Lembar 27.
Chungha berjalan mengendap-endap meski ia hanya memasuki kamar mandi. Tampak senyum yang tertahan di kedua sudut gadis muda itu. Memperhatikan sekeliling, Chungha berjalan mendekati satu-satunya pintu bilik yang tertutup.
Chungha menempelkan daun telinganya pada pintu, sejenak bertindak sebagai penguntit. Mendengarkan pergerakan di balik pintu tersebut, Chungha menutup mulutnya menggunakan jemarinya. Tertawa tanpa suara setelah mendengar gerutuan seseorang yang berada di dalam bilik.
Chungha kemudian menegakkan tubuhnya dan berucap dengan suara yang dibuat buat, "Nona Kim, waktu lima belas menitmu sudah habis."
Pintu di hadapan Chungha tiba-tiba terbuka dengan kasar dan membuat wanita muda itu sempat terlonjak.
"Ya ampun! Mengangetkan saja."
Sana bangkit dan segera keluar untuk memukuli Chungha menggunakan tasnya sembari memaki, "sudah puas sekarang! Kau sudah puas mempermalukanku! Harus kutaruh di mana mukaku sekarang!"
Di akhiri oleh teriakan frustasi, Sana lantas berjongkok lalu mencengkram kepalanya. Dan hal itulah yang membuat dua orang yang baru saja masuk, mengurungkan niat mereka dan segera meninggalkan tempat itu.
"Ya! Lihatlah apa yang sudah kau lakukan. Kau menakuti mereka."
Sana segera mengangkat wajahnya, menatap tajam pada Chungha. Namun pada akhirnya dia kembali mencengkram kepalanya dengan suara tangis yang dibuat buat untuk lebih mendramatisir keadaan.
"Bagaimana ini ... ini sangat memalukan. Si bodoh itu pasti tidak akan diam saja." Sana kembali memandang Chungha dan lantas membentak, "menyesal aku berteman denganmu!"
Wajah Chungha mengernyit ketika Sana justru menyembunyikan wajah di antara lengan yang terlipat di atas lutut. Bukannya merasa iba, dia justru ingin menertawakan tingkah konyol sahabatnya yang tidak pernah berubah.
"Berdiri ... sampai kapan kau akan duduk di situ?"
Sana menyahut tanpa berpindah dari posisinya, "harga diriku ..."
"Eih ... benar-benar." Chungha sekilas memalingkan wajahnya sebelum kembali memandang Sana dengan tatapan jengah. Chungha kemudian berucap dengan nada bicara yang lebih keras, "dari dulu kau memang sudah tidak memiliki harga diri! Kenapa baru memikirkannya sekarang?"
Mendengar hal itu, Sana segera mengangkat wajahnya dan berdiri. Mendaratkan satu pukulan ringan pada bahu Chungha yang kemudian mengaduh tanpa suara.
Sana kemudian berucap dengan lebih tenang namun tak menghilangkan kekesalannya, "pantaskah aku menyebutmu sebagai teman?"
"Jika bukan temanmu, memangnya aku ini apa?"
"Kau iblis, iblis yang tidak tahu diri," gumam Sana penuh penekanan yang justru membuat senyum lebar terlihat di wajah Chungha.
Sana kemudian mencibir, "tertawa sepuasmu, tunggu saja balasanku."
"Dengan cara bagaimana kau akan membalasku? Apa kau akan menyuruhku untuk mencium Park Seonghwa? Jika itu, aku akan melakukannya dengan senang hati." Chungha kemudian tertawa lepas.
Lain halnya dengan Sana yang menghela napas beratnya sebelum mempertemukan tangannya dengan keningnya. Dia lantas bergumam, "aku tidak tahu siapa yang gila di antara kita. Tapi sepertinya aku harus benar-benar berhati-hati denganmu mulai detik ini."
Tawa Chungha berhenti. Beralih ke samping Sana. Chungha merangkul leher sahabatnya itu yang masih menatapnya dengan sinis.
"Hentikan ... kenapa menatapku seperti itu? Apa Kepala Keamanan Kim memarahimu? Bukankah kau lari begitu saja setelah-"
"Diamlah ... kesehatanku menurun setiap kali mendengar suaramu," ucap Sana dengan malas sembari memalingkan wajahnya.
Chungha kemudian memeluk sahabatnya itu. "Ah ... jangan begitu. Aku minta maaf ... lagi pula sudah terlanjur, jadi mau diapakan lagi?"
Sana menatap sinis, namun yang ditatap justru tersenyum lebar. Chungha kemudian berucap, "bukankah kelasmu sebentar lagi akan dimulai?"
Sana menyalakan layar ponselnya, melihat jam yang terlihat di layar ponselnya. Satu helaan singkat keluar sebelum ia menurunkan tangan Chungha dan meninggalkan sahabatnya itu.
"Ya! Kau masih marah padaku? Aku sudah minta maaf ..." Chungha kemudian menyusul Sana.
Sana keluar dari kamar mandi, namun sebelum itu ia melongokkan kepalanya terlebih dulu untuk memastikan keadaan. Lain halnya dengan Chungha yang keluar tanpa beban.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Sana segera memandang Chungha sembari menaruh jari telunjuk di depan mulutnya sendiri, mengisyaratkan agar Chungha diam.
Sana kembali memandang sekitar dan bergumam, "dia tidak ada di sini, kan?"
Chungha menatap jengah. "Ayolah, Kim Sana ... percuma kau bersembunyi dari orang yang tinggal satu rumah denganmu."
Benar juga, itulah yang seketika mengisi kepala Sana.
"Aku pergi dulu. Jika kau butuh berkonsultasi, hubungi saja aku." Chungha kemudian meninggalkan Sana.
"Ya! Kau meninggalkanku? Bagaimana denganku?"
Chungha hanya melambaikan tangannya ke udara sebagai respon. Dan setelahnya Sana menggeretu, "benar-benar ... setelah membuatku berada dalam masalah, dia pergi begitu saja. Apa dia benar-benar temanku?"
Menghentakkan kakinya dengan kesal, Sana kemudian meninggalkan tempat itu untuk segera menuju kelasnya. Namun dalam perjalanan ia tak henti-hentinya memperhatikan ke sekiling. Berjaga-jaga jika saja Taehyung tiba-tiba muncul di hadapannya.
Langkah Sana melambat ketika ia hampir sampai di kelasnya saat mendapati Taehyung berjalan ke arahnya. Sana menggeleng pelan, kakinya hampir mengambil langkah mundur. Tapi saat itu pandangannya melihat Yohan yang sepertinya hendak menuju kelas.
"Tunggu!" pekik Sana tanpa sadar dan menarik perhatian semua orang.
Baik Taehyung maupun Yohan sama-sama berhenti dan memandang ke arah yang sama. Wajah kedua pemuda tampan itu menunjukkan rasa heran karena pekikan Sana yang tiba-tiba.
Tanpa pikir panjang, Sana segera berlari menghampiri Yohan. Membuat sedikit kejutan pada Yohan ketika ia langsung menggandeng lengan pemuda itu.
"Kau ingin ke kelas?" tanya Sana dengan senyum yang dibuat buat.
Yohan mengangguk dengan wajah bingung.
"Kita ke kelas bersama." Tanpa mendapatkan persetujuan dari Yohan. Sana menarik pemuda itu hingga keduanya berjalan beriringan.
Yohan bingung dengan sikap Sana yang tiba-tiba berubah manis. Namun tak memungkiri bahwa pemuda itu merasa senang hingga garis senyum terlihat di wajahnya siang itu. Sedangkan Sana sama sekali tak melihat ke arah Taehyung meski mereka berpapasan. Namun ketika sudah melewati tempat Taehyung, dia menoleh.
Taehyung berbalik ke arah Sana pergi dan menangkap basah gadis itu tengah memandangnya. Namun Sana segera memalingkan wajahnya dan mempercepat langkahnya.
Pandangan Taehyung terjatuh. Jemarinya menggaruk keningnya dan saat itu seulas senyum tak percaya sempat terlihat selama beberapa detik sebelum ia melanjutkan langkahnya ke arah sebelumnya. Mengingat Sana sudah masuk ke kelas dan ia bisa menikmati sedikit waktu bebasnya.
Sore itu kelas terakhir Sana sudah selesai. Sana memperhatikan pintu masuk dan menggerutu ketika melihat Taehyung masih berada di sana. Sejak siang tadi Sana berhasil menghindari Taehyung, namun sepertinya kali ini tidak akan bisa.
"Noona tidak ingin pulang?"
Sana sedikit terlonjak ketika Yohan tiba-tiba bertanya. "Hah? Ah ... tentu saja aku pulang."
Yohan memandang ke arah pintu. "Kepala Keamanan Kim sepertinya sudah menunggu."
Sana terlihat resah dan saat itu pikiran sesatnya kembali berfungsi. Dia kemudian memanggil pemuda yang masih duduk di sampingnya itu, "Yohan."
"Ya?"
"Kau sibuk?"
Yohan menggeleng, "tidak."
Sana kembali menunjukkan gelagat yang aneh ketika tiba-tiba bersikap manis dengan niat terselubung. "Kalau begitu, bolehkah aku menumpang sampai rumahku."
Yohan sempat terdiam dengan wajah bingung, namun setelahnya seulas senyum lebar terlihat di wajahnya. Dia kemudian menjawab, "tentu saja. Kenapa Noona sungkan seperti itu? Jika Noona ingin aku mengantar Noona, katakan saja."
Sana tersenyum canggung. "Ah ... bukan begitu. Tapi aku rasa orang itu sangat sibuk hari ini ... jika kau tidak bisa, aku bisa pulang sendiri."
"Aku sudah mengatakan bahwa aku bisa. Ayo." Yohan berdiri sembari meraih ranselnya.
Sana pun berdiri dengan senyum canggungnya. Keduanya keluar dan berhadapan dengan Taehyung.
Taehyung kemudian berucap, "kita pulang sekarang."
Yohan menyahut dengan cepat, "hari ini Noona akan pulang bersamaku."
"Itu adalah pekerjaanku," balas Taehyung.
"Aku sudah meminta izin pada paman Jaejung," bantah Yohan dan tentu saja Sana tahu bahwa itu bohong.
Yohan tersenyum ramah ketika tak ada bantahan dari Taehyung. "Sampai jumpa, Pak Kim," ucapan bernada sindiran.
Yohan meraih tangan Sana dan membawa gadis muda itu meninggalkan Taehyung yang tak beranjak dari tempatnya untuk beberapa detik. Setidaknya cara Yohan memanggilnya sebelumnya telah membuatnya berpikir bahwa dia benar-benar telah menjadi pria tua.
Taehyung berbalik. Memandang kedua orang yang berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih.
"Dia pikir berapa umurku?" gumam Taehyung yang kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Kau di mana?" tanya Taehyung setelah panggilan tersambung dan sempat terdiam untuk mendengarkan jawaban orang di seberang.
"Tidak apa-apa, aku pikir kau sedang tidak sibuk. Kalau begitu lanjutkan pekerjaanmu dan jangan lupa makan ... aku matikan teleponnya."
Taehyung memutuskan sambungan dan menjadi satu-satunya orang yang bingung harus pergi ke mana ketika Yeonjoo tak bisa ia temui di saat ia memiliki waktu luang. Sempat berpikir sejenak, Taehyung kemudian melangkahkan kakinya ke arah Sana dan Yohan pergi sebelumnya.
Selesai ditulis : 16.07.2020
Dipublikasikan : 20.07.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro