Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Black Hand | Part.2

"Kumohon jangan bunuh aku..." Seorang pria paruh baya memohon pada pria tampan yang berdiri dengan memegang sebilah pisau besar di tangannya.

Sambil menangis, pria paruh baya itu coba menarik iba pada si pria tampan berharap pria itu mengurungka niat membunuhnya.

"Pak tua, kenapa kau sangat serakah hmm?" Pria tampan itu berujar sambil merekahkan senyum lebar di wajahnya.

Senyum menawan yang justru terkesan menakutkan bagi si pria paruh baya.

"Kau sudah lama hidup di dunia ini bukan? Jadi...apa salahnya jika kau pergi menemui sang pencipta sekarang"

Tangis pria paruh baya itu semakin terdengar pilu, namun itu sama sekali tak berpengaruh pada pria tampan di hadapannya.

"Tuan kumohon, aku takkan mengatakan apa-apa tentangmu. Tapi...aku mohon jangan bunuh aku" Lagi pria paruh baya itu memohon sambil bersimpuh di hadapan si pria tampan.

Tersenyum sinis, pria tampan berjongkok di depan calon korbannya.

"Kita harus memutus takdir buruk diantara kita pak tua. Itu berarti salah satu diantara kita memang harus mati"

"Aku...tak mau mati sekarang, sebab aku lebih muda darimu. Jadi...kenapa tidak kau yang mengalah dengan pergi ke alam baka lebih dulu hmm"

"Jebal...keluargaku membutuhkanku"

"Keluargaku juga"

"Tuan"

"Sssst, jangan banyak bicara lagi. Hemat saja suaramu untuk merintih dan mejerit. Itu...terdengar lebih menyenangkan di telingaku"

"Tuan kumohon"

"Selamat tinggal pak tua, semoga perjalananmu menuju alam baka menyenangkan"

Tangan pemuda itu menusuk dada korbannya dengan pisau yang ia pegang. Erangan keras pun terdengar saat sang pria tua merenggang nyawa di tangannya.

"Eomjimu...sekarang milikku"

Tanpa rasa kasihan pria tampan tersebut memotong kedua ibu jari korban, lantas membakar kedua tangan pria paruh baya itu hingga kedua tangannya menghitam.

-

-

-

Terbangun tepat tengah malam, Taehyung mendengar suara aneh dari luar kamarnya. Melompat dari kasur nyamannya, pria bermarga Kim segera keluar kamar dengan langkah tergesa.

"Hyung, kau darimana?" Adalah Hyunwoo, yang baru saja memasuki kediaman milik mereka.

"Kau sudah tahu aku darimana, kenapa harus bertanya lagi?" Balas Hyunwoo acuh

Taehyung mengepal tangannya keras, kemudian mengejar langkah Hyunwoo yang hendak menuju kamarnya di lantai atas.

"Sampai kapan kau akan begini terus?" Tanya Taehyung pada Hyunwoo

"Pelankan suaramu, aboji dan omma bisa terbangun nanti" Hyunwoo memberi peringatan.

"Hyung...."

"Kau senang kalau mereka memandang kecewa padaku lagi? Atau...kau bahagia jika aboji memakiku dengan semua umpatan kasar yang dia punya?" Lagi Hyunwoo berujar mengintimidasi Taehyung.

Menunduk dalam Taehyung hanya bisa menahan rasa sedih yang membuncah di dadanya.

"Tae-ya" Hyunwoo memegang kedua bahu Taehyung

"Kau yang bilang hanya memiliki aku bukan?" Bisiknya kemudian di telinga Taehyung "Kalau memang aku satu-satunya harta yang kau miliki, kau harus menjagaku dengan baik...bukan begitu?"

Masih tak mampu berkata-kata, Taehyung kini menatap lurus pada Hyunwoo yang justru tersenyum sinis padanya.

"Jaga aku dengan baik ya, karena...kalau aku hilang...maka kau akan menyesal"

Seperti biasa, Hyunwoo berlalu tanpa membiarkan Taehyung membalas apa yang pria itu ucapkan padanya.

"Tae..." Suara sang ibu membuat Taehyung segera menoleh

"Sedang apa disana?" Tanya ibu Taehyung

"Aku...aku haus, jadi mau minum" Jawab Taehyung asal.

"Kau pasti mengigau, dapur di sebelah sana. Kenapa kau justru kearah sana?" Tawa pelan sang ibu terdengar di akhir kalimatnya.

Taehyung ikut tertawa pelan, mencoba menutupi kesedihan yang tengah ia rasakan.

"Mataku belum benar-benar terbuka sepertinya" Jawab Taehyung, kemudian berpura-pura melangkah menuju dapur.

Masih terdengar tawa pelan sang ibu di belakang punggungnya, sebelum akhirnya suara tawa itu menjauh dari Taehyung. Suara pintu tertutup terdengar beberapa saat kemudian, membuat air mata yang sejak tadi Taehyung tahan mengalir begitu saja dari kedua netra hitamnya.

BLACK HAND

"Harusnya hyung tak menyelamatkan hidupku, saat itu" Protes Changkyun pada Hoseok yang tengah duduk bersamanya.

"Jadi kau menyesal sudah hidup?" Balas Hoseok.

Changkyun diam sambil membuang pandangannya lurus ke depan. Ia sendiri tak yakin apa dia menyesal atau tidak, tapi yang pasti Changkyun merasa hidupnya benar-benar runyam saat ini.

"Hyung, kurasa tak semua kesalahan yang pernah kita perbuat bisa kita perbaiki" Tukas Changkyun tiba-tiba, membuat Hoseok langsung mengarahkan atensinya pada pemuda yang lebih muda darinya tersebut.

"Kesalahanku misalnya, sepertinya sekeras apapun aku berusaha memperbaikinya. Hyungwon hyung takkan mau memaafkanku" Tambahnya kemudian.

"Kau hanya lelah Changkyun-a"

"Tidak hyung" Bantah Changkyun cepat "Ini bukan karena aku lelah, tapi..."

Hoseok mengusap bahu Changkyun pelan, mencoba menenangkan perasaan kacau yang tengah melanda pemuda Im tersebut.

"Kau tahu, manusia itu cenderung buru-buru dalam menentukan satu hal. Mereka ingin semua berjalan cepat seperti yang mereka inginkan dan hal itu yang membuat manusia lupa akan satu hal" Hoseok meneda ucapannya sesaat. "Kita para manusia lupa kalau sesungguhnya Tuhan lebih paham waktu yang tepat untuk segala hal yang manusia rencanakan. Jadi kenapa tak menyerahkan semuanya pada rencana yang sudah ia gariskan?"

"Bukankah wajar jika aku mejadi tak sabaran? Aku sudah mengerahkan segenap tenagaku untuk memperbaiki kesalahanku hyung. Bukankah kau lihat semua usahaku"

"Ya, aku melihatnya"

"Lalu, kapan semua ini benar-benar terbayar? Kapan aku akan mendapatkan maaf dari Hyungwon hyung?"

Hoseok melempar senyum lembutnya pada Changkyun yang terlihat berapi-api.

"Changkyun-a, saat tubuh dan pikiranmu berusaha dengan kuat. Jangan gunakan hatimu untuk melakukan hal yang sama" Tukas Hoseok membuat Changkyun memandang bingung padanya.

"Cukup persiapkan hatimu untuk kemungkinan hal yang buruk, dengan begitu...kau takkan kecewa dengan apapun hasil yang kau dapatkan"

"Apa itu tandanya aku mungkin tak mendapat maaf dari Hyungwon hyung?" Tanya Changkyun.

"Ya, bisa jadi"

Changkyun mendesah frustasi, sambil mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar benci saat Hoseok memilih berterus terang seperti ini, meski sebenarnya hal tersebut adalah kenyataan yang harus diterimanya.

"Changkyun-a, saat kau berniat baik...malaikat sudah mencatat niatmu itu. Jadi...meski kau tak mendapatkan kata maaf dari Hyungwon, setidaknya malaikat sudah mencatat niat baikmu itu"

Lagi-lagi Hoseok melempar senyum lembut pada Changkyun, yang justru dibalas tatapan datar pemuda Im tersebut.

"Hyung, apa yang kau ucapkan sama sekali tak membuatku merasa baik"

"Kenyataan memang tak selalu terdengar baik Changkyun-a"

"Aissh, harusnya tadi aku tak menemuimu" Gerutu Changkyun kemudian.

BLACK HAND

"Ini korban Black hand yang ke enam, tapi kita bahkan tak menemukan satu petunjukpun untuk mengetahui identitasnya" Yoo Kihyun, seorang wartawan senior berujar pada salah satu rekannya Min Yoongi

"Kalau membuka identitas pembunuh berantai semudah itu, maka penjara akan penuh dengan para pembunuh berantai Yoo Kihyun" Ujar Yoongi mudah

"Tapi pembunuhan ini benar-benar rapi, bahkan tak ada sedikit pun petunjuk yang bisa mengarahkan kita pada pembunuh berantai itu" Lagi Kihyun berujar frustasi.

"Tidak ada kejahatan yang rapi Kihyun-a, hanya kita saja yang kurang teliti melihat kasus ini"

Kihyun melipat tangannya di dada, sambil melempar pandangan protes pada salah satu rekan terbaiknya tersebut.

"Kau terus mementahkan omonganku, apa kau memiliki petunjuk tentang identitas Black hand itu?" Sungut Kihyun.

"Polisi saja tak punya petunjuk, mana mungkin aku memilikinya"

"Lalu kenapa kau terlihat begitu santai?

"Memangnya aku harus apa? Mengejar-ngejar orang yang kucurigai sebagai Black hand? Begitu?"

Kihyun pun mendengus sebal kini, berdebat dengan Yoongi selalu saja membuat emosi lelaki berperawakan mungil itu meledak-ledak.

"Ya! ya! ya!" Satu lagi rekan mereka bernama Lee Minhyuk memasuki ruangan tempat Kihyun dan Yoongi berada saat ini.

Dengan langkah tergesa dan pandangan waspada, Minhyuk pun menutup pintu ruangan setelah lebih dulu memastikan tak ada orang disekitar ruangan tersebut.

"Aku membawa kabar baik dan kabar buruk untuk kalian" Adalah kebiasan Minhyuk yang berujar tanpa basa basi.

"Mau mendengar kabar yang mana lebih dulu?" Tanya Minhyuk kemudian.

"Kabar buruk" Yoongi mejawab pertanyaan Minhyuk, mendahului Kihyun yang baru membuka mulut untuk bersuara.

"Polisi memutuskan melakukan penyelidikan kasus Black hand secara tertutup, jadi...takkan ada informasi apapun yang akan mereka berikan pada awak media. Para wartawanpun dilarang memberitakan kasus ini, karena menurut mereka itu hanya akan membangkitkan rasa cemas bagi para warga awam" Tukas Minhyuk panjang lebar.

"Omong kosong macam apa itu? Jika kita dilarang memberitakan hal ini, bukankah itu sama saja kita membatu Black hand bersembunyi?" Protes Kihyun.

"Aih, aku sudah menduga ini. Para penjabat berseragam itu sepertinya mulai merasa terancam dengan awak media, karena itu membuat keputusan sesuka hati mereka seperti ini" Yoongi ikut menimpali.

Minhyuk menjentikkan jarinya kearah Yoongi, tanda dia setuju dengan pendapat pria bermarga Min tersebut.

"Lalu apa kabar baiknya?" Tanya Kihyun penasaran.

Menginyaratkan agar kedua rekannya mendekat, Minhyuk pun berujar setengah berbisik pada kedua wartawan senior tersebut "Ada saksi yang melihat pembunuhan semalam?"

"Apa!?" Seperti koor, Kihyun dan Yoongi berujar secara bersamaan.

"Ada saksi?" Yoongi bertanya untuk sekadar memastikan kalau dia tak salah dengar.

"Ssst, kecilkan suaramu Gi"

Kihyun menyenggol bahu Yoongi membuat sang sahabat berdehem pelan karena salah tingkah.

"Darimana kau tahu kalau ada saksi yang melihat pembunuhan semalam?" Lagi Yoongi bertanya pada Minhyuk.

"Aku bertemu langsung dengan saksi itu" Jawab Minhyuk.

"Benarkah?" Yoongi terlihat tak yakin.

"Bagaimana bisa?" Kihyun ikut bertanya menimpali.

Mengetuk-ngetuk buku agendanya di atas meja, Minhyuk menatap serius kedua rekan yang sudah menjadi partner kerjanya selama beberapa tahun di dunia jurnalis.

"Kami tak sengaja bertemu, saat aku melihat lokasi pembunuhan. Aku melihat gadis itu menatap resah pada jasad korban, karena penasaran aku pun coba memancingnya untuk wawancara singkat. Well, meski sedikit ragu diawal dia menceritakan apa yang dia lihat semalam kepadaku"

Yoongi mengacungkan kedua jempolnya pada Minhyuk mendengar penuturan sang rekan, sedangkan Kihyun nampak tersenyum bangga padanya.

"Tapi...kita dilarang memberitakan tentang kasus ini kan? Lalu apa gunanya kabar baik yang kau bawa?" Ujar Kihyun saat tersadar tentang kabar buruk yang lebih dulu ia dengar dari Minhyuk.

"Ki...aku menceritakan ini pada kalian, bukan agar kita bisa memberitakan hal ini" Jawab Minhyuk.

"Lalu?"

"Ayo kita selidiki si Black hand dari info gadis itu berikan, dengan begitu kita bisa mengungkap identitas pembunuh berantai yang selama ini meresahkan warga Seoul" Usul Minhyuk yang dibalas tatapan tak percaya oleh Yoongi juga Kihyun.

BLACK HAND

Sudah lebih dari 15 menit, Jimin duduk bersama juniornya dari kelas musik. Namun alih-alih berlatih untuk perlombaan menyanyi yang akan mereka ikuti, Jimin justru sibuk memandangi ibu jari miliknya.

"Hyung, apa kita tak jadi latihan?" Tanya Jungkook, junior Jimin yang menjadi rekan duetnya nanti.

Jimin menoleh pada Jungkook, kemudian mengarahkan ibu jarinya ke depan wajah Jungkook.

"Kookie-ya, apa yang kau lihat?" Tanya Jimin pada Jungkook.

"Ibu jari" Jawab Jungkook

"Tidak melihat hal lain?"

"Hal lain?" Jungkook membeo yang disambut anggukan antusias oleh Jimin.

Pria yang dua tahun lebih muda dari Jimin itupun kembali memperhatikan ibu jari sang senior, mencoba mencari hal lain yang Jimin katakan padanya.

"Ibu jarimu memiliki kapalan hyung"

Jimin mendorong kepala Jungkook dengan ibu jarinya, mendengar jawaban yang dilontarkan pemuda Jeon tersebut.

"Lalu apa? Aku tak melihat hal lain yang hyung maksud" Keluh Jungkook.

"Memang tidak semua bisa melihatnya Kookie-ya, jadi jangan sedih" Balas Jimin yang justru semakin membuat Jungkook semakin penasaran.

"Memangnya apa sih hal lain yang kau maksud hyung?"

Melempar senyum polos khas miliknya, Jimin mendekatkan tubuh mungilnya pada Jungkook.

"Benang hitam"

"Hah?"

"Disini..." Jungkok menyentuh pangkal ibu jarinya "...ada benang hitam yang terikat dan terhubung dengan ibu jari orang lain" Jelas Jimin.

"Seperti benang merah?"

"Tepat sekali"

Merasa bangga pada kemampuan Jungkook yang cepat menangkap maksud ucapannya, Jimin bertepuk tangan riang layaknya seorang bocah yang mendapatkan hadiah dari ibunya.

"Tapi benang hitam itu pengikat nasib buruk dan satu orang bisa terikat dengan puluhan atau ratusan orang" Tambah Jimin kemudian.

"Ma....maksudnya"

"Begini...di ibu jariku ini ada semacam benang merah yang terikat, kemudian tersambung dengan orang yang kukenal atau mungkin tidak kukenal sama sekali. Jika benang merah hanya mengikat dua orang yang akhirnya ditakdirkan bersama, benang hitam justru mengikat orang-orang yang akan mendapatkan kemalangan"

"Lalu...siapa yang akan menjadi sumber kemalangan untuk siapa?"

Jungkook mulai tertarik dengan cerita Jimin, padahal semula pria Jeon itu berpikir kalau cerita yang Jimin urai sama sekali tak masuk akal.

"Pemilik simpul akan menjadi sumber kemalangan untuk orang yang terikat dengannya. Karena hanya sumber kemalangan yang memilik simpul, sedangkan orang yang mendapat kemalangan...tidak memiliki simpul di ibu jarinya" Jelas Jimin.

"Hyung...darimana kau mendengar cerita aneh ini?" Tanya Jungkook.

"Dari sahabat baikku, karena salah satu dari mereka bisa melihat benarng hitam itu" Jawab Jimin.

"Benarkah?" Jungkook menatap takjub "Siapa dia? Apa aku mengenalnya?"

Jimin tersenyum penuh arti kepada Jungkook, kemudian menyilangkan telunjuknya di bibir.

"Itu rahasia"

"Ah, hyung...kalau rahasia kenapa tadi dibahas"

"Tidak ada, hanya ingin membahasnya saja"

"Ish, kau tak asik hyung"

Tawa renyah Jimin terdengar, membuat Jungkook justru memberengut karenanya.

BLACK HAND

Changkyun bersandar di sebuah tiang listrik sambil menatap jalanan gelap yang ada di hadapannya. Ia tengah menunggu seseorang, mencoba kembali mendapatkan maaf dari orang tersebut.

"Hyung" Panggil Changkyun, kala melihat Hyungwon –sosok yang ia tunggu- berjalan melewatinya.

Seolah tak mendengar panggilan Changkyun, Hyungwon tetap melanjutkan langkahnya.

"Hyungwon hyung, tunggu" Tak ingin kehilangan kesempatan meminta maaf, Changkyun memilih mengejar Hyungwon.

"Hyung, kumohon dengarkan aku" Kali ini Changkyun memberanikan menghadang langkah pria tinggi tersebut.

Tatapan tajam syarat rasa kesal pun langsung Changkyun dapati dari sosok Hyungwon yang merasa terganggu dengan kehadirannya.

"Hyung..." Changkyun berlutut di hadapan Hyungwon "...mianhae"

Aksi Changkyun berhasil membuat Hyungwon salah tingkah, terlebih ketika beberapa pejalan kaki yang lewat memandang dirinya dengan tatapan menuduh.

"Ya! Apa yang kau lakukan? Cepat berdiri!" Perintah Hyungwon.

"Aku tak mau berdiri, sebelum hyung memaafkanku" Tolak Changkyun.

"Kau berencana mempermalukanku?" Tuduh Hyungwon.

"Aku hanya mau meminta maaf hyung"

"Begini caramu meminta maaf? Dengan membuatku menjadi pusat perhatian?"

Tangan Hyungwon menunjuk beberapa orang yang lewat, bahkan ada beberapa remaja SMU yang sengaja merekam apa yang terjadi antara dirinya dan Changkyun.

"Ak...aku tak bermaksud..."

"Cepat berdiri! Kalau kau memang tak bermaksud mempermalukanku" Perintah Hyungwon.

Mau tak mau Changkyun melakukan apa yang Hyungwon pinta, karena tak mau lelaki tinggi itu semakin kesal dengannya.

"Im Changkyun, kau benar-benar pintar membuatku kesal" Tukas Hyungwon kemudian.

"Maaf hyung"

"Lupakan, pulang sana aku tak mau melihatmu"

Hyungwon kembali berlalu melewati Changkyun, namun pemuda yang lebih muda kembali mengikutinya dari belakang.

"Hyung, sampai kapan kau akan memperlakukanku begini terus?" Tanya Changkyun syarat rasa frustasi.

Hyungwon pun menghentikan langkahnya lagi, kemudian berbalik guna menatap sosok Changkyun.

"Kumohon maafkan aku hyung, aku...akan melakukan apapun untukmu jika kau mau memaafkanku" Tukas Changkyun bersungguh-sungguh.

"Benarkah?" Hyungwon menarik sebuah senyum miring di wajahnya.

Meski tak yakin, Changkyun tetap mengangguk pelan.

"Kalau begitu kembalikan Dodo padaku" Tukas Hyungwon.

"Ap...apa?"

"Kembalikan Dodo padaku, maka aku akan memafkanmu sebagai gantinya"

Seketika Changkyun hanya bisa diam mendengar permintaan Hyungwon. Mengembalikan Dodo yang sudah menyapa keabadian kepada Hyungwon? Bukankah itu kata lain dari aku takkan memaafkanmu selamanya?

-

-

-

"Apa yang kau ingat tentang Black hand? Apa kau bisa mengingat bagaimana wajahnya?" Tanya Minhyuk pada saksi yang ditemuinya di tempat kejadian peristiwa

"Tidak, aku tak bisa melihat wajahnya. Karena suasana saat itu sangat gelap, ditambah dia memakai topi" Jawab gadis itu.

"Lalu bagaimna dengan postur tubuhnya?"

"Hmmm, dia memiliki bahu bidang"

"Bahu bidang" Ulang Minhyuk sembari mencatat apa yang gadis itu katakan dalam jurnal miliknya.

"Iya, dia memiliki bahu bidang juga tubuhnya tinggi, seperti model"

"Ada lagi?"

"Hanya itu yang bisa kuingat dari sosoknya"

Minhyuk mengangguk pelan, sembari menutup jurnal miliknya.

"Ah ada satu hal lagi" Tepat saat Minhyuk akan mengakhiri sesi wawancaranya, gadis itu kembali berujar.

"Aku melihat kalung pembunuh itu"

"Huh? Kalung?" Minhyuk menatap terkejut

"Ne" Wanita itu mengangguk pasti "Saat dia menusuk ahjussi itu, aku melihat  kalung yang dia gunakan"

"Apakah kau bisa melukiskan kalung yang kau lihat?" Minhyuk bertanya dengan penuh semangat

"Aku tak yakin, karena aku tidak terlalu pintar menggambar"

"Kalau begitu katakan detailnya, biar aku yang menggambar untukmu"

Dengan terburu-buru Minhyuk mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pensil dari dalam tas miliknya, guna menggambar kalung yang digunakan Black hand.

BLACK HAND

-Sudah tahu siapa aku?-
-Black Hand-

To be continue...

Langsa, 30 Mei 2020🖊
-Porumtal-


Story battle with "WILD" by Haebaragi13
Cek akunnya dan coba cari bukunya...😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro