13
Hyunjin memasuki kelasnya dan segera menempati bangkunya dengan helaan napas berat sebagai pelengkap yang membuat pandangan Changbin dan juga Jisung yang sebelumnya tengah berbicara serius lantas mengarah pada dirinya.
Changbin dan Jisung sempat saling bertukar pandang sebelum keduanya menghampiri Hyunjin. Jisung menarik kursi di depan meja Hyunjin, sedangkan Changbin lebih memilih bersandar pada meja tepat menghadap Hyunjin. Bisa dilihat oleh keduanya, wajah kesal Hyunjin di pagi hari yang cerah itu.
Changbin kemudian berucap, "apa lagi sekarang? Kapan kau akan datang dengan suasana hati yang baik?"
Hyunjin menyahut dengan acuh, "siapa yang peduli dengan hal itu?"
"Aku peduli," celetuk Jisung yang lantas mendapatkan tatapan menghakimi dari Hyunjin.
Hyunjin kemudian berteriak frustasi sembari menggelengkan kepalanya dan berhasil mengejutkan semua orang yang berada di dalam kelas, tak terkecuali kedua temannya.
Dengan tatapan bingung Jisung menegur, "kenapa? Kenapa tiba-tiba berteriak?"
Hyunjin kemudian memasang wajah yang patut dikasihani dan berbicara dengan suara yang lirih, "kenapa tidak ada yang berjalan dengan baik? Hidupku benar-benar menyebalkan."
Jisung menatap prihatin namun Changbin justru tersenyum tipis sebelum menegur, "apa-apaan ini? Apa Hwang Hyunjin sedang merengek seperti bayi sekarang?"
Hyunjin meraih ranselnya dan langsung melemparkan pada Changbin yang dengan sigap menangkapnya dengan seulas senyum yang mengembang di wajahnya.
Hyunjin kemudian bergumam dengan wajah frustasi, "ingin bernapas dengan tenang pun sepertinya tidak mungkin."
Jisung kemudian menyahut dengan suara yang terlalu bersemangat, "ada apa denganmu? Jika kau tidak bicara pada kami, bagaimana kami bisa mengerti? Katakan ... apa kau bertengkar dengan ayahmu?"
"Sepertinya itu tidak mungkin," sahut Changbin dengan tatapan menyelidik.
"Ya! Ya! Kalian sudah mendengar kabar?" Jongho tiba-tiba masuk membawa keributan.
"Kabar apa?" sahut Hyunjin dengan malas.
"Ada Hyunjin versi perempuan yang bersekolah di sini."
Changbin dan Jisung menatap penuh tanya pada Jongho sebelum pandangan mereka jatuh pada Hyunjin yang memasang wajah datar tanpa ekspresi.
Jisung kembali memandang Jongho dan bertanya, "apa maksudmu dengan Hyunjin versi perempuan?"
"Sungguh! Aku tidak bohong, aku benar-benar melihatnya. Dia murid baru dan dia benar-benar mirip dengan Hyunjin. Kalian harus melihatnya sendiri."
Jisung memandang Hyunjin. "Kau ... memiliki saudara kembar?"
Hyunjin memalingkan wajahnya sembari bergumam dengan malas, "bahkan ibu kami berbeda, bagaimana bisa wajah kami mirip?"
Dahi Changbin mengernyit. "Maksudmu Hwang Yeji ada di sini?"
Jongho dan Jisung memandang Changbin dan berseru dalam waktu yang bersamaan, "Hwang Yeji?!"
Hyunjin terdiam, mencoba untuk terlihat tenang meski ia sangat frustasi dan hanya mampu menggaruk keningnya dengan pelan.
LOST AND FOUND
Changbin, Jisung dan juga Jongho berdiri di lorong yang berada di depan ruang guru. Dan kehadiran mereka di sana lebih mirip jika disebut sebagai komplotan senior yang hendak menghalangi jalan para junior untuk meminta uang mereka. Sebuah geng perundung.
Pintu ruang guru terbuka dan dua murid wanita keluar dari sana. Jongho kemudian memberitahu kedua temannya, "dia datang."
Saat itu Yeji tengah berbincang-bincang dengan murid yang akan satu kelas dengannya. Dan karena guru meminta bantuan murid itu untuk mengantarkan Yeji berkeliling, secara otomatis murid itu menjadi teman baru dan pertama bagi Yeji.
"Aku pikir bersekolah di sana sangat menyenangkan, kenapa kau memilih kembali ke Korea Selatan?" tanya Shin Ryujin, gadis yang terlihat tangguh dan kasar itu.
"Itu menurutmu, menurutku di sana sangat membosankan. Lagi pula, aku datang kemari untuk bertemu dengan seseorang."
"Seseorang? Siapa?"
Yeji tersenyum simpul dan membuat Ryujin semakin merasa penasaran. Ryujin kemudian menyenggol bahu Yeji.
"Eih ... kau ini. Jika tidak berniat memberitahu, kenapa harus mengatakannya?"
"Cinta pertama," celetuk Yeji yang seketika membuat mata Ryujin melebar.
"Sungguh! Di mana dia sekarang? Apa kau sudah bertemu dengannya?"
Changbin berdehem untuk mengalihkan perhatian kedua siswi yang sudah sampai di hadapan mereka itu. Yeji dan Ryujin pun segera menghentikan langkah mereka.
Ketiga pemuda itu lantas mendekati Yeji yang memandang penuh tanya dan Ryujin yang menatap segan, mengingat gadis itu mengetahui reputasi dari ketiga senior di hadapannya itu.
Dengan kedua tangan yang berada di dalam saku celana, Changbin menghadap kedua gadis itu. Dan karena penampilannya itulah Yeji menaruh kesalahpahaman.
Yeji menarik lengan Ryujin dan berbisik, "siapa mereka? Apa mereka pelaku perundungan?"
Ryujin segera memandang Yeji dengan wajah mengernyit. "Apa yang kau bicarakan?"
"Lihat saja penampilan mereka," ujar Yeji membela diri.
"Aish ... kau ini." Ryujin kemudian memutuskan untuk menegur para seniornya tersebut. "Seonbae, ada apa?"
Changbin menyahut, "aku ada perlu sebentar dengan Hwang Yeji."
Kedua gadis itu terkejut dan sempat saling bertukar pandang.
Ryujin kemudian bertanya, "kalian mengenal anak ini?"
Jisung tiba-tiba berbicara, "wahh ... tidak diragukan lagi. Kau memang mirip Hyunjin."
"Hyunjin Seonbae, apa hubungannya anak ini dengan Hyunjin Seonbae?" Ryujin terlihat bingung, namun tak ada yang bersedia menjelaskan.
Yeji kemudian bertanya, "kalian mengenalku dari Hyunjin?"
Jongho menyahut, "kau tidak ingat dengan kami?"
"Siapa?"
Jisung menyahut, "percuma saja kau tanyakan, dia tidak mengingat siapa kita. Lagi pula ibunya melarangnya bergaul dengan Hyunjin."
Changbin menegur Jisung, "hati-hati dengan ucapanmu."
Jisung tersenyum lebar sembari memberi isyarat bahwa dia meminta maaf.
"Kalian membuatku bingung," ucap Ryujin.
"Oh! Hyunjin," seru Yeji dengan riang sembari melambaikan tangannya ketika melihat Hyunjin tidak jauh dari tempat mereka.
Ketiga teman Hyunjin menoleh ke belakang. Dan saat itu wajah frustasi Hyunjin kembali terlihat. Ia pun segera melarikan diri ketika melihat Yeji berlari ke arahnya.
"Aku pergi dulu. Ryujin, kita bertemu di kelas nanti."
Ketiga orang yang ditinggalkan terlihat bingung ketika melihat Yeji mengejar Hyunjin. Sedangkan Changbin hanya mengulas senyum tipis sebelum pandangannya terjatuh pada Ryujin.
"Shin Ryujin."
"Ye?" jawab Ryujin, sedikit terkejut karena Changbin tiba-tiba memanggilnya.
"Kau berteman dengan Hwang Yeji, bukan?"
Ryujin mengangguk sembari berucap, "bisa jadi."
"Kalau begitu perlakuan dia dengan baik. Dia adalah orang paling berharga untuk Hyunjin, jangan sampai dia terluka."
"Eh?" Keterkejutan Ryujin berkali-kali lipat, namun ketiga seniornya itu justru pergi begitu saja.
Dalam perjalanan ketiganya, Jisung menegur Changbin, "apa maksudmu berbicara begitu pada Ryujin?"
"Apa lagi? Aku tidak memiliki maksud apapun."
Jongho menyahut, "orang yang paling berharga? Aku tidak berpikir bahwa anak itu memiliki hal seperti itu."
Changbin tersenyum lebih lebar. "Kalian masih belum mengenal Hyunjin dengan baik. Lihat saja apa yang akan terjadi setelah ini."
Helaan napas frustasi itu keluar dari mulut Ryujin ketika suara dari ketiga pemuda itu tak lagi terdengar. Berkacak pinggang, Ryujin benar-benar merasa penasaran dengan identitas dari murid baru yang bahkan hanya ia ketahui namanya tersebut.
"Wah ... mereka benar-benar pandai membuatku penasaran. Hwang Yeji? Siapa sebenarnya gadis itu?" Ryujin kemudian kembali melanjutkan langkahnya namun masih tetap menggerutu. "Orang paling berharga untuk Hyunjin Seonbae? Apa itu sebuah lelucon? Sangat tidak bisa dipercaya Hyunjin Seonbae memiliki hal seperti itu ... kenapa wajah mereka sangat mirip? Ah ... ini membuatku gila."
LOST AND FOUND
Hyunjin menghela napas berat dengan pelan. Berdiri di atap gedung, pemuda itu mencoba mencari ketenangan setelah berhasil melarikan diri dari Yeji dengan mengorbankan kelas pertamanya.
"Kenapa dia bertingkah seperti itu? Dia tidak tahu jika itu hanya akan mempersulit hidupku?" sebuah ungkapan dari kegelisahan hatinya.
"Kapan dia datang?"
Dengan wajah yang mengernyit, Hyunjin menoleh ke sumber suara yang berasal dari balik punggungnya dan mendapati Changbin datang seorang diri.
"Kenapa Hyeong ada di sini?"
"Aku yang datang terakhir, harusnya aku yang bertanya," balas Changbin.
Hyunjin memalingkan wajahnya, mengabaikan Changbin yang telah berdiri di sampingnya.
"Dia tumbuh dengan sangat baik. Sangat mengejutkan melihat wajahnya sangat mirip denganmu," diakhiri oleh seulas senyum.
Hyunjin memandang Changbin seperti tak terima dengan apa yang baru saja diucapkan oleh rekannya tersebut.
"Tapi ... aku tidak menyangka bahwa wajah kalian akan sangat mirip saat kalian sudah dewasa. Itu sedikit mengejutkan."
"Aku merasa terhina saat Hyeong mengatakan hal itu."
Changbin tertawa ringan dan menepuk bahu Hyunjin beberapa kali. "Siapapun yang melihat wajah kalian pasti akan mengatakan hal yang sama."
"Ayahku tidak pernah mengatakan hal itu padaku."
"Mungkin dia hanya menahannya saja."
Hyunjin menghembuskan napas dalam dan menghadap Changbin untuk mengucapkan protesnya.
"Tapi bukankah ini tidak masuk akal? Dia bukan saudaraku, tapi kenapa kalian mengatakan bahwa wajah kami mirip?"
"Setahuku kalian masih bersaudara."
"Kami dilahirkan oleh wanita yang berbeda, bagaimana mungkin wajah kami bisa mirip?"
"Ayah kalian adalah orang yang sama, tentu saja kalian masih bersaudara. Kenapa bicaramu ngawur sekali?"
"Eih ... ini benar-benar membuatku frustasi. Aku benar-benar ingin mengusir anak itu, tapi dia tidak pernah pergi."
Seulas senyum lebar di wajah Changbin berubah menjadi senyum keprihatinan, menegaskan bahwa dia mengetahui hal lebih tentang pemuda di hadapannya.
"Hwang Hyunjin," tegur Changbin kemudian dan mendapatkan kembali perhatian Hyunjin.
"Ada apa?"
"Siapa orang yang paling berharga dalam hidupmu?"
Sudut bibir Hyunjin tersungging, tampak meremehkan pertanyaan Changbin.
"Apa yang sedang Hyeong bicarakan?"
"Jawab saja."
"Tidak ada. Aku tidak memiliki hal semacam itu, lagi pula kenapa menanyakan hal konyol seperti itu?"
"Kau memilikinya."
Dahi Hyunjin mengernyit. "Sudah kukatakan tidak ada."
"Tapi kau pernah mengatakannya padaku."
Hyunjin terlihat bingung. "Kapan?"
"Pikirkanlah sendiri, kau pernah menyebutkan nama satu orang di hadapanku."
Hyunjin menatap penuh selidik. "Aku tidak merasa pernah mengatakan hal konyol itu. Jangan mengada-ada."
Changbin tersenyum simpul. "Entahlah, karena kau tidak mengingatnya maka aku akan berpura-pura tidak tahu ... tapi, menurutku ada bagusnya melihat Yeji di sini."
"Di mana nilai baiknya? Setiap waktu dia selalu menggangguku. Bahkan aku tidak bisa bekerja di rumah."
"Kalian tinggal bersama?"
Hyunjin menggaruk lehernya, dan dengan begitu tanpa diberikan jawaban sekalipun, Changbin sudah mengerti.
"Lalu bagaimana dengan ibu Yeji?"
"Entahlah, mungkin nenek sihir itu akan segera membunuhku jika kembali ke Korea."
Changbin kembali menepuk bahu Hyunjin. "Aku turut prihatin."
"Itu sama sekali tidak membantu," sinis Hyunjin. Dan saat itu ia teringat sesuatu. "Kenapa Hyeong ada di sini? Bukankah kelasnya sudah dimulai?"
"Tidak ada kelas untuk hari ini."
Dahi Hyunjin mengernyit. "Kenapa?"
"Kau belum tahu? Hari ini kita kedatangan seorang Selebriti."
"Siapa?"
Changbin mengendikkan bahunya. "Entahlah, aku hanya mendengar bahwa kelas kita yang terpilih untuk pengambilan gambar. Mau tidak mau kita harus mengikuti skenario dari Produser. Kabarnya ini akan ditayangkan di televisi."
"Membuang-buang waktu saja."
"Ayo, mereka mungkin sudah mulai sekarang. Ketua Kelas pasti akan marah jika melihat bangku kita kosong."
Changbin berjalan menuju gedung terlebih dulu. Sedangkan Hyunjin, pemuda itu sempat memandang langit sebelum menyusul langkah Changbin.
Selesai ditulis : 11.11.2020
Dipublikasikan : 15.11.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro