Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05

    Dari Perusahaan ayahnya, Hyunjin memasuki sebuah Kafe yang terletak di salah satu gang Itaewon yang cukup ramai menjelang sore seperti ini. Lonceng yang berada di atas pintu berbunyi ketika tangannya mendorong pintu kaca tersebut dan menarik perhatian si pemilik Kafe yang saat itu berdiri di belakang meja kasir.

    Seulas senyum menyambut Hyunjin, mengiringi langkah pemuda itu mendekati pemuda yang tampak lebih tua darinya dan saat itu tengah berdiri di belakang meja kasir.

    "Kau bolos sekolah?" satu pertanyaan menyambut Hyunjin bersama sebuah jabatan tangan.

    Lee Minho, salah satu anggota Seoul Connection. Anggota tertua yang berstatus sebagai Mahasiswa serta pemilik salah satu Kafe di gang Itaewon itu merupakan seorang DJ di Group Underground mereka.

    Hyunjin melipat kedua tangannya di atas meja tanpa mempedulikan pertanyaan yang sebelumnya di lontarkan oleh Minho padanya. "Kenapa tempat ini selalu ramai di jam-jam segini?"

    "Itulah sebabnya kenapa aku selalu mengambil kelas pagi," balas Minho dengan seulas senyum lebarnya. "Kenapa kau bisa berkeliaran di sini?"

    "Aku bosan sekolah. Ayahku banyak uang, tanpa bersekolah sekalipun, masa depanku sudah pasti terjamin."

    Minho terkekeh pelan. "Kau ini ... masuklah, akan ku bawakan sesuatu untukmu."

    Hyunjin lantas pergi ke sudut lain Kafe. Berjalan lebih ke dalam dan membuka salah satu pintu yang ada di sana. Begitupun dengan Minho yang berjalan ke arah dapur.

    Hyunjin menutup pintu dari dalam dan berjalan menuruni anak tangga yang tidak terlalu tinggi sebelum menapakkan kakinya di lantai ruangan yang tidak lain adalah ruang Meeting sekaligus kamar Minho. Di tengah ruangan terdapat sofa yang mengelilingi meja kaca, sedangkan di ujung ruangan itu terdapat sebuah ranjang yang cukup besar karena meski orangtua Minho tinggal di Seoul, pemuda itu lebih sering menghabiskan waktu luangnya di Kafe tersebut.

    Hyunjin melempar ranselnya ke lantai tepat di samping sofa dan segera menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang dalam posisi tengkurap. Bertingkah seperti ia yang berada di rumahnya sendiri. Dia kemudian membalik tubuhnya menghadap langit-langit, sejenak terdiam sebelum tangannya merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang hasil penjarahannya pada dompet sang ayah sebelumnya.

    Mengangkat uang tersebut di atas wajahnya, pemuda itu menghitung jumlah uang yang ia dapat. Namun pergerakannya terhenti ketika kepalanya kembali pusing. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat guna menghilangkan rasa pusing yang kembali menyerangnya.

    "Kau baru saja merampok di mana?" tegur Minho yang datang dengan sebuah nampan berisi satu porsi makanan yang di jual di Kafenya serta satu gelas minuman.

    "Winner's Group," acuh Hyunjin yang dengan cepat mengembalikan uangnya ke dalam saku celana. Namun bukannya segera bangkit, pemuda itu justru berdiam diri menatap langit-langit.

    Minho berjalan memutari meja setelah menaruh nampan di tangannya di atas meja tepat di hadapan Hyunjin. Pemuda yang lebih tua itu lantas mendudukkan diri berseberangan dengan tempat Hyunjin.

    "Kau sakit?"

    Hyunjin menoleh. "Apa aku terlihat seperti orang sakit?"

    "Kau terlihat seperti orang linglung. Apa Ayahmu baru saja memarahimu?"

    "Ayah mana yang tidak akan marah ketika melihat anaknya bolos sekolah?"

    "Jika sudah tahu, kenapa masih melakukannya?"

    Hyunjin menghela napasnya dan kembali menghadap langit-langit dengan mata yang terpejam.

    "Aku serius, apa kau sedang sakit? Jika sakit, kenapa tidak pergi ke Dokter?"

    Mata Hyunjin terbuka di susul oleh sebuah garukan ringan pada hidungnya. Dia kembali menolehkan kepalanya ke arah Minho. "Hyeong punya obat sakit kepala?"

    "Untuk apa?"

    "Kepalaku sedikit sakit."

    "Tunggu sebentar, aku lihat dulu."

    Minho beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah ranjang untuk memeriksa persediaan obat yang ia simpan di laci sebelah ranjang. Tak sampai satu menit, pemuda itu kembali menghampiri Hyunjin dan meletakkan satu tablet obat serta segelas air putih di atas meja.

    "Makan dulu, baru minum obat."

    Hyunjin segera bangkit dan langsung mengambil obat yang di berikan oleh Minho lalu menelannya bersama satu teguk air.

    "Kau ini, bukan seperti itu caranya minum obat."

    "Aku sudah makan tadi pagi," acuh Hyunjin.

    "Dari mana saja kau seharian ini?"

    "Tidak dari mana-mana."

    "Jisung menghubungiku dan mengatakan bahwa kau tidak ke sekolah, tapi kenapa kau memakai seragam sekolah?"

    "Bukankah sudah ku katakan bahwa aku malas sekolah, kenapa Hyeong menginterogasi ku seperti itu?"

    "Karena kau selalu bersikap seenaknya. Jika suatu saat kau menjadi Idol, kau akan mendapatkan masalah karena kelakuanmu saat ini."

    Hyunjin tersenyum remeh. "Siapa juga yang ingin menjadi seorang Idol?"

    "Kenapa tidak? Kau memiliki kriteria yang bagus untuk menjadi seorang Idol."

    "Kenapa bukan Hyeong saja?"

    Minho tertawa. "Aku? Kau tahu berapa usiaku sekarang, aku sudah tidak bisa lagi menjadi seorang Idol."

    "Aku tidak tertarik," acuh Hyunjin.

    "Salah satu stasiun televisi akan mengadakan acara Survival, sepertinya Jongho tertarik untuk ikut. Kenapa kalian tidak mencobanya saja, jika kalian berhasil debut, kalian akan menjadi terkenal."

    Hyunjin menatap sinis dan kemudian kembali bersikap acuh. "Ayahku memiliki banyak uang untuk bisa membuatku menang dengan mudah di acara seperti itu."

    "Eih ... singkirkan lah sifatmu yang congkak itu. Kau membuat semua orang berpikir buruk tentangmu."

    "Siapa yang peduli. Ini hidupku, jika tidak suka, ya tinggal pergi saja."

    Minho menghela napasnya seiring dengan punggungnya yang bertemu dengan sandarannya. "Kau yakin tidak tertarik? Jika debut, kau akan mendapatkan dunia," ucap Minho kemudian dengan sebelah alis yang sekilas terangkat.

    Hyunjin tertawa sinis sebelum tawanya semakin keras di iringi oleh tepukan tangannya. Membuat dahi Minho mengernyit, merasa heran dengan tingkah anak itu yang menurutnya berlebihan.

    "Berhenti tertawa dan jelaskan di bagian mana yang lucu."

    Tawa Hyunjin perlahan memudar hingga tersisa senyum lebar di wajahnya. "Memiliki dunia hanya karena menjadi seorang Idol? Jangan konyol!"

    "Kau tidak percaya?" Minho menegakkan tubuhnya dan sedikit membungkuk, menumpukan kedua sikunya pada lutut. "Dengarkan aku baik-baik. Kau tahu BTS?"

    "Meski orang buta sekalipun, mereka juga pasti mengenal BTS. Kenapa Hyeong menanyakan hal sekonyol itu?" Hyunjin melipat satu kakinya di atas sofa dan menyandarkan punggungnya.

    "Bukan hanya mereka! Monsta X, Stray Kids dan bahkan Ateez. Kau tahu berapa banyak Dollar yang mereka dapatkan setelah tampil di stasiun televisi Amerika?"

    "Ateez belum tampil di televisi Amerika," ralat Hyunjin.

    "Belum! Mereka baru memulai Tour tahun ini. Kau lihat saja, jika tidak tahun ini, maka tahun depan mereka akan muncul di stasiun televisi Amerika."

    Dahi Hyunjin mengernyit. "Hyeong, kau bukan seorang Fanboy, kan?"

    Minho tersenyum lebar. "Aku seorang Fanboy. Fanboy dari Cho Miyeon."

    "Cho Miyeon siapa?"

    "Presenter cantik di KBS itu." Minho kembali menyandarkan punggungnya dengan tangan yang kemudian bersedekap.

    Hyunjin menatap sinis dan lantas mencibir, "pantas saja Hyeong suka melihat siaran berita ... jangan bermimpi! Wanita secantik itu tidak akan mau dengan Hyeong. Cari saja yang lain."

    Minho kembali tersenyum lebar seperti tak ada kata yang menyakitkan dari ucapan Hyunjin. "Kenapa harus bermimpi? Nanti malam aku juga akan menjemputnya di gedung KBS."

    Hyunjin memicing. "Bohong."

    "Asal kau tahu saja, dia adalah temanku di Universitas."

    "Mimpi Hyeong terlalu tinggi, Hyeong pikir aku akan percaya? Bagaimana jika aku mengatakan bahwa Ibuku seorang Aktris terkenal, memangnya Hyeong akan percaya?"

    Minho sekilas memiringkan kepalanya. "Jika itu memang benar, bukankah aku harus percaya?"

    Hyunjin membuang muka sembari mendengus.

    "Bagaimana? Kau mau, tidak?"

    "Apanya?" sahut Hyunjin sedikit ketus.

    "Jika kau mau, aku akan mengantarmu untuk ikut audisi besok."

    "Siapa yang ingin menjadi Idol? Jika kami debut sebagai Idol, bagaimana dengan Hyeong?"

    "Mudah saja, aku bisa menjadi Manager kalian."

    "Aish ... jangan memaksaku, aku tidak mau ikut."

    "Kenapa?"

    "Aku tidak mau memiliki banyak istri!" pernyataan konyol yang mengundang gelak tawa dari Minho. Tentu saja ia tahu apa yang di maksud oleh Hyunjin.

    "Aku rasa itu akan lebih baik saat semua orang bisa mencintaimu. Bukankah itu pemberian Tuhan yang sangat luar biasa?"

    "Aku tahu aku memang kekurangan kasih sayang. Tapi aku hanya kekurangan kasih sayang seorang Ibu, bukannya istri."

    "Kau ini ada-ada saja." Senyum Minho memudar ketika ia melihat sesuatu yang asing di wajah Hyunjin.

    "Kenapa melihatku seperti itu?"

    "Hidungmu, berdarah?"

    Netra Hyunjin membulat, ia segera menyentuh hidungnya dan melihat tangannya yang kemudian terdapat bercak darah. Dahinya mengernyit heran.

    "Lagi?" batinnya yang segera beranjak berdiri. Sembari menutupi hidungnya, ia berjalan dengan terburu-buru menuju kamar mandi yang berada di ruangan itu dan menyisakan kepanikan di wajah Minho.

    "Ya! Ada apa? Kau benar-benar sakit?" Minho lantas ikut berdiri dan menyusul Hyunjin.

Selesai di tulis : 14.03.2020
Di publikasikan : 20.03.2020

   

  

   

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro