Lembar 23.
Pagi itu, Sana keluar dari kamarnya dan sudah bersiap untuk menuju Kampusnya. Namun hingga detik ini, ia belum melihat sosok Taehyung berada di paviliunnya.
Dengan wajah cantik yang tampak kesal setiap saat, wanita muda itu mengitari paviliunnya. Memeriksa setiap sudut hanya untuk menemukan satu orang yang sudah sukses membuat suasana hatinya memburuk sejak semalam.
Bagaimana tidak? Karena Taehyung yang menghilang secara tiba-tiba, dia harus pulang bersama Yohan yang jelas-jelas ia hindari sejak awal. Ia berpikir untuk melampiaskan kekesalannya pagi itu ketika ia melihat wajah Taehyung. Namun yang terjadi, tak ada Taehyung di manapun.
Berhenti bertindak konyol. Dari bagian belakang paviliunnya, Sana kembali ke depan. Berhenti di ruang tamu dengan sedikit pertimbangan sebelum ia berjalan menuju kamar Taehyung.
Tak bermaksud untuk basa-basi. Sana membuka pintu di hadapannya lebar-lebar dengan kasar. Berdiri di ambang pintu, pandangannya memandang ke sekeliling dan tak menemukan siapapun atau suara apapun di ruangan itu.
Sana lantas mencibir, "cih! Apa yang sebenarnya dia lakukan? Dia bahkan tidak peduli padaku meski aku jatuh ke kolam. Dan sekarang, dia berubah menjadi pria misterius yang tiba-tiba menghilang tanpa memberi kabar."
Sana tertegun dengan ucapan sendiri. Dia kemudian dengan cepat meralatnya, "tidak. Kenapa dia harus memberi kabar padaku? Memangnya siapa dia? Akan lebih bagus jika dia tidak pernah kembali ... ya, itu akan lebih baik. Tidak usah kembali sekalian."
Setelah menyelesaikan makiannya pada angin, Sana melangkahkan kakinya masuk dengan gelagat yang patut di curigai. Melongokkan kepalanya ke sana kemari seakan ingin memastikan bahwa tidak akan ada orang yang melihatnya memasuki ruangan itu. Dan setelah semua aman, Sana mulai menjarah kamar Taehyung.
Memeriksa setiap laci, lemari baju dan berakhir pada meja belajar di mana terdapat sebuah laptop dan beberapa buku yang tertata dengan rapi di sisi meja.
Netra Sana melebar ketika ia menemukan sesuatu yang menarik. Sana mengambil tumpukan buku teratas dengan sampul berwarna merah yang tampak usang.
The Canon Of Medicine. Sebuah judul yang membuat Sana heran. Karena buku tersebut terbilang karya kuno dari seorang Dokter bernama Ibnu Sina. Kenapa Taehyung membaca buku seperti itu? Itulah yang ada dalam pikiran Sana saat itu.
Wanita muda itu bergumam, "pantas saja pria kolot itu sangat menyebalkan. Bahkan bacaannya sama kolotnya dengan dirinya."
Sana menaruh buku itu di bagian yang kosong lalu memeriksa buku-buku lainnya. Dan alangkah terkejutnya ketika ia mendapati bahwa dari semua buku yang berada di atas meja, semuanya bertemakan tentang medis. Tidak ada novel atau bacaan santai lainnya. Hanya ada buku-buku yang berhubungan dengan dunia medis.
"Heol! Sebenarnya apa pekerjaan orang ini?" ucap Sana tak percaya.
"Sana ..."
Keterkejutan Sana bertambah ketika suara Jaehyung terdengar. Dengan panik ia segera menaruh satu buku yang berada di tangannya dan berlari keluar tanpa mempedulikan meja belajar Taehyung yang sedikit ia buat berantakan.
Dengan sedikit gugup, Sana menghampiri Jaehyung yang saat itu baru keluar dari kamarnya.
"Kau dari mana?"
"Dari dapur."
Jaehyung menatap penuh selidik. "Dari dapur siapa?"
"Apa maksud Oppa?"
"Dapur ada di sebelah sana dan kau datang dari sebelah sana," ujar Jaehyung sembari menunjuk ke arah yang berlawanan dengan Sana datang sebelumnya. "Kau mencari Taehyung?"
"Cih! Untuk apa aku mencari orang itu? Akan lebih baik jika dia tidak datang lagi," terdengar ketus seperti biasa.
Sana kemudian berjalan menuju pintu keluar di susul oleh Jaehyung. Tanpa menunggu Jaehyung, Sana segera masuk ke mobil. Menempati kursi penumpang bagian depan.
Jaehyung menyusul dan berucap ketika ia telah menempati tempat duduknya, "aku dengar Taehyung pergi ke Rumah Sakit semalam."
Sana sedikit terkejut, namun tak ingin menampakkan bahwa ia peduli. Dia kemudian berucap dengan acuh, "memangnya ada apa? Aku yang masuk ke kolam, kenapa dia yang harus pergi ke Rumah Sakit?"
Jaehyung menjawab sembari melajukan mobilnya meninggalkan halaman belakang, "aku dengar asam lambungnya naik."
"Hanya asam lambung ... berlebihan sekali," ucap Sana meremehkan.
"Kau ini bicara apa? Asam lambung pun juga bisa menjadi hal yang berbahaya."
"Jika dia memang sakit, tidak perlu bekerja lagi. Lagi pula untuk apa mempekerjakan orang sakit? Hanya menyusahkan saja."
"Ya ampun. Orang lain bisa sakit hati karena perkataanmu. Pikirkanlah dulu sebelum berbicara."
Sana mengibaskan tangannya ke udara dan berucap, "jika mereka sakit hati, tidak perlu mendengar ucapanku."
Jaehyung hanya mampu menggelengkan kepalanya. Bagaimanapun juga memang sangat percuma jika menasehati Sana menggunakan ucapan. Tapi tanpa di ketahui siapapun atau bahkan dirinya sendiri, dalam hati, Sana sedikit merasa resah. Mungkin sebatas rasa simpati terhadap orang yang sudah ia kenal. Namun sayangnya egonya terlalu tinggi untuk mengakui kepeduliannya terhadap keadaan di sekitarnya.
Taehyung beranjak dari duduknya setelah sempat terlibat pembicaraan dengan Jisoo di meja makan. Dan dari bahasa tubuh Taehyung, tampaknya keduanya tak mencapai kesepakatan bersama.
"Kau ingin pergi kemana?" tegur Jisoo.
"Jangan berpikir untuk kembali masuk ke kehidupanku. Sampaikan itu pada ibumu juga ... selamat tinggal."
Meraih jasnya yang menyampir di sandaran kursi, Taehyung lantas meninggalkan Jisoo. Pagi itu, Taehyung menyempatkan diri untuk untuk mampir ke apartemen lamanya. Bersinggah sebentar untuk mengganti pakaian dan bergegas menuju Kampus Sana menggunakan motor pribadinya yang sudah lama tak ia pakai setelah sempat berkomunikasi dengan Jaehyung melalui sambungan telepon.
Namun rencana awal batal. Taehyung berubah pikiran dan memutuskan untuk berbalik arah. Bukan lagi ke tempat Sana, melainkan ke tempat Yeonjoo. Sang kekasih hati yang sudah lama tak ia temui.
Sana duduk seorang diri di salah satu bangku yang terdapat di area taman. Tak seperti biasanya, wajah wanita muda itu terlihat sedikit lesu dan terkesan murung.
Dari arah belakang Chungha datang dan segera menempatkan diri duduk di samping Sana. Di perhatikannya wajah sang sahabat yang sama sekali tak memiliki semangat hidup.
"Ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu semalam?" selidik Chungha.
Sana sekilas memandang tanpa minat dan berucap, "tidak ada yang lebih memalukan di bandingkan dengan jatuh ke kolam di tengah-tengah pesta."
Chungha tampak menahan tawanya. Tentu saja dia mendengar insiden itu. "Tapi setidaknya kau beruntung karena ada seorang Pangeran yang masuk ke kolam untuk menyelamatkanmu."
Sana berujar dengan malas, "jika yang kau maksud adalah Yohan. Akan lebih baik jika aku tenggelam di sana."
"Ya!" Chungha memukul lengan Sana. "Bagaimana jika yang menyelamatkanmu adalah Kepala Keamanan Kim? Kau masih ingin tenggelam?"
"Itu memang tugasnya. Dia di bayar untuk menjagaku ... bukannya hanya berdiri ketika melihat aku jatuh ke dalam kolam," suara yang tiba-tiba meninggi dan terdengar kesal.
Chungha kembali menahan tawanya setelah tahu alasan kenapa wajah sahabatnya itu murung pagi ini. "Aku tahu, aku tahu."
"Apa yang kau tahu?"
Chungha menggeleng. "Tidak."
Chungha memandang ke sekeliling untuk menemukan keberadaan Taehyung. Dan setelah tak melihat sosok yang selalu menjadi bayangan Sana, dia kembali memandang sahabatnya tersebut.
"Ya! Di mana Kim Taehyung?"
"Kenapa kau menanyakan orang itu?"
"Bukankah setiap waktu dia selalu berada di dekatmu? Kenapa sekarang tidak ada?"
Sana bersedekap dan berujar tanpa minat, "dia kabur dari pesta dengan alasan asam lambung dan belum muncul juga hingga detik ini. Mungkin asam lambungnya sudah mencapai tenggorokannya sehingga ia tidak bisa lagi berbicara."
Chungha tertawa tak percaya. "Apa yang sebenarnya kau bicarakan? Katakan saja jika kau mengkhawatirkannya ... tidak akan ada yang melarang selama kau tidak ketahuan oleh model cantik itu."
Sana menatap tajam. "Jangan sembarangan bicara."
Chungha membenahi tatanan rambutnya sembari berujar, "kau yang tidak berpengalaman atau memang bodoh?"
"Apa maksudmu?"
"Bukankah sekarang kau sedang merasa kehilangan?"
Dahi Sana mengernyit. "Aku tidak merasa sudah kehilangan apapun."
Chungha menghela napasnya. "Bolehkah aku memukul kepalamu sekali saja?"
"Bicara yang jelas."
Chungha merapat dan memegang lengan Sana. Dia kemudian berbicara dengan cara berbisik, "kau, sudah jatuh hati pada Kepala Keamanan Kim, bukan?"
Sana mengalihkan pandangannya dengan senyum tak percaya dan dalam waktu singkat kembali memandang Chungha. "Kau sudah sinting?"
Chungha mengibaskan tangan di depan wajah. "Eih ... masih menyangkal. Jika kau suka, tidak masalah ... kalian juga terlihat serasi."
"Kau tidak sedang mabuk?"
Chungha tertawa pelan. "Apa maksudmu? Siapa yang akan mabuk di pagi hari?"
"Kau menyuruhku menjadi wanita jahat yang merebut kekasih orang lain. Bayangkan saja, akan kutaruh mana harga diriku, Nona Kim Chungha?"
Chungha tampak berpikir dan menganggukkan kepalanya. Dia berucap, "benar juga ... kalau begitu, tunggu sampai mereka putus saja."
Sana menatap sinis. Tak mengerti jalan pikiran dari sahabatnya itu.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa kau mendukungku dengan orang itu? Bukankah kemarin kau mendukungku bersama Yohan?"
"Aku sudah memikirkannya semalaman, dan memutuskan bahwa Kim Yohan bukanlah pria yang baik untukmu."
"Kenapa? Kau tahu sesuatu yang buruk tentangnya?"
Batin Chungha tersentak. Dan hal itu berhasil di tangkap oleh Sana. Sana kemudian memandang penuh selidik dan berucap, "apa yang kau ketahui tentang anak itu? Katakan padaku."
Chungha tertawa canggung dan semakin membuat siapapun yang melihat hal itu pasti bertambah curiga. "Tidak, tidak ... apa yang kau bicarakan? Bertegur sapa saja tidak pernah."
"Kau tahu sesuatu, cepat katakan padaku."
"Aku tidak tahu ... apa yang harus aku katakan padamu?"
Sana memicingkan matanya. "Mungkinkah ... dia, bermain wanita?"
Chungha kembali tertawa, namun tak bisa menghilangkan kecanggungannya. "Apa yang kau bicarakan? Meski dia populer, aku tidak pernah sekalipun melihatnya menggandeng perempuan."
"Lalu? Dari sudut pandang mana dia bukan pria baik?"
"Aish ... kau ini. Sudahlah, tidak perlu membahas anak itu lagi ... aku pergi, dan jika sudah ada perkembangan tentang Kim Taehyung, segera hubungi aku." Chungha mengedipkan sebelah matanya dan segera berlari kecil meninggalkan Sana.
"Ya! Katakan dulu padaku ..." lantang Sana.
"Sampaikan salamku pada Kepala Keamanan Kim ..." balas Chungha.
Sana menghentakkan kakinya. Merasa kesal karena harus kembali di tinggal sendiri. Biasanya jika tidak ada Chungha, ia tidak akan merasa kesepian karena masih ada Taehyung di sekitarnya. Tapi sekarang dia benar-benar merasa bahwa dia sendirian di tengah keramaian.
Inikah yang di namakan perasaan kehilangan ada setelah seseorang itu telah meninggalkannya?
Mengakhiri aktivitasnya hari itu. Sore itu Sana meninggalkan bangunan Kampusnya. Mengedarkan pandangannya ke sekitar guna menemukan mobil Jaehyung, perhatiannya teralihkan oleh sebuah motor yang tiba-tiba berhenti di depannya, dengan sang pengendara yang mengenakan setelan jas dan tampak sangat familiar.
Sana menatap penuh tanya. Dan rasa penasarannya itu terjawab setelah sang pengendara membuka helm yang menutupi kepalanya.
"K-kau?" Netra Sana membulat ketika melihat bahwa si pengendara motor besar itu adalah Taehyung.
Tak mempedulikan keterkejutan Sana. Taehyung menyerahkan sebuah helm pada Sana. "Pakai ini dan naik."
"Kau, kau ingin membawaku pulang dengan ini?"
"Aku tidak sempat mengambil mobil."
"Aku tidak mau! Aku tidak pernah naik motor sebelumnya. Bagaimana jika aku jatuh?"
"Jika Nona jatuh aku akan segera menelepon ambulan."
"Apa?"
Taehyung yang tak ingin bersabar pun segera memakaikan helm pada kepala Sana.
"Apa-apaan ini? Lepaskan benda ini dari kepalaku."
"Jika Nona melepasnya, kita akan terkena tilang."
Sana lantas memaki, "kalau begitu ambil mobilnya! Kenapa kau malah membawa benda seperti ini? Kau baru saja mencurinya?"
"Ini milikku dan cepat naik atau kutinggalkan di sini." Taehyung kembali mengenakan helmnya.
Sedangkan Sana sempat menghentakkan kakinya sebelum duduk di bagian belakang. Beruntung karena hari itu dia mengenakan celana panjang.
Taehyung menyalakan motornya, namun sedikit tersentak ketika Sana menarik bajunya hingga hampir mencekik lehernya.
"Apa yang Nona lakukan?"
"Berpegangan, memangnya apa lagi?"
"Lepaskan."
"Jika aku jatuh bagaimana?"
"Lepaskan sekarang."
Sana melepaskan pegangannya dan memukul punggung Taehyung dengan kesal. Namun di detik berikutnya di buat terkejut ketika Taehyung tiba-tiba menarik kedua tangannya dan melingkarkanya pada perut pemuda itu.
"Apa yang -" kalimat selanjutnya yang terbawa oleh angin ketika Taehyung segera melajukan motornya.
"Jika aku jatuh, akan kupenggal kepalamu!"
Selesai di tulis : 16.05.2020
Di publikasikan : 16.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro