Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

03

    Meninggalkan Hyunjin yang belum sadarkan diri di ruang IGD, Jongin duduk di salah satu kursi yang berada di ruang tunggu. Mencari tempat yang tidak terlalu ramai untuk menghubungi sang ayah guna meminta bantuan. Pemuda itu mengeluarkan ponselnya dan segera mencari kontak sang ayah lalu menghubunginya.

    "Ayah, ini aku."

    "Jongin, kenapa menghubungi ayah? Bukankah seharusnya kau ada di sekolah?"

    "Ada sedikit masalah di jalan tadi, temanku masuk Rumah Sakit."

    "Apa? Bagaimana bisa? Kau baik-baik saja, kan?" Tampak kekhawatiran dari nada bicara sang ayah.

    "Aku baik-baik saja, Ayah tidak perlu mencemaskan aku. Temanku pingsan di jalan, jadi aku membawanya ke Rumah Sakit."

    "Ah... Begitu, jadi kenapa kau menghubungi ayah?"

    "Bisakah Ayah meminjamkan uang padaku? Aku tidak tahu nomor telepon keluarganya."

    "Kau tidak tahu rumahnya?"

    "Aku tahu, tapi dia hanya tinggal sendiri."

    Ayah Jongin sempat terdiam untuk beberapa waktu dan membuat pemuda itu sedikit gusar, mungkinkah kali ini dia akan terkena marah.

    "Ayah." Panggil Jongin dengan hati-hati. "Ayah tidak marah, kan?"

    "Ah... Tunggu sebentar, di mana kau sekarang?"

    "Hankuk Medical Center."

    "Baiklah, kau tunggu di sana. Ayah akan menyuruh Sunghwan untuk ke sana."

    "Ye, terima kasih."

    Jongin memutuskan sambungan dan beranjak dari duduknya untuk kembali ke tempat Hyunjin. Kembali memasuki IGD, dia berjalan ke arah bilik yang di tempati oleh Hyunjin. Namun ketika ia membuka tirai di hadapannya, netranya membulat terkejut ketika Hyunjin sudah tidak ada di sana, lengkap dengan sepatu dan juga ranselnya.

    Saat itu ada seorang Perawat yang melewati tempat Jongin, pemuda itu pun berbalik dan menghentikan langkah Perawat tersebut.

    "Permisi."

    "Ye, ada yang bisa ku bantu?"

    "Pasien yang ada di sini, kemana dia?"

    "Seorang Pelajar?"

    Jongin mengangguk.

    "Beberapa menit yang lalu dia pergi keluar, aku pikir dia bukan pasien."

    "Ah... Kalau begitu, terima kasih." Jongin sekilas membungkukkan badannya dan membiarkan si Perawat itu pergi.

    "Kenapa pergi begitu saja? Bagaimana jika sakitnya parah?" gumam pemuda itu.

    Di sisi lain, Hyunjin berjalan di pinggir jalan setelah meninggalkan Rumah Sakit. Dengan wajah yang sedikit mengernyit, dia sekilas memukul pelan kepalanya yang masih terasa sedikit pusing.

    Dia menggerutu, "bocah itu, kenapa malah membawaku kemari? Memangnya dia punya uang? Dasar!"

    Sekilas menoleh ke belakang guna memastikan bahwa Jongin tidak mengejarnya, Hyunjin kembali menggerutu, "lagi pula ada apa denganku?"

    Mengusak rambutnya dengan kasar, Hyunjin segera bergegas menuju Halte Bus terdekat. Menunggu sebentar hingga Bus datang dan kembali melanjutkan perjalanan.

    Di pemberhentian ke empat, Hyunjin turun dan yang jelas itu bukanlah daerah di sekitar sekolahnya. Berjalan tidak jauh dari tempat sebelumnya, Hyunjin menghentikan langkahnya di depan sebuah gedung pencakar langit di mana di sudut halaman terdapat tulisan Winner Groups dalam ukuran yang cukup besar dan gedung tersebut tidak lain adalah gedung perkantotan milik ayahnya.

    Sejenak melihat sekitar, Hyunjin lantas berjalan menuju gedung tersebut. Memasuki gedung perkantoran yang tampak sibuk, pemuda itu menuju meja resepsionis yang tampak asing baginya.

    "Permisi."

    "Ye?" si pegawai wanita tersebut tertegun melihat penampakan anak SMA di tempat itu. "Ada yang bisa ku bantu?"

    "Presedir Hwang, apa dia ada di sini?"

    "Maaf, tapi ada perlu apa kau mencari Presedir?"

    "Aku putranya," ujar Hyunjin dengan malas. Hal yang paling membuatnya malas adalah mengakui Hwang Minhyun sebagai ayahnya.

    "Eh?"

    "Apa dia ada di sini?"

    "Ah... Beliau sedang ada rapat hari ini. Kau bisa-" Perkataan si pegawai wanita itu terhenti ketika Hyunjin tiba-tiba pergi meninggalkannya.

    "Ya ampun, di mana sopan santunnya?" gumam pegawai tersebut.

    Bergegas memasuki lift, Hyunjin menekan tombol di lantai mana ruang kerja ayahnya berada dan setelah beberap waktu, pintu lift di hadapannya terbuka. Pemuda itu segera keluar dari lift dan berjalan menyusuri gedung Perusahaan milik ayahnya hingga kedatangannya menarik perhatian Yeoreum, Sekretaris ayahnya yang saat itu berada di balik meja nya yang terletak di samping pintu ruangan sang ayah.

    "Hyunjin-ssi, kau di sini?"

    Tak banyak memberi respon, Hyunjin hanya menatap sinis ke arah wanita muda itu sebelum masuk ke ruangan ayahnya. Meski ayahnya bukanlah pria hidung belang, namun pemuda itu tidak suka melihat wanita asing bersama dengan Minhyun meski wanita itu berstatus sebagai pegawai sekalipun.

   Mendapati ruangan yang kosong, Hyunjin segera menjatuhkan tubuhnya di tempat duduk kebesaran milik sang ayah. Menaruh kedua kaki di atas meja, mengeluarkan ponsel lalu bersandar dengan nyaman. Menyingkirkan kemungkinan ia yang akan terkena amukan dari Minhyun ketika ayahnya itu melihat kelakuannya saat ini.

    Menyalakan layar ponselnya, sebelah alis Hyunjin terangkat sekilas ketika ia melihat satu pesan belum terbaca dari Jongin. Tak memiliki alasan untuk mengabaikan pesan tersebut, ia lantas membuka pesan dari juniornya tersebut.

    "Senior, senior di mana? Kenapa tiba-tiba pergi? Dokter belum memeriksamu."

    Sudut bibir Hyunjin tersungging sebelum ia mengirimkan balasan untuk Jongin. "Aku sudah berada di Surga, jangan mengangguku dan pulanglah."

    Senyum itu kembali terlihat di wajahnya setelah ia mengirim balasan yang cukup konyol tersebut. Ia kemudian membuka folder musik di ponselnya dan memutar salah satu track dari album yang ia garap bersama anggota Seoul Conection lainnya. Musik beraliran Hip-Hop dengan perpaduan Rap yang di lakukan dengan cepat yang tentunya tidak akan cocok di telinga kebanyakan orang, terlebih lagi para orang tua.

    Menjadikan ruang kerja ayahnya sebagai studio musik dadakan, Hyunjin menambah volume musik yang ia putar dan menaruh ponselnya di meja. Sedangkan Yeoreum yang samar-samar mendengar keributan kecil itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, merasa sudah hafal dengan kelakuan putra dari Bosnya.

    Kaki Hyunjin yang masih berada di atas meja bergerak kecil mengikuti irama dari lagu yang ia perdengarkan, namun matanya segera memicing ketika ia melihat sebuah bingkai foto yang berada di dekat kakinya, di mana dalam foto tersebut terdapat sosok sang ayah dan juga ibu tirinya dalam balutan baju pengantin.

    Seketika suasana hatinya bertambah semakin buruk. Kakinya kemudian membuat sedikit pergerakan. Menendang pelan bingkai foto itu hingga terjatuh ke lantai, namun hal itu belum cukup untuk merusak bingkai dari foto tersebut. Setelah melakukan kenakalan kecil itu, kedua tangannya bertumpuk di atas perut di susul dengan kelopak matanya yang menutup.


    Minhyun keluar dari ruang rapat bersama salah satu pemegang Saham tertinggi kedua setelahnya. Keduanya berhenti di depan pintu dan saling berhadapan untuk saling menjabat tangan satu sama lain.

    "Terima kasih atas kerja samanya, aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan Tuan Yoo."

    Pria yang sepantaran dengan kakek Hyunjin tersebut tertawa sejenak. "Lakukan apa yang perlu kau lakukan, aku hanya akan menerima hasilnya. Ya sudah, aku harus pergi sekarang."

    "Ye, sekali lagi terima kasih." Minhyun sejenak membungkukkan badannya untuk mengantarkan kepergian tetua dari Winner Groups itu sebelum ia yang bergegas kembali ke ruangannya.

    Menghampiri Yeoreum di mejanya, Minhyun menaruh dua buah berkas di atas meja.

    "Presedir sudah kembali?"

    "Simpankan ini untukku dan bawakan berkas yang ku minta tadi pagi."

    "Ye."

    Dahi Minhyun sedikit mengernyit ketika mendengar suara bising dari dalam ruangannya, ia pun menjatuhkan tatapan menuntutnya pada Yeoreum. "Siapa yang ada di dalam?"

    "Hyunjin datang untuk menemui Presedir."

    "Hyunjin?" Kerutan itu bertambah di wajah ayah dua anak itu. Terdapat guratan kemarahan di wajah Minhyun ketika mendapati fakta bahwa putranya itu bolos sekolah. Ia pun bergegas masuk ke ruangannya.

    Langkah Minhyun sempat terhenti ketika alunan musik yang sangat berisik menyapa pendengarannya, di tambah dengan kelakukan putra semata wayangnya itu yang bahkan seperti tak memiliki sopan santun.

    Menutup pintu di belakangnya, Minhyun lantas menghampiri Hyunjin, namun sebelum ia bisa menegur putranya itu, langkahnya justru terhenti ketika ia menginjak bingkai foto yang sebelumnya di jatuhkan oleh Hyunjin.

    Minhyun mengangkat kakinya dan sedikit membungkuk guna mengambil bingkai foto yang hancur di bagian pojok akibat terinjak olehnya. Menghela nafas beratnya dengan pelan, Minhyun menaruh foto tersebut di atas meja dan meraih ponsel Hyunjin lalu mematikan musik yang semakin memperburuk suasana hatinya.

    "Turunkan kakimu!" Berujar dengan lembut namun penuh ketegasan, Minhyun kembali menaruh ponsel putranya di atas meja. Namun tak respon yang di tunjukkan oleh putranya tersebut.

    "Hwang Hyunjin."

    Mata Hyunjin segera terbuka, menampakkan tatapan tak bersahabatnya.

    "Turunkan kakimu!"

    Tanpa minat, Hyunjin menurunkan kakinya namun masih tampak santai meski ia menyadari kemarahan di wajah sang ayah.

    "Kau bolos sekolah?"

    Hyunjin tak menjawab, hanya menatap jengah sang ayah.

    "Kenapa? Kau membuat masalah?"

    "Aku bukanlah putrimu yang sangat manja itu, kenapa juga aku harus membuat masalah?"

    "Kembalilah ke sekolahmu."

    "Gerbangnya sudah di kunci, bagaimana aku bisa masuk?" Terdengar begitu ketus, Minhyun menghela nafasnya untuk menurunkan emosinya.

    "Ada perlu apa?"

    "Bawa putrimu pergi dari rumahku."

    "Aku ayahmu, panggil aku dengan cara yang semestinya."

    Hyunjin hanya menatap sinis, bukan karena ayahnya adalah pria yang tidak bertanggung jawab. Justru ayahnya sangat bertanggung jawab. Hanya saja perseteruannya dengan sang ibu tiri membuatnya tak bisa memperlakukan sang ayah dengan baik.

    Minhyun kemudian menarik lengan Hyunjin dengan lembut dan menuntut putranya itu berjalan ke arah sofa. Di dudukkannya sang putra di sofa panjang sementara ia duduk di sofa lain.

    "Sekarang katakan apa masalahmu pada ayah."

    "Aku sudah mengatakannya."

    "Adikmu?"

    Hyunjin memalingkan wajahnya dan berujar dengan malas, "bawa anak ayah pergi dari sana, aku tidak mau istri ayah marah-marah padaku."

    Suara Minhyun lantas melembut, tak tahan lama-lama bersikap tegas kepada putra sulungnya yang ia besarkan seorang diri. "Ayah sudah memberi izin pada adikmu. Mulai sekarang, dia akan tinggal bersamamu."

    Hyunjin menatap tak terima. "Jangan memutuskan seenaknya, itu adalah rumahku. Hanya aku yang memutuskan siapa saja yang boleh tinggal di sana."

    "Hyunjin... Mengertilah sedikit, ibumu masih di Kanada dan ayah harus bekerja. Jika Yeji tinggal di rumah, dia akan kesepian... Kau tidak perlu cemas tentang ibumu, ayah yang akan bicara pada ibumu."

    "Dia bukan ibuku!" sarkas Hyunjin.

    Minhyun mengangkat kedua telapak tangannya ke udara untuk menekan emosi Hyunjin. "Baiklah, baiklah. Ayah minta maaf... Tapi kali ini ayah tidak bisa menuruti kemauanmu. Yeji akan tinggal bersamamu."

    Hyunjin menyandarkan punggungnya dengan kaki yang terbuka lebar dan tatapan kosong yang menatap langit-langit. Dia lantas bergumam, "hidupku sudah cukup tenang tanpa wanita, kenapa kalian malah merusaknya?"

    "Ayah juga sedang mengurus kepindahan adikmu, mungkin sekitar satu minggu lagi kalian bisa berangkat sekolah bersama."

    Hyunjin dengan cepat kembali menegakkan tubuhnya. "Jangan sekolahkan gadis itu di tempatku!"

    "Kenapa?"

    "Aku tidak mau!" seru Hyunjin, namun kali ini lebih terdengar seperti seorang anak yang tengah merengek pada sang ayah.

    "Tapi ayah terlanjur mendaftarkan adikmu di sana."

    "Ayah memiliki uang yang banyak, tinggal pindahkan saja apa susahnya? Aku tidak mau tinggal dengan anak itu, aku tidak ingin satu sekolah dengan anak itu! Berhenti menyusahkan hidupku!"

    Selesai dengan amukan kekanak-kanakannya, Hyunjin segera membaringkan tubuhnya dengan posisi menghadap sofa hingga sang ayah tak mampu melihat wajahnya.

    "Adikmu sangat merindukanmu, sebaiknya kau jangan terlalu kasar padanya."

    Tak ada respon dan begitu seterusnya hingga beberapa menit menunggu, Minhyun lantas berdiri. Dia melepaskan sepatu serta kaos kaki Hyunjin lalu menaruhnya di samping kaki sofa sebelum meninggalkan putranya dan kembali ke meja kerjanya. Sedangkan Hyunjin masih berdiam diri dalam posisi yang sama dengan mata yang masih terbuka. Berdiam diri ketika kepalanya kembali pusing.

    Pikirannya berkecamuk, mengingat kembali keadaannya beberapa minggu terakhir ini yang sering mimisan. Jika biasanya hanya mimisan tanpa di sertai rasa sakit di kepala, hari ini kepalanya benar-benar berat terlebih pagi tadi hingga ia yang tidak sadarkan diri. Dalam keterdiamannya dia mulai mengkhawatirkan dirinya sendiri, merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya dalam beberapa minggu terakhir.

    "Tidak mungkin, kan, jika aku terkena Leukimia?"























Selesai di tulis : 11.03.2020
Di publikasikan : 11.03.2020

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro