Perasaan Aneh
Malam harinya, hujan turun begitu deras sebenarnya lebih enak dibuat tidur karna terasa hangat. Tapi tidak dengan keenam remaja yang tinggal di asrama tersebut.
"Deras banget hujannya." kata Yaya yang kini berdiri di depan jendela yang ada di ruang tengah bersama Taufan yang ikut melihat derasnya hujan.
"Hm, kau benar." kata Taufan menanggapi.
"Huh..kita minum teh saja yuk" ajaknya sambil berjalan ke arah sofa.
JDERR
"Huaaa!!" Teriak Taufan, Gopal serta Yaya yang masih berada dekat jendela.
"Petirnya deket" kata Ying yang duduk dekat jendela sambil melihat kearah luar.
"Mungkin bakal menyambar kita" kata Gempa yang duduk di sofa lain yang berhadapan dengan Halilintar.
"Y-yamete. Jangan bilang begitu ah. Aku takut tahu." Seru Taufan dengan tubuh yang sedikit bergetar.
JDERR
"Huaaa!!" Teriak Taufan kedua kalinya sambil merangkak di atas meja.
"Menyeramkan sekali ya, Hakito-kun" Ujarnya dengan raut takutnya dan merangkak cepat ke arah Halilintar yang duduk dipojok dekat jendela.
"Jangan mendekat!" Ujar Halilintar cepat sebelum Taufan memeluknya.
Taufan berhenti ditempat niatnya yang ingin memeluk Halilintar kandas sudah. Ditolehnya kesamping dan menemukan Gopal disana. Segera saja ia merangkak kearahnya dan memeluknya. "Hueee Gopaaall". Ringisnya dan diterima baik oleh Gopal. Sedangkan yang lain hanya memandangnya geli.
"Kau tak apa Yaya?" Tanya Ying melihat sahabatnya yang duduk di depannya. Yaya hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Tangannya meraih teko yang ada di meja, menuangkan teh dengan tangan yang sedikit bergetar.
JDERR
Aksi menuangkannya berhenti sejenak karena tubuhnya yang kembali bergetar setelah mendengar suara petir.
Gempa menolehkan kepalanya menatap Yaya dan melihat jika tangan gadis itu bergetar. Segera ia menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Daijobu?" Tanya Gempa. Yaya menoleh dan menganggukkan kepalanya.
Gempa meraih tangan Yaya, membantu menuangkan tehnya. Yaya merasa sedikit kaget dibuatnya. Pipinya dan tangannya merasa hangat seketika.
Setelah menuangkan tehnya, Gempa menggenggam tangan kiri Yaya. Yaya menatapnya bingung. "Ssttt.." bisik Gempa pelan dengan jari telunjuk yang menempel di bibirnya dan mata yang melirik selikas kearah teman-temannya. Yaya yang mulai mengerti hanya diam dengan wajah yang masih memerah. Gempa tersenyum, kemudian membawa tangan mereka ke bawah meja agar tidak nampak oleh yang lain.
"Ying, kau tinggal dimana?" Tanya Taufan tiba-tiba.
"Di dekat bukit Harumi" jawab Ying.
"Cukup dekat ya." Ujar Gempa yang ikut menanggapi.
"Ya, masih di lingkungan sekitar sini."balas Ying. Yaya menatap Gempa dengan senyumnya yang dia sendiri tak tahu sejak kapan ia tersenyum. Hatinya menghangat kala tangan pemuda itu menggenggamnya. Dikulumnya bibir bawahnya dan mengalihkan pandangannya ke bawah. Terlalu malu~.
"Apa kau tahu ada kafe dengan kue lezat di atas bukit?" Tanya Gempa dan di tanggapi gelelngan oleh Ying.
"Aku tidak tahu, emang ada ya?" Tanya Ying.
"Aku hanya pernah dengar dari tetangga." Balas Gempa.
Halilintar yang sedari tadi diam melirik kesal ke arah dua sejoli yang asik berpegangan. Ya, dia tahu sebenarnya dan itu yang membuatnya melirik kesal ke arah mereka, lebih tepatnya ke arah sang gadis.
JDERR
Bersamaan dengan itu, lampu tiba-tiba padam dan membuat obrolan Gempa dan Ying terhenti dan Taufan yang kembali merangkak ke atas meja.
"Mati lampu?"teriak Taufan yang ada ditengah-tengah mereka karena dia ada di atas meja :v
"Ya, petirnya deket banget." Jawab Ying sambil mencari hpnya.
"Halilintar-kun" rengek Taufan dan mulai merangkak ke arah Halilintar lagi.
"Ku bilang jangan mendekat!" ujar Halilintar cepat sebelum Taufan bener-bener memeluknya. Taufan kembali cemberut kemudian mencari Gopal yang tidak kelihatan karena gelap.
"Gopal kau dimana?" Tanyanya sedikit keras.
"Aku di depan mu bodoh" jawab Gopal menatap Taufan datar.
"Yaya-chan, aku mau ambil senter dulu, tunggu aku, ya." Kata Gempa menatap Yaya dengan tangan yang masih menggenggam tangan sang gadis. Yaya menganggukkan kepalanya.
"Aku akan segera kembali" ujar Gempa lagi, mencoba meyakinkannya. Kemudian ia beranjak dari duduknya ditemani senter dari hp.
"Chotto! Aku ikut denganmu" ujar Ying.
"Aku juga" ujar Taufan diikuti Gopal.
"Baiklah." Kemudian keempatnya mulai meninggalkan ruang tengah dan sibuk mencari senter di dalam. Menyisakan Halilintar dan Yaya.
Yaya menundukkan kepalanya, sebenarnya ia takut tapi berhubung masih ada Halilintar disana jadi ia sedikit tenang.
Brug
"Eh?!" Yaya hampir dibuat jantungan saat Halilintar yang tiba-tiba memeluknya dari samping. Diliriknya takut mata ruby itu yang kini menatapnya tajam.
"Dasar tidak setia." Gertak Halilintar pelan tepat ditelinga Yaya. Yaya kembali melirik pemuda itu yang masih memeluknya erat.
"Eh. B-barusan kau melihat, kami?" Tanya Yaya ketakutan. Sumpah melihat raut pemuda itu saat gelap, membuat kesan iblisnya bertambah, pikir Yaya.
"Diam kau, kucing bodoh. Kau pikir hal semacam itu bisa lolos dariku, ck?" Ujar Halilintar dengan menekan kata lolos dan berdecih kesal ke telinga Yaya. Yaya mengkerut takut, entah kenapa berdua dengan Halilintar selalu membuatnya takut ditambah kesal.
Halilintar melepaskan dekapannya kemudian satu tangannya menyingkirkan helai rambut Yaya yang menutupi telinga gadis itu.
"Eh?" Yaya dibuat bingung dengan tindakan pemuda itu, tapi ia memilih diam daripada digertak lagi. Catat: 'takut'.
"Akan ku pastikan kau tak melupakan, kau sebenarnya 'milik' siapa." Bisiknya tepat di depan telinga Yaya dengan menekan kata milik.
Kreg
"Eh!!" Pekik Yaya kaget, saat merasa jika telinganya kembali digigit oleh Halilintar. Yaya menolehkan kepalanya dan menatap pemuda itu terkejut. Sedangkan Halilintar sendiri hanya tertawa kecil melihat raut kaget gadis di depannya.
"Suaramu keras, tahu." Bisiknya. Yaya diam dan kembali mengalihkan tatapannya.
"Minna (teman-teman), kalian baik-baik saja?" Teriak Ying yang sepertinya sudah menemukan senternya, bersama Gempa.
Halilintar mengangkat dagu Yaya agar menatapnya. Wajahnya semakin dekat. Mengabaikan derap langkah yang mulai terdengar mendekat.
.
.
.
Dap dap dap
"Yak! Hentikan! Mereka kembali." Ujar Yaya pelan, tangannya mencoba mendorong tubuh Halilintar dan berhasil. Halilintar menatap Yaya dengan seringainya. Satu tangan yang memeluk pinggang sang gadis dan satunya berada di puncak kepala Yaya. "Itu bukan masalah bagiku." Ujar Halilintar dengan seringai yang masih terpampang diwajahnya.
⚡🌸
Gempa datang dengan tangan kanan yang memegang senter. Dilihatnya Yaya yang menundukkan kepalanya. Gempa menghampirinya dan duduk disampingnya. "Yaya-chan, kau tak apa?" Tanyanya memastikan. Yaya mendongak dan menatap Gempa disampingnya. Dengan senyum kakunya ia menganggukkan kepalanya.
Halilintar yang melihat itu hanya mendengus dan kembali menatap hujan. Ditariknya bahu Yaya agar menghadap ke arahnya.
"Maaf ya, meninggalkanmu sendirian." Ujar Gempa dengan nada lembutnya.
"O, tidak apa-apa kok." Balas Yaya dengan raut yang masih kaku. 'Ada yang aneh denganku. Mengira hatiku berdebar karena Halilintar-kun' batin Yaya dengan wajah yang menunduk.
Gempa tersenyum mendengarnya sampai tidak sengaja ia melihat sesuatu di leher Yaya yang ia tahu pasti apa itu. Ditatapnya Yaya yang menundukkan wajahnya sebentar sebelum kembali menatap leher Yaya.
Kemudian atensinya mengarah pada Halilintar yang sedari tadi diam sambil menatap hujan. Ada penyesalan di hatinya, yang harus meninggalkan gadis itu dengan rivalnya.
⚡🌸
Yaya memasuki kamarnya, niatnya sih ingin tidur tapi saat melihat ke arah kaca ia berhenti dan mendekat ke arah kaca.
Jari lentiknya meraba lehernya yang terdapat tanda merah. "Apa ini?" Bingungnya, sebelum ingatannya kembali saat mati lampu terjadi, tepatnya saat hanya ada dia dan Halilintar saja.
Seketika matanya membulat tak percaya, "Haaaaaaa!" Teriaknya spontan, mengabaikan teman lainnya yang ada di kamar lain yang mungkin terganggu karena teriakannya.
Yang penting sekarang, apa yang baru saja terjadi dengannya.
"Apa i-ini yang d-di-disebut kiss ma-rk?" Ujarnya tak yakin karena baru kali ini ia merasa seperti ini.
BRUK
Merebahkan diri ke tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya.
"Apa ini? Rasanya seperti racun sedang menyebar ke seluruh tubuhku." Ujarnya termenung. Jantungnya kembali berdegup setiap kali mengingatnya.
Tring tring
Ditolehnya suara tersebut yang berasal dari hpnya. Tangannya terulur mengambil benda tersebut dan membukanya.
Dari: Ying
Aku merasa lebih baik setelah bicara soal Halilintar-kun padamu. Makasih.
Yaya menghela napasnya setelah membaca pesan dari Ying. Ingatannya kembali waktu dirinya di lapangan basket. 'Konyol, kan?' Padahal sedikitpun aku tak pernah masuk dalam pandangannya.' Sekali lagi Yaya menghela napasnya, rautnya terlihat lesu. Sadar apa yang ia lakukan, Yaya menggelengkan kepalanya cepat dan bangkit dari tidurnya.
"Aku hanya merasa aneh karena dia melakukan hal seperti itu padaku, ya hanya itu." ujarnya berusaha menghilangkan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul begitu saja.
Setelahnya ia beranjak dari tempatnya mencari sesuatu yang sekiranya bisa menutupi tanda itu. Ia tidak ingin menghancurkan perasaan sahabatnya. Tidak tidak.
"Huhh...aku memang buruk." Ujar Yaya setelah memasangkan plaster di lehernya. "Aku akan mendukungmu Ying."
Keesokan harinya
"Taman bermain?" Tanya Yaya pada Taufan yang memamerkan tiketnya.
"Tapi, masa berlaku tiket ini hanya sampai besok." Jelas Taufan dengam cengirannya. "Besok?! Yang benar saja, besok aku tidak bisa." Gopal meneput jidatnya kecewa. Lantaran Taufan yang telat memberitahunya. Jika begini ia jadi tidak punya waktu untuk ikut, pikir Gopal akan keleletan sahabatnya Taufan.
"Kalau kalian?" Menunjuk Yaya dan Ying.
"Aku ikut jika Ying ikut." Kata Yaya menoleh pada Ying. Ying menatap Yaya bingung, dan Yaya hanya tersenyum.
"Huh..jadi hanya kita berdua dan Taufan saja?" Ujar Ying yang terlihat malas.
"Masih tersisa dua tiket lagi." Kata Taufan mengingatkan. Dan Yaya tiba-tiba terbesit ide yang menurutnya bagus untuk mendekatkan sahabatnya ini dengan pemuda itu.
"Ha! Bagaimana kalau Halilintar-kun?" Usul Yaya pada Taufan. Ying yang mendengarnya menoleh cepat ke arah sahabatnya itu. Yaya balik menatap Ying dengan senyumnya.
"Haruskah aku mengajaknya?" Tanya Taufan menahan geli.
"Kenapa malu? Najis ih" ujar Gopal menatap Taufan heran.
"Bukan begitu. Aku merasa tak tahu malu kalau mengajaknya." Ujar Taufan dan Gopal yang mendengarnya hanya memutar matanya malas.
"Oh! Itu Halilintar-kun!" Ujar Gopal saat melihat Halilintar yang baru memasuki kelasnya.
Taufan cepat-cepat berdiri dari duduknya, sebelum itu ia bersusah payah menelan ludahnya sebelum benar-benar menghadap Halilintar.
Kakinya ia langkahkan mendekati bangku Halilintar dan berhenti tepat di depan meja Halilintar.
"Besok jika kau senggang--" belum selesai taufan ngomong Halilintar lebih dulu memotongnya.
"Berhenti basa-basi."
"B-baik!"yang membuat Taufan gelagapan sendiri. Entahlah bisa-bisanya ia takut?
"Kau mau pergi ke taman bermain?" Tanya Taufan tak yakin jika Halilintar menerima ajakannya.
.
.
.
.
⚡🌸
Kini kelima-nya baru memasuki kereta yang akan membawanya ke taman bermain sesuai tiket tersebut. Taifan masuk duluan diikuti Gempa di belakangnya kemudian Yaya.
"Sudah lama aku tak ke taman bermain." Kata Gempa sambil mencari tempat duduk kosong.
"Benarkah?" Tanya Taufan tak yakin.
"Kau tak pernah pergi bareng Halilintar-kun?" Sambungnya.
"Tidak!" Jawab Halilintar singkat. Taufan menoleh kebelakang dan sedikit terkejut mendapati Halilintar dibelakangnya yang menatapnya. Tiba-tiba terbesit rasa takut dihatinya mengingat tatapan menyeramkan pemuda itu.
"Aa, gomen. Ayo kita duduk. Ha, sini sini" ujar Taufan mempercepat langkahnya mendahului Gempa. Halilintar duduk di dekat jendela dan Gempa disampingnya. Yaya yang melihat Halilintar dipojok, menyuruh Ying duluan agar bisa berhadapan dengan pemuda itu.
"Ying, kau duluan." Kata Yaya sambil menuntun Ying agar duduk duluan kemudian Yaya duduk di depan Gempa. Karena bangku yang saling berhadapan hanya muat untuk empat orang, terpaksa Taufan harus duduk di bangku lain yang ada di belakang Gempa dan Halilintar. Poor Taufan :v
.
.
.
⚡🌸
Dalam perjalanan hanya keheningan yang mengisi diantara ke empat remaja itu. Sebelum suara Taufan muncul dari belakang Gempa dan Halilintar dan berdiri menatap Ying dan Yaya.
"Hei, hei. Kayaknya, taman bermain yang akan kita datangi punya legenda deh." Ujar Taufan dengan sesekali jarinya menggeser layar hpnya.
"Nani? (Apa?)" Tanya Ying penasaran.
"Apa legendanya seram?"tanya Yaya ikut penasaran.
"Bentar." Taufan kembali menggeser layar ponselnya.
"Pasangan yang berciuman di puncak kincir ria..." sengaja ia menggantungkan kalimatnya, melihat reaksi Yaya dan Ying yang masih menunggu kelanjutannya. "Akan bersama." Lanjut Taufan setengah tak percaya. Ying dan Yaya juga setengah tak percaya mendengarnya. Tapi mereka memilih diam dan menundukkan kepalanya.
Gempa menatap Yaya dan tersenyum membuat Yaya sedikit salah tingkah dan kembali menundukkan kepalanya. "Konyol banget. Apa ini legenda dari era nenek moyang?" Ujar Taufan yang masih asik dengan ponselnya. Halilintar melirik Yaya yang tersipu malu karena ditatap Gempa. Rasa kesal kembali menghampirinya.
"Sedari awal sudah anehkan. Jika sudah sampai pada tahap saling berciuman, itu sudah resmi sebagai pasangan." Jelas Taufan lagi. Halilintar melirik Taufan sekilas yang masih asik dengan ponselnya sebelum kembali melihat keluar jendela.
⚡🌸
Taman bermain
"Siap, senyum!" Komando Taufan yang sedang asik berfoto dengan Yaya dan Ying. Sedangkan Halilintar dan Gempa mengikuti mereka dari belakang. Tampak tak berminat untuk mengikuti tingkah konyol Taufan.
"Aku sangat bersemangat!" Ujar Taufan dengan senyum lebarnya yang sedari tadi belum lepas dari wajahnya.
Yaya dan Ying juga tak kalah senang.
"Apa itu? Kayaknya mantap!" Tanya Yaya yang melihat suatu permainan mengasyikan.
.
.
.
.
Tak terasa hari semakin siang dan sudah banyak pula permainan yang mereka mainkan. Tapi untuk kali ini hanya Taufan yang main karena hanya dia yang sepertinya masih semangat bermain. Sekarang mereka ada di kincir putar yang tidak terlalu tinggi. (Gk tau nama bianglalanya apa, jadi ya gitu deh.😂) hanya Taufan yang naik sedangakan Halilintar, Gempa, Yaya, dan Ying menunggu dari luar pagar melihat Taufan yang siap berputar.
"Fotoin yang bagus, ya? Tolong ya" Seru Taufan yang bersiap di bangku putarnya.
"Beres." Jawab Ying menahan tawanya.
"Bersiaplah untuk melihat betapa luar biasanya aku saat sedang terbang!" Seru Taufan lagi dengan semangatnya dan menatap ke empat temannya remeh karena tadi saat dia mengajak mereka tidak mau. Berharap jika temannya menyesal karena telah menolak ajakannya. :v
Bianglala tersebut mulai naik, bersamaan dengan itu, "kami duluan, ya." Ujar Ying sambil melambaikan tangannya diikuti Gempa dan Yaya yang menahan tawanya.
"Apa, kalian bercandakan, kan?" Teriak Taufan diatas bianglala yang semakin tinggi.
"Dadah." Seru Ying, Yaya, dan Gempa.
"Tunggu! Jangan pergi!" Teriak Taufan tak percaya jika teman-temannya akan meninggalkannya sendiri.
"Tungguin akuuuu huaaaa kalian sungguh tegaaaa." Teriak Taufan yang mulai berputar bersama bianglalanya. Sedangkan ke empat temannya berjalan meninggalkannya sendiri sambil tertawa. Poor Taufan :v
⚡🌸
"Aku bahkan tidak yakin jika ini aku." Ujar Taufan yang telah kembali dan kini kelima-nya sedang mengantri untuk membeli makanan.
"Itu karena kau bergerak!" Jelas Ying yang berdiri disampingnya.
"Bukan aku yang bergerak, tapi wahananya." Ujar Taufan membela diri. Ying hanya memutar matanya malas, mendengar alasan konyol dari Taufan. Gempa tersenyum melihat tingkah Taufan yang mencoba memberi alasan konyol pada Ying.
"Hatchi!!" Atensinya beralih pada Yaya yang berdiri disampingnya sedang menggosok-gosokkan tangannya.
"Apa kau kedinginan?" Tanyanya khawatir.
"Ah, aku lupa membawa sarung tangan." Jelas Yaya sambil terus menggosok tangannya. Gempa terdiam sebentar, sebelum tangannya meraih salah satu tangan Yaya dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya. Yaya menatap Gempa bengong, ia merasa pipinya panas. Gempa hanya tersenyum menatapnya. Yaya menundukkan kepalanya. 'Kenapa jantungku tak berdetak saat Gempa-kun baik padaku?' Pikirnya bingung karena tak biasanya begini.
Yaya kembali mendongak menatap Gempa yang menatap luru ke depan melihat antrian. Yaya hanya tersenyum melihat pemuda itu, yang sudah banyak membantunya dan baik padanya.
Tanpa sepengetahuannya, Halilintar yang berdiri di belakangnya, menatapnya diam-diam. Rasa kesal masih menyelimutinya sedari tadi.
⚡🌸
"Berikutnya naik wahana apa ya?" Ujar Taufan sambil memakan makannya di sebuah taman bersama Gempa dan Halilintar. Yaya dan Yang berada di meja lain karena setiap meja hanya terdiri tiga kursi.
"Hei, bagaimana jika kau coba mengajaknya?" Usul Yaya yang melihat cela bagus.
"Eh?" Ying menatap Yaya sedikit terkejut dengan usulannya itu.
"Naik wahana bareng Halilintar-kun sana." Sambung Yaya.
"I-itu tidak mungkin." Ujar Ying sambil menggelengkan kepalanya cepat. Merasa jika usulan sahabatnya itu terlalu berlebihan.
"Oh ayolah. Misalnya naik kincir ria. Disana juga ada legenda yang dibicarakan Taufan." Jelas Yaya, mencoba membujuk sahabatnya. Ying kembali menggelengkan kepalanya cepat mendengar penjelasan Yaya tadi.
"A-aku tidak bisa." Ujar Ying.
"Tapi sayang sekali jika melewatkannya. Padahal kita sudah jauh-jauh kemari, hm?" Ujar Yaya kembali meyakinkannya. Ying diam dan menundukkan wajahnya, memikirkan usulan Yaya. Bisakah ia?. Satu hembusan keras ia lakukan sebelum menatap Yaya kembali dengan keputusannya.
"Kau benar. Baiklah, aku akan berusaha." Ujar Ying yakin. Dan Yaya yang melihatnya tersenyum puas karena rencananya berhasil.
"Hm. Sekarang sisanya kau serahkan padaku." Ujar Yaya dan diangguki oleh Ying.
Saat Ying mulai beranjak dari duduknya, Yaya buru-buru mengambil hp-nya untuk memberi kode seseorang.
Gempa terdiam sebentar saat merasakan hp-nya bergetar. Diambilnya benda tersebut yang ada di saku jaketnya dan membuka pesan yang tertera. Keningnya mengkerut sebelum melihat Ying yang berjalan kearahnya. Ditolehnya Yaya yang ada di bangku seberang yang juga menatapnya tersenyum. Gempa yang mengertipun ikut tersenyum dan menatap Taufan yang sedang bermain hp.
"Taufan, ayo beli minuman." Ajaknya dan Taufan yang merasa diajak mendongak menatap Gempa kemudian menatap minumannya yang masih setengah.
"Tapi punyaku masih belum habis." Jelasnya dan dianggap lalu oleh Gempa yang sudah menarik lengannya. "Ayo!".
"Aa baiklah, Hakito-kun mau nitip sesuatu?" Tanya Taufan sebelum mereka pergi. Dan dibalas tatapan datar dari Halilintar. Dan untuk kedua kalinya taufan dibuat gelagapan sendiri melihatnya.
"Ah, baiklah akan kubelikan sesuatu. Sampai nanti." Ujar Taufan dan segera mungkin menarik lengan Gempa pergi. Halilintar sendiri hanya mendengus melihatnya.
"Ying, berjuanglah!" Ujar Yaya yang saat ini tengah menatap Ying menghampiri Halilintar dari bangkunya.
"Em..Halilintar-kun." Ucap Ying sedikit gerogi. Halilintar yang merasa dipanggil menatap datar pada Ying yang berdiri disampingnya. Ying semakin dibuat gerogi saat ditatap seperti itu. Dengan segenap hati ia memberanikan diri berucap
"Apa kau mau naik wahana bersamaku?" Ajak Ying pelan takut-takut jika pemuda di depannya menolaknya.
Halilintar diam sebentar, atensinya melirik sekitarnya dan berhenti sejenak pada gadis yang duduk diseberang tengah menatap kearahnya atau lebih tepatnya kearah dirinya dan juga Ying. Hembusan kecil terdengar begitu saja darinya sebelum kembali menatap Ying disampingnya.
"Boleh saja." Katanya singkat dan mulai beranjak dari duduknya dan berjalan mendahului Ying. Sedangkan Ying yang mendapat persetujuan dari Halilintar tersenyum senang dan mengikuti pemuda itu yang berjalan mendahuluinya.
Ekspresi setara dengan Ying yang tunjukkan tidak jauh beda dengan Yaya yang kini tersenyum puas melihat usaha sahabatnya disambut baik oleh Halilintar. "Huftt..berjuanglah Ying, aku akan mendukungmu" ujarnya pelan sambil tersenyum kecil kearah perginya dua mereka berdua tadi.
Tbc
Fuuuhhh panjang banget ya, hahaha gak papalah yang penting jadi.
Ok gaes ada sedikit penjelasan sebelum penutupan :v
Di cerita ini untuk cara pemanggilannya aku cocokkan dengan karakternya sendiri. Seperti Yaya yang memanggil Taufan emang gk aku kasih embel2 (kun) soalnya menurutku kurang pas.
Nah untuk Taufan yang manggil Halilintar itu masih aku kasih (kun) soalnya menurutku cocokkan pakek embel2 (kun). Dan Taufan disini juga sedikit aku ganti cara manggilnya Halilintar, menjadi (Hakito-kun) hahaha biar kerasa jepangnya.😂
Oklah segitu saja penjelasanku...kalo masih ada yang merasa belum puas ya aku minta maap, soalnya hanya itu yang bisa kulakukan.
Ja, sampai bertemu di chapter selanjutnya ya mina ditunngu vote dan komennya...tatta. :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro