youngjae.
"Heol, apa apaan ini. Ya! Hyeong... Kau ingin kemana?" Pekik Youngjae.
"Kemana lagi, tentu saja pulang."
Youngjae tersenyum tak percaya. "Bukankah itu bukan jalan menuju Rumah?"
Youngjae kemudian mengejar Kihyun, namun langkahnya tiba tiba terhenti beberapa langkah di belakang Kihyun begitupun Kihyun yang menghentikan langkah nya ketika sebuah Mobil berhenti di samping nya.
Keduanya terpaku di tempat hingga sebuah Mobil menyusul dan berhenti tepat di samping Youngjae, ketertegunan Youngjae berakhir setelah ia melihat Jonghyun keluar dari dalam Mobil namun tidak untuk Kihyun. Dia justru tampak terkejut dengan kehadiran Ayah Soonyoung.
"Ahjussi, kenapa bisa di sini?"
Pertanyaan yang hanya berbalas dengan tundukan kepala yang kemudian membuat Youngjae merasa heran karna setelahnya Jonghyun menghampiri Kihyun.
"Tuan Besar ingin anda segera menemuinya, mohon ikutlah bersama kami. Tuan Muda Yoo." Ujar Jonghyun dengan kepala yang di tundukkan.
"Appa."
Gumam Kihyun tak percaya begitupun dengan Youngjae yang mendengar dengan jelas bagaiman cara Jonghyun memanggil Kihyun dengan sebutan Tuan Muda Yoo, dia berharap bahwa telinga nya tuli saat ini. Namun raut wajah Kihyun yang bertemu pandang dengan nya menunjukkan semuanya.
Jonghyun membuka pintu Mobil di samping nya dan mempersilahkan Kihyun untuk masuk.
"Tuan sudah menunggu, mohon segera ikut bersama kami."
"Ahjussi...."
Perhatian semua orang teralihkan oleh teriakan Youngjae yang tiba tiba, dan setelah melakukan hal itu Youngjae segera bergegas menghampiri keduanya dengan raut wajah yang memperlihatkan sebuah kemarahan yang tertahan.
"Apa ini?"
"Youngjae-ya..."
Kihyun sedikit menarik lengan Youngjae, berusaha untuk menenangkan nya namun Youngjae segera menepisnya dengan kasar dan menatap tajam ke arah Jonghyun.
"Mohon jangan menghalangi jalan kami, ini adalah perintah Tuan Besar untuk membawa Tuan Muda Yoo Kihyun untuk segera pulang."
Napas Youngjae tiba tiba memberat dan bahkan seperti tercekat di tenggorokan, matanya yang sedikit bergetar di saat ia merasa sesuatu di dalam tubuhnya telah meningalkan nya.
"Yoo Kihyun katamu?" Ujar nya lirih, tampak begitu tak percaya.
Kihyun menyentuh bahu Youngjae namun Youngjae kembali menepisnya dan kali ini lebih halus seakan ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan di saat pandangannya tak fokus pada satu arah dengan kaki yang melangkah mundur.
"Youngjae-ya..."
Kihyun hendak menghampiri Youngjae, namun tangan kekar Jonghyun menahan lengan nya dan membuat pandangan keduanya saling bertemu.
"Jadilah anak yang penurut."
Ujar Jonghyun, namun Kihyun tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak tahu kenapa semua menjadi seperti ini.
"Masuklah! Jangan biarkan Ibu mu terluka."
Dengan terpaksa dia masuk ke dalam mobil dan menatap khawatir ke arah Youngjae, setelah Kihyun masuk ke dalam mobil Jonghyun segera bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Youngjae begitu saja meski sebenarnya dia bisa saja membawa Youngjae. Tapi pada kenyataan nya tinggallah seorang Yoo Youngjae yang terpaku di pinggir jalan.
Angin yang berhembus pelan menerbangkan dua lembar tiket yang berada di tangan nya seakan dia yang tak mampu lagi untuk sekedar memegang potongan kertas yang bahkan seringan kapas tersebut, tubuh nya tiba tiba terjatuh. Dia mendudukkan dirinya di piggir jalan dengan tatapan yang terarah pada ujung sepaatunya.
"Yoo Kihyun katamu, jangan bercanda."
Gumamnya dengan tawa tanpa suara yang tampak begitu tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan.
Dia mengusap kening nya secara berlebihan di saat dadanya terasa sedikit sesak.
"Apa yang kalian lakukan di belakang ku? Hyeong."
Helaan beraatnya berbaur dengan hembusan angin sore yang sedikit membeku.
The Day When We Lost
Langit Seoul yang menggelap, udara yang sedikit membeku di bandingkan hari sebelumnya. menandakan bahwa musim dingin hampir tiba ke tempat mereka, dengan langkah yang tak bersemangat seperti biasanya. Youngjae melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah di iringi wajah kusut yang telah kehilangan senyum manis nya, namun langkahnya semakin melambat ketika ia mendapati pemandangan yang tak biasa di ruang tamu rumah nya.
Di mana ada keluarga Kihyun tanpa Soonyoung dan juga keluarganya sendiri, tanpa bisa menghentikan langkahnya dia mengarahkan pandangan nya pada Kihyun yang berdiri di samping sofa tepat di samping ayah nya. Kenapa? Kenapa harus ayah nya? Bukankah Kihyun bisa berdiri di samping ayah nya sendiri? Itulah sekumpulan pertanyaan yang berada di benak Youngjae di saat ia mulai di bingungkan dengan raut wajah yang ia temui di ruang tamu rumah nya, hingga langkahnya terhenti beberapa langkah dari tempat semua orang berkumpul.
"Youngjae-Ya... Kau sudah pulang?."
Teguran halus Jiyoung yang kemudian beranjak dari duduk nya dan menghampiri putra nya.
Jiyoung memegang lembut lengan Youngjae tanpa menyadari bahwa putra nya kini tengah memperhatikan wajah nya.
"Naiklah ke atas dan segera bersihkan diri mu."
"Ibu menangis lagi?."
Nada bicara yang begitu dingin, hampir membuat jiyoung tak mengenali putra nya sendiri yang sebelumnya selalu bersikap manis kepada siapapun, dan ungkapan 'Lagi' Mungkinkah Youngjae pernah melihat nya menangis?. Dengan cepat Jiyoung menyangkal.
"Tidak, tidak. Ibu tidak menangis, sekarang naiklah ke atas. Ibu akan memanggil mu jika makan malam sudah siap."
Sebuah permintaan yang terdengar begitu memaksa, membuat raut wajah Youngjae semakin terlihat begitu dingin.
Youngjae kemudian memegang punggung tangan Jiyoung dan menurunkannya dengan lembut sebelum akhirnya pandangan nya terarah pada sang ayah yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi, sesuatu yang bahkan tidak membuatnya terkejut lagi.
"Apa yang telah kau lakukan kepada Jiyoung ku? AYAH...."
Semua orang terkejut kecuali Sejin ketika youngjae tiba tiba meninggikan suaranya ketik memanggilnya, seakan tengah meluapkan kemarahan nya kepada orang yang paling di benci nya.
"Beginikah caramu bertanya kepada orang tua mu?."
Ucapan santai yang justru berbanding terbalik dengan tatapan tajam nya yang terarah pada sang putra yang kini telah di rundung kebingungan yang membuatnya sangat marah.
"Youngjae-ya..."
Lirih Jiyoung yang mendapatkan kembali lengan Youngjae yang seperti nya sudah tak perduli lagi dengan hal itu, di saat pandangan nya hanya terarah pada sang ayah dan juga pemuda yang berdiri tepat di samping tempat duduk ayah nya, dengan kepala yang sedikit menunduk.
"Berbicara baik baik dengan anak seperti mu, sepertinya akan percuma." Ujar Sejin kemudian dengan suara yang penuh penekanan.
"Jangan main main dengan ku!."
Ancam Youngjae dengan suara yang lebih tenang namun sarat akan kemarahan, membuat semua orang terkecuali Sejin merasakan kekhawatiran yang sama.
"Lihatlah dirimu sekarang, belum menjadi apa apa kau sudah berani mengancam ayah mu sendiri. kau benar benar aib keluarga."
Di saat semua orang terkejut akan pernyataan yang keluar dari mulut sejin, Youngjae justru semakin megeraskan rahang nya di saat dadanya tiba tiba terasa sesak. setidaknya meski ayahnya tidak pernah memuji nya, dia tidak perlu mengatai Youngjae dengan perkataan kasar seperti itu.
Perlahan luka yang menumpuk sedikit demi sedikit muncul ke permukaan dalam waktu bersamaan dan membuat dia merasa sensasi terbakar di kedua matanya hingga air matanya terdorong keluar begitu saja di saat ia tak menginginkan nya sekalipun, namun Sejin sepertinya telah menutup rapat penglihatan nya untuk sekedar melihat air mata yang baru saja keluar dari kedua mata putra nya yang dia sakiti dengan sengaja.
"Jangan mengatakan apapun! Aku tidak ingin mendengar apapun dari mu."
Gumam Youngjae seakan tengah mengemis belas kasihan pada sang ayah yang bahkan tak sedikit pun memberikan tatapan iba terhadap nya.
"Apa hanya merengek yang menjadi keahlian mu? Sudah waktunya kau mengetahui kebenaran."
Terdorong oleh rasa sakit bercampur sesak di dada nya, secara tak sadar Youngjae meninggikan suaranya.
"AKU TIDAK MAU.... Kenapa aku harus di perlakukan seperti ini?," Youngjae mengusap kasar air matanya yang sulit untuk di kendalikan dan kembali terjatuh ketika ia berteriak.
",berhenti memperlakukan ku seperti ini, bukankah aku ini putramu? TAPI KENAPA KAU SELALU MEMPERLAKUKAN KU SEPERTI INI....APA SALAH KU PADA AYAH...."
"Youngjae-ya... Sudah, sekarang pergilah ke kamar mu."
Lirih Jiyoung yang telah menangis tanpa suara, dia menarik bahu Youngjae namun Yongjae langsung menurunkan tangan ibunya tanpa mengalihkan pandangan nya dari sang ayah yang masih melihat nya tanpa rasa bersalah meski dua wanita di sana telah menangis tanpa suara menyaksikan anak anak mereka yang memiliki nasib yang begitu buruk hanya karna kesalahan mereka di masa lalu.
"Berhenti merengek dan terima bahwa Yoo Kihyun adalah kakak mu mulai sekarang."
"AKU TIDAK MAU!!!."
Lantang Youngjae yang entah sadar atau tidak, dia mengambil sebuah guci yang berada di atas nakas yang tidak jauh darinya dan langsung melemparkan nya ke arah ayah nya, namun sayang nya guci tersebut justru jatuh dan hancur di dekat kaki telanjang Kihyun dan membuatnya sedikit mengernyit ketika pecahan guci tersebut mengenai kaki nya.
"Aku membenci mu."
Gumam Youngjae dengan bahu yang sedikit naik turun karna menahan kemarahan dan juga tangisnya dalam waktu yang bersamaan.
Jonghyun yang melihat bahwa Youngjae telah lepas kendali pun segera menghampirinya dan menahan nya sebelum Youngjae bertindak lebih jauh lagi.
"Aku membenci mu, aku membenci mu,"
Sebuah gumaman yang terus berulang di iringi oleh air matanya yang jatuh dengan begitu mudah nya.
"AKU MEMBENCIMU TUA BANGKA....."
Youngjae hendak mengabil sesuatu dan kembali melemparkannya kepada sang ayah, namun sebuah tangan menghentikan pergerakan nya dan orang tersebut tidak lain adalah Jonghyun. Youngjae menepis paksa tangan Jonghyun namun tak mampu karna perbedaan ukuran tangan di antara keduanya, dia hanya bisa meronta ketika Jonghyun menyeret nya pergi.
"Sudah cukup."
Gumaman yang hanya mampu di dengar oleh Jiyoung di saat Youngjae sendiri menangis histeris sembari mengumpati ayah nya sendiri.
"Aku tidak mau.... Arghhhh...... TUA BANGKA KEPARAT..... AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN MU, aku tidak akan memaafkan mu. Aku akan membenci mu seumur hidup ku... AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN MU..... Arghhhh....................... Aku tidak akan memaafkan mu................ Arghhh....... kenapa tidak membunuh ku saja sekalian.............. Arghhh...............Bunuh aku tua bangka.......Arghhh....."
Suara yang perlahan memudar dan teredam oleh pintu yang kini mengurungnya di lantai dua bangunan rumah nya, namun sekalipun telah memudar suara tangis histeris itu masih terdengar dengan begitu jelas di pendengaran Kihyun yang hanya mampu menunduk dalam dan menangis tanpa suara. Tanpa memperdulikan darah yang menggenang di sekitar kaki nya, karna di bandingkan dengan kaki nya hatinya jauh lebih terluka sekarang.
Namun sayang nya dia tidak memiliki keberanian seperti Youngjae untuk mengatakan 'Tidak' atas apa di inginkan oleh para tetua di hadapan nya.
"Beginikah caramu mendidik putra mu yang tidak tahu diri itu."
Geram Sejin yang justru melampiaskan kemarahan nya pada Jiyoung.
"Benar benar memalukan."
Sejin kemudian beranjak dari duduk nya dan segera meninggalkan ruangan tersebut, dan tepat setelah kepergian sejin. Saat itu pula Jiyoung mejatuhkan tubuhnya, terduduk di lantai dan mulai membiarkan tangis itu pecah begitu saja mengiringi suara teriakan putra nya yang masih terdengar di atas sana.
Sunghwa yang sedari tadi terdiam pun perlahan bangkit dan menghampiri putranya yang masih berdiri di tempat sebelumnya, mata berairnya tiba tiba membulat setelah melihat darah di sekitar lantai yang menjadi pijakan Kihyun yang menunduk dalam dengan bahu yang berguncang.
"Kaki mu terluka?."
"Eomma...."
Lirih Kihyun ketika ia baru berani mengangkat kepalanya untuk melihat wajah ibunya yang kemudian memegang bahunya dan menariknya mendekat, membiarkan putranya menangis dalam pelukan nya.
"Tidak apa apa, semua akan baik baik saja."
Sebuah kebohongan yang ia ucapkan ketika tangan nya menyentuh kepala putra nya, karna tidak ada alasan untuk baik baik saja setelah kejadian ini.
"Kenapa harus seperti ini....?" Lirih Kihyun.
"Maafkan kami, bencilah kami asal itu bisa memberimu sedikit ketenangan."
"Aku benci harus seperti ini."
Selesai di tulis : 23.04.2019
Di publikasikan : 25.04.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro