Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

Dahi mereka pasti akan berdarah, atau mungkin patah leher, atau apapun yang lebih buruk lagi kecuali airbag dari Malibu LS tersebut berhasil mengembang. Meski begitu, mereka masih merasakan sakit di bagian punggung dan tengkuk.

Ughhhh .... Nash mengerang lalu mengangkat kepalanya, dan menemukan kepulan asap dari bagian dalam mesin telah menembus kap mobil. Bahkan sebenarnya hampir setengah bagian depan telah hancur.

Orbit akan membunuhku.

Atau Nash yang akan membunuhnya karena memberikan mobil itu, atau mungkin Crane yang tak membiarkannya membawa sesuatu untuk melindungi diri di misi ini. Di antara seluruh pikirannya yang marah pada rekan-rekan kerja, Nash segera tersadar dan langsung memeriksa kondisi Ethan.

Remaja itu masih sadar, tetapi dia juga kesakitan. Nash menoleh ke belakang, dan menemukan sedan hitam tersebut berada tidak jauh di belakangnya.

"Ethan! Ethan! Bangun!" Nash mengguncang tubuh anak itu sampai dia bisa sadar, lalu membuka sabuk pengaman mereka berdua. "Buka pintumu, sekarang!"

Dia mengikuti perintah, tetapi Nash keluar terlebih dahulu dengan melompat, lalu berlari sambil menarik Ethan. Remaja itu hampir terjatuh saat turun dari mobil, tetapi dengan segera mendapatkan keseimbangannya.

Cowok itu sempat menoleh ke sampingnya, sedan hitam itu masih ada di sana, tetapi tidak tahu siapa yang mengendarai mobil tersebut. "Apa yang sebenarnya terjadi?!"

"Akan kujelaskan nanti. Kita harus menyelamatkan diri, sekarang!"

Nash membawanya masuk ke dalam hutan. "Mau ke mana kita?!"

Pria itu tidak lagi menjawab. Dia hanya terus berlari, menaruh satu tangan di depan mencegah dahan-dahan rendah menampar wajahnya. Sesekali melihat ke belakang, dan tak menemukan siapapun mengikutinya. Namun, menurutnya bukan berarti kedua orang itu tak berhenti mengejar.

Kegelapan di hutan sangat mempersulit. Membuatnya khawatir kalau-kalau di depan sana adalah tebing yang tinggi, tetapi beruntung yang ditemukan Nash adalah jalan setapak.

"Lewat sini!" Masih tanpa ada penerangan, tetapi dia memilih berbelok ke kiri, sesuai dengan arah menuju kota.

Mereka berlari sangat cepat, sementara Ethan mulai terdengar megap-megap, tetapi Nash tak berpikir untuk berhenti berlari. Dia berharap akan ada sesuatu yang dapat ditempati untuk bersembunyi, bahkan jika itu hanya sebuah kamar mandi untuk pemburu di tengah-tengah hutan.

Keberuntungan menyertai kembali. Mereka tiba di area perkemahan setelah Ethan hampir kehabisan napas. Tak ada siapa-siapa di sana, tetapi sebuah kabin kayu berada di sudut lapangan.

Nash menggedor pintunya, tak ada respon. Dia tak berniat untuk mengecek jendela, melainkan langsung membuka paksa pintu tersebut, yang terbuka dalam sekali dorongan. Tak ada orang di dalam sana.

Sekali lagi Nash menarik Ethan untuk masuk dan menutup pintu. Dia meminta anak itu untuk menunduk sementara Nash bergerak cepat ke jendela, dengan lekat berusaha menembus kelamnya hutan untuk mengawasi apakah kedua orang tadi benar-benar berhasil menyusul. Dalam beberapa menit yang terasa panjang, mereka berusaha untuk tetap senyap saat mengambil banyak-banyak pasokan udara. Waktu yang benar-benar menyiksa dada mereka.

Tak ada siapapun yang lewat. Hal itu membuat Nash menjatuhkan tubuhnya untuk segera duduk bersandar.

Masih tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi pria itu tahu kalau Ethan benar-benar panik dan membutuhkan jawaban. Hanya saja pria itu belum ingin memberitahunya. Meski belum cukup beristirahat, Nash bangkit dan mulai meraba dinding. Setelah mengelilingi seluruh kabin, dia yakin tak menemukan satupun saklar. Namun, tanpa sengaja menyambar nakas. Itu membuat pahanya kesakitan, tetapi dia mengabaikannya dan segera membuka laci.

Nash yakin telah memegang senter, jadi dia menyalakannya. Cahaya langsung menyorot wajah Ethan dengan matanya yang memerah. Pria itu lantas mendekat, dan mengusap kepala anak itu, berpikir hal tersebut akan membuatnya tenang.

Ketika Ethan mulai sesenggukan, Nash memintanya untuk duduk di sofa. "Tenanglah. Kita sudah aman."

"Apa yang terjadi?!" ulang Ethan tidak lagi tahan. "Kenapa kita menabrak? Kenapa kita lari?!"

Nash menarik napas yang panjang. "Ada yang mengejar kita."

Napas Ethan kembali tak beraturan, tetapi dia lanjut bertanya, "kenapa ada yang mengejar kita?!"

"Mereka ...." Nash tak bisa melanjutkan. Anak itu tengah ketakutan, dan jika Nash mengatakan kalau kedua orang itu menginginkannya, mungkin Ethan akan berakhir tak sadarkan diri.

Namun, Ethan mencengkram lengan pria itu, tanda kalau dia benar-benar butuh jawaban. Jadi pria itu berkata jujur, dan tepat setelahnya membuat Ethan gagap. Dia berusaha mengatakan sesuatu, tetapi bahkan Nash juga tak tahu.

"Kurasa itu alasan mengapa kau bisa berakhir di dalam bus. Kedua orang itu yang melakukannya," kata Nash.

"Maksudmu ... aku diculik?"

Kali ini Nash hanya bisa mengangguk. Ethan semakin tak bisa menahan dirinya, dia menaruh kedua tangannya di wajah, lalu menangis dalam suara yang teredam, sembari meneriakkan beberapa kalimat. "Kenapa ada yang mau menculikku?! Kenapa ini bisa terjadi padaku?!"

Nash membiarkannya kali ini. Meski suaranya keras, tetapi itu tidak akan cukup untuk terdengar sampai keluar. Sekali lagi pria itu berpindah ke jendela untuk melihat apakah masih aman.

Misi ini mulai berbahaya, dia harus meminta bantuan. Sayangnya Nash tidak lah benar-benar beruntung. Malah sebenarnya juga sial, lebih sial.

"Oh, bajingan!" Nash melupakan ponselnya di mobil.

Dia mulai mengacak-acak rambutnya sendiri, menginjak-injak lantai karena sangat kesal, sebelum kembali ke sofa di mana Ethan mulai sedikit tenang. Namun, anak itu kembali panik saat Nash dengan jujur menjelaskan kalau dia meninggalkan ponselnya.

"Jadi bagaimana sekarang? Kita tidak bisa meminta bantuan?"

Sekali lagi Nash hanya bisa mengangguk dengan perasaan bersalah. Dia hanya tak ingin Ethan harus menangis lagi karena situasi yang tengah terjadi, tetapi sekarang anak itu sudah terdiam. Bukan berarti itu lebih baik.

Dia merasa gagal. Ini mungkin bukan sepenuhnya kesalahan Nash, tetapi pria itu berpikir kalau Ethan adalah tanggung jawabnya. Kembali dia bukan orang yang benar-benar ahli mengendalikan suasana hati seseorang, apalagi remaja delapan belas tahun yang akhirnya tahu kalau dia adalah korban penculikan.

Keduanya terdiam, dengan kepala masing-masing yang penuh. Nash bisa menduga apa yang mungkin Ethan sedang pikirkan, tetapi dia belum ingin mengurusi itu. Hal pertama yang terlintas dalam benaknya adalah misi sebelumnya. Nash ditugaskan untuk melacak pergerakan perdagangan manusia, meski berhasil mengetahuinya, tetapi tugas tersebut berakhir sedikit mengecewakan karena beberapa masalah yang Nash lakukan.

Namun, jika memikirkannya lebih jauh mungkin kasus Ethan ada hubungannya. Bagaimana kalau kedua orang itu yang menculik Ethan? Mereka membuat anak itu pingsan lalu menaruhnya di dalam bus agar tidak menimbulkan kecurigaan, lalu saat waktunya tepat mereka akan mengambilnya kembali.

Itu masuk akal, atau setidaknya hampir. Nash masih belum tahu mengapa ada kertas berisi alamat di sakunya Ethan. Alamat rumah sangat mungkin, tetapi bagaimana kalau justru alamat tersebut malah membawanya ke dalam perangkap?

Ughhh! Lagi-lagi Nash hanya bisa menggerutu.

"Sekarang apa?" Tiba-tiba saja Ethan berbicara. Nash menoleh dengan terkejut, menemukan remaja itu tengah menatapnya penuh harap.

Sekarang apa? Nash tidak benar-benar tahu. Pilihannya sekarang adalah menunggu sampai besok lalu pergi kantor polisi Missoula untuk meminta bantuan. Sepertinya itu yang terbaik sekarang.

Hanya saja, bagaimana kalau kedua orang itu berhasil menemukan mereka? Nash tak punya apapun untuk melindungi diri, dan dia tidaklah begitu kuat kalau harus berhadapan dengan senjata api. Misi sebelumnya berakhir kacau, apakah kali ini juga akan sama? Apa mereka akan mendapatkan Ethan dan Nash gagal? Bagaimana kalau kali ini Nash tewas?

Buru-buru Nash menggeleng. Tidak. Sejak awal ini misinya, sudah tugasnya untuk mengantar anak tersebut pulang. Sejak mereka saling berkenalan sampai sekarang, Ethan adalah tanggung jawabnya. Dia sudah mengacaukan catatannya, tak mungkin yang satu ini akan merusaknya. Terluka di sebuah misi bukanlah sebuah masalah. Justru, jika dia berhasil, Nash bukan lagi sekedar detektif yang bersamalah, dia adalah pahlawan.

Kali ini pria itu tersenyum dan sekali lagi menghela napas panjang, kemudian meraih pundak Ethan dan mengucapkan dengan yakin, "kita akan meminta bantuan, dan sampai saat itu terjadi aku yang akan melindungimu di sini."

Butuh waktu beberapa detik, tetapi akhirnya Ethan bisa mengangguk. Meski kali ini tak lagi ada senyuman, tetapi Nash sudah puas.

Dia mengambil lagi senter dan menyorot ke sekitar. Kabin ini punya dua lantai, di atas pasti tempat tidur. Nash membawa Ethan naik, dan menemukan ada kasur kecil yang muat untuk satu orang. Pria itu menyuruhnya untuk berbaring di sana.

Kasurnya tidak terlalu berdebu. Nash baru teringat kalau sofa tadi juga bersih, itu berarti seseorang mungkin ke sini setiap siang hari untuk beristirahat dan sebagainya. Jika misalnya besok pemilik kabin datang, itu akan menjadi bantuan yang bagus.

"Istirahatlah."

"Bagaimana denganmu?"

Nash ingin mengatakan kalau dia bisa berbaring di sofa, tetapi dia segera berpikir kalau Ethan pasti ingin ditemani dulu sebelum dapat benar-benar terlelap.

"Kau akan tidur di sofa?" tambah Ethan.

"Ya."

Ethan justru berkata yang lain. "Maaf aku sudah merepotkanmu. Seharusnya kau juga bisa berbaring di kasur."

Nash tertawa pendek. "Jangan khawatir, lagi pula aku akan berjaga di bawah. Akan kupastikan kau baik-baik saja di sini."

Pria itu akan turun, sebelum itu dia menawarkan senternya pada Ethan, tetapi remaja itu menolak. "Aku tidak takut gelap."

Sekali lagi, Nash tersenyum. "Kau mengingat lagi ...."

Ethan sama sekali tak terlihat senang akan itu. Dia memang tertawa kecil, tetapi bahkan Nash tahu kalau itu sangat dipaksakan.

Nash pada akhirnya turun ke bawah, ketika mencapai sofa, dia lantas berbaring dan mencoba menyibukkan lagi kepalanya dengan memikirkan berbagai macam teori soal Ethan. Namun, kantuk dengan mudah menyerang kembali.

Dia menolak untuk tidur, Nash seharusnya berjaga, tetapi kegelapan berhasil merasuk. Dia terlelap, tanpa sempat berdoa semoga orang-orang itu tak berhasil menemukannya di dalam kabin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro