Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36

    Sepulang sekolah, Kihyun segera bergegas menuju Rumah Sakit, meninggalkan Minhyuk yang melambaikan tangan padanya di saat si murid baru itu tetap tinggal di teras sekolah. Sejenak memandang langit gelap malam itu. Minhyuk kemudian bergegas masuk kembali ke dalam bangunan yang mulai di kosongkan ketika semua murid berbondong-bondong meninggalkan bangunan tersebut.

    Berjalan berlawanan arah dengan para pelajar lainnya. Minhyuk berjalan menyusuri koridor kosong lantai dasar. Sekilas pandangannya menangkap garis polisi yang masih terpasang di lokasi jatuhnya seorang siswa yang bunuh diri tadi siang, dan seulas senyum tipis sempat menghiasi wajah dengan tatapan dinginnya ketika pandangannya menatap lurus ke depan.

    "Ini peringatan terakhir untukmu."

    Sebuah teguran dari arah samping ketika Minhyuk melewati persimpangan, membuat si murid baru itu menghentikan langkahnya. Perlahan langkahnya berputar dan menemukan Yoongi yang saat itu bersandar di dinding dengan tangan bersedekap dan juga tatapan tak bersahabat yang tengah mengadili tatapan dinginnya.

    Yoongi menegakkan tubuhnya, menurunkan tangannya dan berjalan mendekati Minhyuk.

    "Berhenti di situ," sergah Minhyuk tepat setelah tersisa dua langkah di antara keduanya. "Akan menjadi buruk jika kau berjalan lebih jauh lagi."

    "Menjauh dari kami, anak baru."

    "Maksudmu Kihyun?"

    "Apa tujuanmu?"

    Minhyuk sekilas menggaruk bagian belakang kepalanya, mencoba menampilkan wajah bodoh di saat tatapan dinginnya sama sekali tak menunjukkan perubahan.

    "Apa yang sebenarnya kau maksud? Aku bersekolah di sini tentu saja karna aku-"

    Perkataan Minhyuk terhenti ketika Yoongi tiba-tiba menghampirinya dan mencengkram kerah bajunya menggunakan satu tangan lalu menghantamkan punggungnya pada dinding. Sorot mata yang menyatakan sebuah kemarahan di hadapakan pada Minhyuk ketika pergerakan si murid baru berhasil di kunci hanya menggunakan satu tangan oleh Yoongi.

    "Jika kau berniat merusak Kihyun, aku tidak akan pernah mengampunimu."

    Yoongi sedikit memicing ketika menyadari bahwa wajah Minhyuk terlihat semakin pucat, namun saat itu seulas senyum tercipta dengan begitu lembut di kedua sudut bibir Minhyuk.

    "Aku tidak berbuat sesuatu yang buruk pada Kihyun, tapi kenapa kau menuduhku ingin merusaknya?" perkataan yang terucap dengan begitu tenang. "Apa aku sudah melukainya? Apa aku membuatnya tertekan? Tidak! Aku bisa membuatnya tersenyum, aku bisa membuatnya kesal, aku bisa membuatnya marah. Aku bahkan bisa membuatnya tertawa... Aku bisa melakukan apa yang tidak bisa kalian lakukan. Jadi di mana letak kesalahanku?"

    Sebuah kebenaran yang membuat Yoongi bungkam, namun logikanya masih menolak kebenaran itu dan justru membuat kemarahannya semakin besar hingga menuntun cengkraman itu semakin kuat.

    "Apapun alasan yang kau katakan, sebaiknya kau menjauh dari Kihyun."

    Raut wajah yang menjadi datar dengan tatapan dingin tanpa keramahan. Tangan kiri Minhyuk terangkat dan mendapatkan pergelangan tangan Yoongi yang kini tengah memberikannya ancaman, membuat batin Yoongi tersentak ketika permukaan kulitnya merasakan bagaimana dinginnya telapak tangan yang kini bersentuhan dengan permukaan kulitnya. Sangat dingin dan bahkan mungkin terlalu dingin untuk ukuran orang yang masih bernapas.

    "Biarkan Kihyun yang memutuskan dengan siapa dia ingin berteman." dengan kasar, Minhyuk menyingkirkan tangan Yoongi dari kerah bajunya. "Kehidupan ini bukan hanya milik kalian. Aku... Aku yang akan menunjukkan bagaimana dunia ini yang sebenarnya pada Kihyun... Jika kau mampu, maka hentikan aku."

    Minhyuk lantas berjalan melewati Yoongi yang sedikit terkejut akan sikapnya barusan. Yoongi memutar kakinya untuk melihat punggung si murid baru yang berjalan menjauh sebelum mengambil jalan yang berlawanan arah dengan kemarahan yang terlihat di sorot matanya.

    Berjalan menjauh. Langkah Minhyuk menyusuri lorong yang sedikit gelap. Namun langkahnya terhenti ketika batinnya tersentak. Netra dinginnya memicing seiring dengan garis retakan yang berpusat pada matanya semakin melebar dan seperti ingin membelah wajahnya. Tampak begitu nyata, namun tak terlihat sedikitpun kesakitan di wajah dingin yang semakin terlihat pucat tersebut.

    Namun ketenangan itu tak bertahan lama. Tepat ketika kepalanya tertunduk, saat itu satu tangan memegangi pusat di mana retakan itu timbul. Tubuhnya merendah dengan wajah yang mulai terlihat kesakitan hingga kedua lututnya bertemu dengan lantai yang dingin malam itu.

    Napas yang memberat, cengkraman kuat pada sisi wajahnya. Terdapat kemarahan yang besar dalam sorot matanya yang semakin mengerikan di detik yang terus berganti. Telapak tangan yang semula menyentuh lantai itu lantas terkepal kuat sebelum ia hantamkan pada lantai dan menghilang, meninggalkan asap hitam yang dengan cepat memudar oleh udara yang mengendap malam itu.

    Di bawah gelapnya langit malam. Langkah kecil Kihyun berjalan menyusuri jalanan Seoul malam itu. Dengan hati yang terasa begitu ringan, pandangannya sesekali mengamati keadaan di sekitarnya yang semakin lama semakin sepi.

    Tak memiliki kekhawatiran di wajahnya. Langkah itu berjalan dengan begitu ringan hingga langkahnya yang tiba-tiba terhenti dengan wajah yang menunjukkan keterkejutan ketika rangkaian angka-angka itu kembali tersusun secara acak di dalam pikirannya.

    Dengan cepat, ia mengarahkan pandangannya ke sekeliling. Mencoba untuk menemukan sesuatu yang mengganggu batinnya. Namun tak ada satu orangpun yang berada di sekitarnya.

    Mulai terlihat panik. Kihyun lantas berlari, menjauh dari tempatnya kini dengan mengikuti instingnya. Hitungan di dalam kepalanya semakin cepat seiring dengan langkah kakinya yang semakin mengambil langkah lebih jauh. Napasnya tercekat hingga langkahnya terhenti dan membuat napas itu terdengar terputus-putus.

    Pandangannya lantas terjatuh pada sebuah keluarga kecil yang hendak menyeberang jalan tidak jauh di depannya. Dua orang dewasa dengan satu anak kecil yang berada di gendongan si pria. Netra Kihyun membulat ketika melihat keluarga kecil itu mulai berjalan.

    "Tidak, jangan ke sana!" pekik Kihyun yang hanya bisa di dengarkan oleh dirinya sendiri.

    Kembali berlari. Kihyun mencoba menyusul keluarga kecil itu. Namun langkahnya terhenti ketika pendengarannya menangkap suara decitan ban mobil yang memekakkan telinga.

    Mematung di tempatnya. Pandangan Kihyun menangkap sebuah mobil yang hilang kendali dan dalam waktu cepat menghantam keluarga kecil yang baru saja ia lihat. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga ia sadar ketika ia mendengar suara tangis anak kecil.

    Tatapannya seketika terlihat kosong. Meninggalkan keributan yang berada di sekitarnya ketika telinganya kembali berfungsi bersamaan dengan kilas balik sebuah kecelakan mobil tiba-tiba berputar di dalam kepalanya. Bukan kecelakaan yang baru saja ia saksikan, melainkan kecelakaan lain.

    Tampak begitu samar. Kihyun melihat sepasang suami-istri berada di dalam sebuah mobil dan tengah terlibat pertengkaran. Namun anehnya dia seperti berada dalam posisi di mana ia menyaksikan pertengkaran itu dengan jelas. Lebih tepatnya dia duduk di kursi penumpang bagian belakang.

    Suara sirine ambulan mendekat dan berhasil menjangkau pendengaran Kihyun. Namun buku di tangan Kihyun terjatuh, pemuda itu tiba-tiba mencengkram kepalanya yang terasa sangat sakit ketika pikirannya belum cukup untuk menjangkau kilas balik insiden yang kini terputar kembali dalam otaknya.

    Kedua lututnya terjatuh dengan tubuh yang semakin membungkuk. Wajah yang mengernyit kesakitan serta cengkraman yang semakin kuat, mencoba untuk mengurangi rasa sakit yang tiba-tiba datang menyergapnya.

    "Aku akan membawa Kihyun."

    "Kau tidak berhak membawanya. Kihyun tetap bersamaku."

    "Hentikan..." lirih Kihyun ketika suara asing seorang pria dan wanita yang tengah berdebat tiba-tiba terdengar memenuhi pendengarannya dan semakin membuat rasa sakit di kepalanya bertambah.

    Kihyun sesekali memukul kepalanya ketika kilas balik yang menyergap ingatannya justru terputar secara acak dan membuatnya melihat orang-orang terdekatnya. Lee Harabeoji, saudara-saudaranya, Hyungwon, teman-teman sekolahnya dan bahkan Lee Minhyuk. Semua terputar secara acak dan begitu cepat. Dia tak mampu menampung semua ingatan itu hingga keningnya yang bersentuhan pada jalanan dengan tangis tanpa suara.

   "Anak muda, kau baik-baik saja?"

    Sebuah teguran bersamaan dengan sentuhan lembut pada bahunya yang kemudian menyadarkan Kihyun. Pemuda itu melepaskan cengkraman di kepalanya seiring dengan ia yang kembali menegakkan tubuhnya dan tampak kebingungan ketika sakit di kepalanya menghilang, begitupun dengan semuanya yang kembali hening ketika ia tak mampu lagi mendengar apapun.

    Masih terlihat kebingungan, Kihyun mendongakkan wajahnya ke samping dan menemukan seorang pria berseragam polisi berdiri di sampingnya.

    "Kau baik-baik saja?"

    Tak mampu mendengar, namun Kihyun masih mampu membaca gerak bibir si polisi. Mengangguk dengan cepat, Kihyun lantas berdiri dan segera berlari meninggalkan polisi tersebut yang merasa kebingungan akan tingkahnya.

    Sesekali menoleh ke belakang. Langkah Kihyun semakin melambat hingga ia yang akhirnya berjalan dengan biasa. Menggunakan punggung tangannya untuk mengusap bekas airmatanya, pemuda itu masih tampak kebingungan. Terlebih tentang ingatan yang sebelumnya terputar acak di dalam kepalanya.

    Tanpa sadar keringat dingin mengalir di balik seragam yang ia kenakan. Entah apa yang baru saja terjadi padanya. Kihyun belum bisa membedakan mana kenyataan dan mana halusinasi hingga langkahnya terhenti ketika ia mendapati punggung seorang siswa yang tampak familiar dalam ingatannya tengah berdiri membelakanginya tepat beberapa langkah di hadapannya.

    "Minhyuk-ssi?" batin Kihyun.

    Menepis kebingungan yang masih ia rasakan. Kihyun lantas menghampiri Minhyuk yang saat itu berdiri di tengah jalan dengan kepala yang menunduk. Dia kemudian berdiri dua langkah di belakang si murid baru.

    "Minhyuk-ssi, kau di sini?"

    Tatapan dingin di wajah yang begitu pucat, terlihat mengerikan dengan retakan yang tampak seperti sebuah lukisan di salah satu sisi wajahnya.

    "Aku sudah bersikap baik padamu, maka dari itu perlakukan aku dengan baik."

    Dahi Kihyun mengernyit ketika ia menangkap gumaman yang cukup tak masuk akal keluar dari mulut Kihyun.

    "Kau, baik-baik saja?"

    Minhyuk memutar kakinya secara perlahan hingga ia berhadapan langsung dengan Kihyun. Namun kepala yang masih tertunduk itu menciptakan pertanyaan dalam sorot mata Kihyun, terlebih ia mendapati sesuatu yang aneh pada wajah Minhyuk.

    Kihyun mendekat. Memastikan bahwa Yoongi tidak berbuat hal yang buruk pada si murid baru. "Kenapa dengan wajahmu? Yoongi tidak berbuat-"

    Perkataan Kihyun terhenti dan di gantikan oleh keterkejutan ketika Minhyuk mengangkat wajahnya dan membuatnya mampu melihat retakan yang tercetak dengan sempurna di wajah Minhyuk.

    "K-ka-kau? Wajahmu?"

    Kihyun melangkah mundur, namun saat itu Minhyuk mencengkram pergelangan tangannya dan menariknya mendekat. Membuatnya melihat dengan jelas bagaimana ukiran itu tercipta di wajah pucat si murid baru.

    "Kenapa kau lari?"

    Mata Kihyun sempat mengerjap, mencoba mengendalikan ketakutan yang tiba-tiba muncul ketika ia melihat Minhyuk saat ini.

    "Kenapa?"

    "W-wajah, wajahmu?"

    "Ini sangat menyakitkan, jika kau ingin tahu."

    "K-kenapa?"

    "Kau. Kaulah orang yang sudah melakukannya."

    Kihyun menatap tak mengerti. "Apa, apa maksudmu?"

    Tak berusaha memberi jawaban. Minhyuk justru menarik tangan Kihyun untuk mendekat ke wajahnya. Kihyun menahannya, namun Minhyuk tetap memaksa hingga perlahan jemarinya berhasil bersentuhan dengan permukaan kulit wajah Minhyuk yang begitu dingin. Tangan Kihyun sedikit gemetar ketika Minhyuk memaksa jemarinya untuk menyentuh retakan di wajah pucatnya itu.

    Tanpa sadar Kihyun menahan napas dan di detik selanjutnya ia menarik tangannya dengan kasar dan hendak melarikan diri dari Minhyuk yang terlihat sangat mengerikan malam itu. Namun Minhyuk justru menahan bahunya dan menariknya dengan kasar sebelum dengan paksa menahannya dalam rengkuhannya.

    Saat itu, tanpa sepengetahuan Kihyun. Minhyuk mengangkat tangan kirinya ke udara yang entah sejak kapan terdapat pecahan kaca yang cukup lebar berada dalam genggamannya. Dalam waktu singkat, pecahan kaca di tangannya menembus seragam yang di kenakan oleh Kihyun dan membuat tubuh pemuda itu tersentak ketika pecahan kaca di tangannya berhasil menancap pada punggung pemuda malang itu.

    Kihyun kehilangan kesadarannya seiring dengan pecahan kaca di tangan Minhyuk yang melebur dan berbaur dengan udara. Minhyuk secara otomatis menahan tubuh Kihyun dan perlahan retakan di wajahnya menghilang sedikit demi sedikit hingga tak menyisakan sedikitpun cacat di wajah pucat dengan tatapan yang dingin tersebut.

    "Jangan mempermainkanku, teman."

Selesai di tulis : 23.02.2020
Di publikasikan : 23.02.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro