Black Hand | Part.1
Hujan lebat membasahi kota Seoul malam itu, suara petir bahkan saling bersahut-sahutan.
Semua manusia memilih untuk berteduh di bangunan sekitar, bahkan beberapa sudah berada di dalam selimut mereka.
Namun sepertinya itu tidak berlaku untuk seorang pemuda, yang kini tengah berdiri tegak di sisi jembatan. Deras hujan tak membuatnya bergeming, pemuda itu terus berdiri tenang di tempatnya sambil menatap deras aliran sungai yang mengalir di bawahnya.
Hanya dengan melihat sorot matanya yang nampak kosong, orang-orang akan langsung tahu jika pemuda yang tengah berdiri di sisi jembatan itu sedang sangat putus asa. Mungkin air matanya tersamarkan oleh air hujan, namun deru nafas pemuda putus asa itu tak bisa berbohong.
Akan tetapi siapa yang mau repot2 perduli? Orang2 lebih memilih mengabaikan pria itu dengan memalingkan wajah mereka. Tak apa satu jiwa pergi, setidaknya itu bisa mengurangi manusia yang meraup oksigen gratis esok hari.
"YA! Apa yang kau lakukan disana!?" Dari puluhan orang yang melintas, akhirnya ada seseorang yang memilih perduli pada si pria putus asa.
"Apa kau berniat melompat?" Tanya sosok itu lagi, karena kalimat pertamanya mendapat pengabaian dari orang yang ia ajak bicara.
Pemuda putus asa itu masih tak menggubris, ia memilih mengabaikan keberadaan pemuda lain itu dan mulai mencoba melompat.
"Hey! Arusnya sangat kuat, kalau kau benar-benar melompat aku takkan mau menolongmu" Tukas pemuda itu mulai mengusik si pemuda putus asa.
"Aku tak memintamu menolongku, jadi pergi saja"
Pemuda itu mendekat, kemudian menarik tubuh si pemuda putus asa dengan kuat.
"YA!" Pemuda putus asa menatap kesal pada pemuda yang baru saja menolongnya.
"Jangan mati! Kalau kau mati sekarang kau akan menyesal" Tukas pemuda itu tak menggubris ekspresi kesal yang ditunjukan sang pemuda putus asa.
"Aku akan lebih menyesal kalau aku tetap hidup"
"Kau mengatakan itu, karena kau tak mengetahui apa yang akan kau hadapi setelah kau mati. Jika kau tahu, pasti kau akan merengek-rengek pada Tuhan agar diberi kesempatan untuk hidup"
"Omong kosong" Pemuda putus asa itu kembali mencoba untuk memanjat sisi jembatan.
"Semua orang akan menghadapi kematian suatu hari nanti, lantas kenapa kau harus buru-buru ingin mati seperti ini?" Lagi pemuda itu berujar membuat si pemuda putus asa mengurungkan niatnya untuk kembali naik jembatan.
"Ada saatnya kematian akan mendatangimu dan mungkin pada saat hari itu tiba justru kaulah yang enggan menemui sang kematian. Jadi...kenapa kau harus buru-buru ingin mati seperti ini, bahkan saat kematian belum mau menemuimu?"
"Kau tak tahu apa yang kulalui tuan, jika kau tahu...kau takkan mau menghalangiku untuk bunuh diri" Jawab si pemuda putus asa.
"Lalu apa kau tahu apa yang baru kulalui, saat aku melangkahkan kakiku kemari?"
Si pemuda putus asa diam, karena tak mampu menjawab ucapan pemuda yang mencoba menolongnya tersebut.
"kita satu sama tuan, kau...tak tahu apa yang kulalui begitupun aku"
"Aku tahu kau pasti sedang merasa kesulitan saat ini, karena itu kau memilih berdiri disana dan berencana berlari dari kesulitan yang kau hadapi"
"Tapi...apa kau tahu satu hal?" Pemuda itu tersenyum getir pada si pemuda putus asa "Di dunia ini, Tuhan tak hanya mengujimu"
"Seluruh manusia yang hidup di dunia ini diberi ujian oleh-Nya, jadi...kenapa merasa diri paling malang hanya karena kau tak mampu menghadapi cobaanmu sendiri"
"Aku penyebab kematian seseorang, jika aku masih hidup...maka itu tak adil untuk orang yang baru saja mati karena aku" Setelah cukup lama diam, akhirnya si pemuda putus asa buka suara.
"Aaah, jadi kau seorang pembunuh?"
"Bukan"
"Lalu kau komplotan pembunuh?"
"BUKAN"
"Lantas?"
Si pemuda putus asa kembali diam, sambil menundukan pandangannya. Ingin menyampaikan semua ganjalan di hati, tapi dia belum mengenal sosok di hadadapannya. Tapi menahannya seorang diri seperti sekarang dia juga enggan.
"Jika kau menyesal tetaplah hidup"
Kembali mengadahkan kepapanya pada sosok yang hendak menolongnya, pemuda putus asa itu melayangkan tatapan bingung.
"Dengan tetap hidup dan memperbaiki kesalahan yang kau buat, itu akan menunjukan dirimu adalah manusia"
"Tapi...jika kau masih mau melompat dan berlari dari kekacauan yang kau buat. Kau boleh melakukannya. Aku takkan lagi mencoba melarangmu"
Tangis si pemuda putus asa kembali pecah, bahkan kini dia meraung keras sambil memukul dadanya yang terasa sesak.
"Kau orang yang hebat, jadi jangan mau kalah dengan rasa putus asa" Pemuda penyelamat itu berujar sambil mengusap pelan pundak si pemuda putus asa.
Pemuda putus asa kembali menatap sosok di hadapannya.
"Siapa namamu?" Tanya sosok itu pada si pemuda putus asa.
"Aku Jung Hoseok, siapa namamu?" Akhirnya pemuda itu memperkenalkan dirinya, karena sang pemuda putus asa tak juga menyebut namanya.
"Aku...."
-
-
-
"Changkyun-a"
Changkyun yang sejak tadi menatap pintu ruang tari kampusnya segera menoleh lantas tersenyum pada sosok yang baru saja memanggil namanya.
"Kenapa hanya berdiri disini? Tidak masuk?"
"Jika aku masuk, partner menarimu akan keluar dengan wajah masam hyung. Terus kau akan memiliki alasan untuk memarahiku lagi" Balas Changkyun membuat lawan bicaranya tertawa keras.
"Kau kemari mencariku atau..."
"Aku mencarimu"
"Ada apa?"
Tak langsung menjawab, Changkyun mengeluarkan sebuah flashdisk dari dalam saku celananya.
"Ini, arasemen yang kemarin hyung minta. Aku sudah selesai mengerjakannya" Jawab Changkyun kemudian sambil mengarahkan flashdisk tersebut kepada sang teman.
"Wuah, kau sudah menyelesaikannya?"
"Hmm"
"Cepat sekali"
"Tentu saja, aku ini Im Changkyun"
Tawa kembali diurai sang lawan bicara, membuat Changkyun mengukir senyum lebar di wajahnya.
"Ya! Jung Hoseok, apa yang kau lakukan..." Seorang pria jangkung keluar dari dalam ruang menari yang ada di dekat mereka.
Tatapan mata sinis langsung Changkyun dapati dari pria tinggi tersebut dan hal itu membuatnya seketika merasa tak nyaman.
"Aku menunggumu sejak tadi di dalam, kau malah tertawa disini? Kau bosan hidup ya Jung Hoseok?" Seolah tak melihat keberadan Changkyun, sosok itu berujar kepada Hoseok.
"Aku hanya berbincang sebentar dengan Changkyun, Hyungwon-a" Balas Hoseok –sosok yang berbincang dengan Changkyun
"AKu tak perduli alasanmu, sekarang cepat masuk! sebelum aku mematahkan kedua kakimu" Ancam Hyungwon kemudian kembali memasuki ruang tari.
Pria tinggi itu bahkan sengaja membanting pintu dengan keras, membuat Hoseok dan Changkyun sama-sama menutup mata mereka.
"Lihat" Changkyun menunjuk pintu ruang tari yang sudah kembali tertutup.
Hoseok kembali terkekeh, kemudian memukul pelan pundak Changkyun "Semangat ya"
"Aku bosan mendengar kata-kata itu darimu hyung" Balas Changkyun.
"Apa kau kira aku tak bosan terus mengatakannya?" Timpak Hoseok
Changkyun terkekeh , membuat Hoseok melakukan hal serupa.
"Sudah, hyung masuk sana. Daripada nanti Hyungwon hyung marah pada hyung"
"Oke" Hoseok mengangguk "Terimakasih ya arasemennya" Tambahnya sambil menunjuk flashdisk yang ia pegang.
"Ne, jangan bilang-bilang itu dariku"
"Arasso"
BLACK HAND
Seorang pemuda memasuki salah satu bengkel besar di kawasan Gangnam, matanya menyusuri tempat tersebut mencoba menemukan sosok yang ia cari.
"Taehyung-a, kau datang?" Sapa pemilik bengkel tersebut.
"Eoh, ne" Jawab Taehyung sambil tersenyum kaku "Seokjin hyung, apa Hyunwoo hyung ada?" Tanyanya kemudin.
"Hyunwoo?" Seokjin mengedarkan pandangannya ketiap sudut bengkel miliknya guna mencari orang yang baru saja Taehyung tanyakan padanya.
"Tadi sepertinya dia ada, sebentar ya"
Seokjin berjalan mendekati salah satu anak buahnya yang memakai tag nama Wonho di dadanya.
"Wonho-ya, Hyunwoo mana?" Tanya Seokjin pada pria kekar itu.
"Hyunwoo?" Wonho ikut mengedarkan pandangannya "Tadi disini" Tukasnya kemudian.
"Apa mungkin dia di ruang istirahat?"
"Ah, bisa jadi" Seokjin mengangguk kemudian mengarah tubuhnya menghadap Taehyung.
Dengan isyarat tangan pria tampan itu mengizinkan Taehyung untuk menemui Hyunwoo di ruang istirahat, membuat Taehyung segera bergegas mengarahkan langkah ke tempat tersebut.
"Hyung"
Benar saja, sosok Hyunwoo memang disana tengah termenung sambil menatap ponselnya. Pria berkulit tan itu pun menoleh, lantas buru-buru menyimpan ponsel miliknya ke dalam saku celana kerjanya.
"Sedang apa kau disini?" Terdengar begitu dingin, Hyunwoo melemparkan frasa tanya itu pada Taehyung.
"Keman akau semalam?" Alih-alih menjawab, Taehyung justru balas bertanya pada pria yang lebih tua darinya tersebut.
"Aku kemana apa itu urusanmu?" Balas Hyunwoo.
"Hyung"
"Pergilah, aku tak punya waktu untuk bicara denganmu" Hyunwoo bangkit dari duduknya lantas mencoba beranjak dari tempat itu.
Tahu Hyunwoo akan menghindar, Taehyung dengan cepat menahan lengan berotot pria itu dan menghadang langkahnya.
"Kau sudah melihat beritanya kan?" Tukas Taehyung pada Hyunwoo.
"Apa maksudmu?"
Tangan Taehyung dengan gesit meraih ponsel Hyunwoo dan menunjukan layar benda persegi tersebut tepat di wajah Hyunwoo. Surel berita yang sejak tadi memang tengah Hyunwoo baca masih terpampang jelas disana, membuat si pria Son terdiam tak berkutik.
"Hyung, bilang kau ada dimana semalam?"
"Apa maksud pertanyaanmu?"
"Hyung"
"Kalau kau kesini untuk menanyakan pertanyaan bodoh ini, maka pergilah. Aku benar-benar tak punya waktu untuk meladenimu"
"Hyung"
"Kalau kau terus menerus begini, aku bisa melaporkanmu ke polisi dengan tuduhan tindakkan tak menyenangkan"
Taehyung terdiam, tangan yang semula menahan lengan Hyunwoo terlepas begitu saja karena ucapan dari pria yang sangat dikenalnya itu. Keduanya kemudian saling diam, membuat suasana di dalam ruangan itu terasa begitu canggung.
"Hyung, tidakkah kau bisa berhenti?"
Hyunwoo membalas ucapan Taehyung dengan menatap dingin sang lawan bicara.
"Kau bisa menghancurkan dirimu sendiri jika terus melakukan hal bodoh seperti ini hyung"
"Lalu kenapa?" Hyunwoo menjawab acuh "Apa itu membuatmu rugi?" Tambahnya.
"Hyung"
"Urus saja urusanmu Kim Taehyung. Dan berhenti ikut campur dengan urusanku!"
Tanpa menunggu jawaban dari Taehyung, Hyunwoo berlalu begitu saja meninggalkan Taehyung yang hanya bisa terdiam sambil menahan sedih.
"Tae" Tak lama sosok Namjoo, adik Seokjin menghampiri Taehyung.
"Hyung" Mencoba tersenyum, Taehyung membalas sapaan Namjoon.
"Kau menemui Hyunwoo hyung lagi?" Tebak Namjoon membuat ukiran senyum di wajah Taehyung menghilang seketika.
"Pasti karena berita balap liar itu ya?" Lagi pria berlesung pipi itu bertanya pada Taehyung.
Kali ini Taehyung mengangguk pelan menjawab pertanyaan yang Namjoon lontarkan padanya.
"Hyunwoo hyung memerlukan uang, karena itu dia ikut balap liar itu" Namjoon coba menjelaskan sebab Hyunwoo mengikuti balap liar pada Taehyung.
"Tapi jika dia tertangkap, maka dia takkan mendapatkan apapun hyung. Kau lihat sendiri bukan? Beberapa peserta yang ikut sudah berhasil diamankan polisi" Tukas Taehyung khawatir.
"Seokjin hyung akan melindungi Hyunwoo hyung, jadi kau tak perlu cemas"
Taehyung memandang datar Namjoon, kemudian menarik senyum sinis di wajahnya. Jujur dia tak suka dengan cara Seokjin dan Namjoon melindungi Hyunwoo, karena hal itu sangat bertolak belakang dengan keinginannya.
"Aku tahu kau tak suka dengan cara kami" Namjoon yang melihat ekspresi Taehyung kembali berujar "Tapi kami benar-benar takkan lepas tangan. Jadi kau jangan cemaskan apapun"
"Hyung..." Taehyung berujar pelan nyaris berbisik "...apa begini cara kalian menggunakan uang kalian?" Tukasnya kemudian.
"Maksudmu?"
"Ini bukan hal yang benar, kau tahu itu kan?" Tukas Taehyung membuat Namjoon hanya bisa terdiam.
"Lalu kenapa?" Taehyung memandang Namjoon dengan tatapan kecewa.
"Tae..."
"Sudahlah, kurasa ini memang bukan urusanku. Permisi hyung, maaf sudah menganggu" Membungkuk sopan pada Namjoon, Taehyung pun berlalu meninggalkan adik Kim Seokjin tersebut.
BLACK HAND
"Kalian kenapa?" Menatap Taehyung dan Changkyun bergantian, Jimin sahabat baik kedua pria tersebut bertanya pada keduanya.
Changkyun hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan dari Jimin sedangkan Taehyung hanya menghela nafas dalam.
"Ya! Mau melihat eomjiku?" Tanya Jimin kemudian
Taehyung dan Changkyun sama-sama menoleh pada pria imut itu kini.
"Katakan sesuatu, apa kau melihatnya?"
"Geumanhae, kenapa kau selalu bertanya hal yang sama tiap bersama kami?" Protes Changkyun.
"Itu karena aku penasaran dengan eomjiku" Balas Jimin.
"Kenapa juga kau harus penasaran" Taehyung ikut buka suara.
"Memangnya tak boleh?"
"Kau tahu, sebagian besar orang terjebak dalam takdir buruk karena rasa penasarannya. Jadi...kurang-kurangi rasa pensaranmu" Tukas Changkyun.
Jimin mencebik, kemudian melempar pandangannya kearah sungai Han tempat mereka saat ini berada.
"Bagaimana rasanya?" Tanya Jimin "Melihat banyak untaian benang hitam yang terikat di ibu jari orang-orang?"
"Pernah melihat sekumpulan kabel yang saling bertaut?" Changkyun balas melempar frasa tanya pada Jimin.
"Apa perasaannya seperti itu?" Changkyun hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Jimin.
"Ah, pasti itu membuat pusing"
Kali ini tak ada yang memberi tanggapan, Changkyun dan Taehyung lebih memilih tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
"Memperbaiki apa yang sudah kita rusak itu sulit ya" Tukas Changkyun tiba-tiba
"Hmm, majayo" Taehyung membenarkan.
"Aku benci dengan hukuman yang ia berikan padaku" Tukas Changkyun lagi.
"Natto"
Jimin yang mendengar percakapan keduanya menatap bingung, pria bermarga Park itu tak benar-benar paham arah pembicaraan kedua sahabatnya tersebut.
"Terkadang aku benci diriku sendiri" Changkyun merebahkan tubuhnya sambil menutup matanya.
"Kadang aku membenci takdir yang harus kujalani" Taehyung ikut melakukan hal serupa
"Dan ada kalanya aku membenci kalian berdua" Jimin ikut berujar sambil menatap kedua temannya yang kini tengah menikmati desauan angin yang membentur wajah mereka
-
-
-
"Jangan katakan ini pada siapapun" Seorang pemuda berujar pada sahabatnya.
"Kenapa?" Tanya sang sahabat
"Karena...bisa jadi mereka hanya akan memanfaatkanku juga"
"kau tak suka dimanfaatkan seperti ini?"
"Siapa yang suka dimanfaatkan?" Tukas pemuda itu dengan nada suara yang cukup tinggi.
Sang sahabat sedikit terkejut, lantas berujar"Kalau memang tak suka kenapa tak melawan?"
"..."
"Melawanlah, katakan kalau kau tak menyukai hal itu"
"Andai aku bisa" Pemuda itu mengusak kasar wajahnya
"Kau sendiri tak bisa melawan, lalu...kenapa sekarang mengeluh"
"Dia hyungku"
"Aku tahu"
"Bagaimana mungkin aku bisa melawannya?"
"Itu masalahnya, kau..terlalu lemah padanya"
Pemuda itu menatap bingung pada sang sahabat.
"Meski dia hyungmu, tetap saja apa yang dia lakukan salah bukan? Lalu kenapa tetap mendukungnya?"
"Hanya aku yang dia punya"
"Dan hanya dia yang kau punya?" Balas sang sahabat dengan nada suara yang terdengar sarkas.
"Pada akhirnya dia adalah kelemahanmu, karena itu kau tak bisa menolak permintaannya. Tapi...suatu hari nanti kau pasti akan menyesal sudah melakukan semua ini hanya untuknya"
Sosok lain yang mendengar semua percakapan itu tersenyum senang, perlahan dia pun berlalu meninggalkan tempatnya menguping dengan langkah tenang.
BLACK HAND
-Apa kalian tahu siapa yang pemuda itu maksud?-
-Black Hand-
To be continue...
Langsa,30 April 2020_🖋
_Porumtal_
Versus with Haebaragi13
Chek akunnya dan baca buku Wild
Lalu tentukan kamu ada di tim yang mana...😉
🌕 VS 🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro