Live 2: Kasus (1)
"Ah-Yuan, di mana saudaramu?"
Shen Yuan tertegun untuk beberapa saat sebelum menyadari siapa tamu tak terduga yang berada di depan pintu apartemennya. "Yue ... Shixiong?"
"En. Bolehkah aku masuk?"
Menyadari bahwa dirinya telah membiarkan seniornya berlama-lama di luar, Shen Yuan tersenyum malu dan sedikit menyingkir untuk mempersilakan tamunya masuk. "Jiu-ge ada di kamarnya. Aku harus keluar sebentar."
Yue Qingyuan, "Apakah itu kampus?"
Shen Yuan, "Ya, sebentar lagi semester baru dimulai. Aku harus sedikit menyiapkan diri."
Yue Qingyuan mengusap puncak rambut Shen Yuan dengan lembut. "Baiklah, hati-hati di jalan."
Menyaksikan seniornya memasuki ruangan dengan akrab dan akhirnya suara pertengkaran yang sudah biasa terjadi di dalamnya terdengar, Shen Yuan menghela nafas dengan rasa terhibur. Saudaranya itu benar-benar tsundere ... .
Shen Yuan menuju lift dan turun ke lantai dasar. Dia hendak pergi dengan jalan kaki sebelum seorang pria menghentikannya. Awalnya dia menghindar secara reflek, namun setelah melihat siapa pria itu, dia mengendurkan sikapnya. "Lao-Wu."
Lao-Wu adalah sopir pribadi Yue Qingyuan. Shen Yuan cukup akrab dengannya ... Yah, dan karena sopir pribadi ini menghampirinya, itu hanya bisa berarti satu hal. "Shixiong memintamu mengantarku lagi?"
Mendengar nada ketidakberdayaan dari pria muda di depannya, Wu Wang tertawa kecil. Wajahnya yang sedikit keriput karena faktor usia menjadi lebih keriput karenanya. "Anda sudah bisa menebaknya. Jadi, silakan naik mobil, Tuan Shen."
Shen Yuan dengan sopan menolaknya. Dia ingin berjalan kaki bukan karena tidak ada taksi atau bus, melainkan karena dirinya akan pergi ke tempat lain.
Ya, pergi ke kampus hanya sebuah alasan untuk menutupi yang sebenarnya.
Tapi, melihat Lao-Wu yang bersikeras membukakan pintu mobil untuknya, Shen Yuan mengembuskan napas panjang. Baiklah, toh tempatnya tidak jauh dari lokasi kampusnya.
Tidak butuh waktu lama untuk tiba di Universitas Cang Qiong. Shen Yuan turun dari mobil dan mengangguk pada Lao-Wu. "Terima kasih, aku akan di sini cukup lama. Lao-Wu bisa kembali menunggu Shixiong."
Melihat Lao-Wu menggelengkan kepalanya, Shen Yuan sudah bisa menebaknya. Pasti Yue Qingyuan memintanya untuk menunggu di kampus.
Apa dia mencurigai sesuatu? Shen Yuan mengerutkan bibirnya, namun dengan cepat memulihkan ekspresinya. Dia melirik Lao-Wu sebentar sebelum akhirnya melangkah memasuki gerbang kampus.
Tidak ada pilihan lain selain berpura-pura pergi ke kampus.
Wu Wang menatap kepergiannya dari jauh, kemudian mengambil ponselnya.
.
.
Di tempat lain, Yue Qingyuan menatap ponsel di tangannya. Begitu pesan baru masuk dengan kabar yang positif, dia meletakkan ponselnya dan tanpa sadar mengusap batang hidungnya.
"Kenapa? Wajahmu minta dipukul lagi?"
Suara rendah dengan nada kesal terdengar di depannya. Yue Qingyuan mengangkat kepalanya dengan senyum di wajahnya. "Ah-Jiu, aku hanya mencemaskanmu."
Shen Qingqiu memasang wajah acuh tak acuh. "Aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu repot menaruh pikiran padaku."
"Tapi, tiba-tiba saja kamu demam kemarin. Bagaimana bisa aku mengabaikannya?" Yue Qingyuan seperti biasa tidak mengindahkan sikap dingin rekannya.
Namun, kalimat Yue Qingyuan justru membuat Shen Qingqiu mengerutkan dahinya. "Darimana kamu tahu aku demam?" Detik berikutnya, dia menggerutu kesal, "Ah, adik sialan itu."
"Jangan mengutuknya begitu." Yue Qingyuan menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Dia menghubungiku siang ini, mengatakan bahwa kamu demam kemarin. Aku hanya bisa datang sekarang karena ada sedikit masalah di perusahaan," jelasnya.
Shen Qingqiu mendengus setelah mendengarnya. "Sudah kubilang padanya untuk tidak memberitahu siapapun."
"Tapi dia pasti khawatir padamu, karena itu dia menghubungiku keesokan hari setelah kamu baik-baik saja." Yue Qingyuan dengan tenang berusaha membela Shen Yuan. "Pada dasarnya, dia benar-benar tidak memberitahu siapapun di hari ketika kamu sakit."
Shen sulung itu masih mengembuskan nafas kasar, namun dia tidak mengatakan apapun untuk membantahnya.
Melihatnya seperti ini, Yue Qingyuan menyunggingkan senyum bahagia dalam hatinya.
"Jadi, apa? Kamu sudah datang dan melihatku baik-baik saja, 'kan? Sekarang, keluar!" Shen Qingqiu berkata dengan dingin. Secara alami, Yue Qingyuan tidak menghiraukan sikapnya dan langsung menuju topik, "Aku akan mengadakan reuni lusa nanti."
Shen Qingqiu terkejut. "Reuni?" Dia mempertimbangkan apakah akan ikut dalam acara ini sebelum akhirnya teringat sesuatu. "Apakah bajingan itu datang?"
Tanpa dijelaskan, Yue Qingyuan paham siapa 'bajingan' yang rekannya maksud. "Tidak."
Jawaban itu membuat Shen Qingqiu curiga. "Dia tidak ikut? Kenapa?"
Yue Qingyuan hendak menjelaskan, namun sesuatu melintas di benaknya. Mulutnya yang terbuka kembali tertutup. Benar, tidak ada yang tahu tentang hal itu ... .
Melihatnya ragu-ragu, Shen Qingqiu semakin curiga. Hal macam apa yang dimiliki bajingan itu hingga membuat presiden perusahaan Qiong Ding ini tidak yakin menjelaskannya?
Setelah beberapa saat, akhirnya Yue Qingyuan membuka suara. "Kamu tahu Luo Binghe?"
Siapa sangka hal itu yang dipertanyakan lebih dulu. Shen Qingqiu bingung, namun dia tidak menunjukkannya di luar. "Ya, dia idol yang sedang naik daun. Shen Yuan juga akhir-akhir ini memperhatikannya di weibo. Kudengar darinya kalau orang itu sedang pergi ke luar negeri saat ini." Matanya memandang tajam mantan teman sekelasnya. "Kenapa kamu bertanya?"
Yue Qingyuan tertawa canggung. "Yah, sebenarnya ... ."
.
.
Wu Wang bersandar di mobil. Asap rokok terbang ke langit malam, mengaburkan wajahnya. Dia menatap rokok yang terbakar perlahan sebelum akhirnya menaruh ujungnya di bibir, namun tidak menghisapnya. Rokok tidak baik untuk kesehatannya yang kini semakin menurun karena usia. Jadi, dia membuang rokok yang bahkan belum terbakar setengahnya sebelum menginjak dengan ujung sepatunya. Dia mengambil rokok lain dari saku celananya, kali ini tidak dibakar.
Tapi, dia tidak menyadari, ada seseorang yang berjalan mendekatinya perlahan dari belakang.
.
.
"Kamu tahu ada banyak berita tentang kasus penyerangan terhadap orang-orang sekarang?"
Shen Qingqiu memutar bola matanya. "Mengapa kamu begitu berbelit-belit? Langsung ke intinya."
Yue Qingyuan mengusap wajahnya. Dia tahu kalau dia tampak aneh di pandangan Shen Qingqiu sekarang. Mau bagaimana lagi? Ini karena dia ragu untuk menjelaskan masalah ini pada orang di depannya.
"Luo Binghe adalah adiknya."
Shen Qingqiu memasang wajah bodoh. "Apa? Siapa yang punya adik?"
Yue Qingyuan, "Hua Cheng."
Shen Qingqiu tercengang. Dia merasa salah dengar. "Hua Cheng punya adik?"
Yue Qingyuan tidak merespon.
Tentu saja, sudah pasti siapapun yang mendengarnya terkejut. Hua Cheng, presiden perusahaan Mo yang dikenal sebagai satu-satunya anak dari keluarga Mo memiliki adik? Dan adiknya adalah Luo Binghe, idol yang sedang naik daun?
Tidak akan ada yang percaya. Kalaupun ada, pikiran mereka pasti dipenuhi konspirasi.
Tapi, Shen Qingqiu bukan orang yang seperti itu.
Dia menyilangkan kakinya dan mendengus. "Oh, bajingan itu juga punya adik. Lalu, apa hubungannya dengan topik kita yang sudah melenceng ini?"
Melihatnya yang seperti ini, Yue Qingyuan tidak tahu apakah dia harus merasa lega atau merasa pahit di hatinya. "Luo Binghe bukan pergi ke luar negeri. Dia adalah korban dari kasus penyerangan."
"Dan sekarang, adiknya terbaring di kasur, tidak sadarkan diri sampai sekarang."
.
.
Buk!
Tubuh itu terjatuh tanpa ada yang menahannya. Darah menggenang dari luka di kepalanya.
Sosok yang berdiri dalam kegelapan menarik kembali tangannya yang memegang alat pemukul. Dia mendekati tubuh korbannya, memastikan bahwa orang itu tidak sadarkan diri. Kemudian dia meraba-raba pakaiannya hingga menemukan sebuah ponsel dari saku jas hitam.
Ponsel itu dikunci dengan sidik jari.
Itu bukan masalah sulit, karena pemilik sidik jari sedang terbaring di depannya sekarang.
.
.
"Jadi, bajingan itu tidak datang karena kondisi adiknya?"
Yue Qingyuan mengangguk.
Shen Qingqiu mendecakkan lidahnya. "Katakan saja sejak awal, apa sulitnya?"
Yue Qingyuan tertawa kikuk.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi menjeda suasana. Yue Qingyuan mengambil ponselnya dan hendak melihat pesan masuk ketika terdengar suara pintu depan terbuka. Keduanya serempak menoleh, mendapati Shen Yuan pulang membawa tas di punggungnya.
"Ah-Yuan, selamat datang kembali."
Shen Yuan mengangguk dengan senyum di wajahnya. Dia meletakkan tasnya di lantai sebelum menuju dapur dan mengambil air dari dispenser.
Shen Qingqiu menyusulnya ke dapur, sementara Yue Qingyuan melihat ponselnya.
[Saya telah menyelesaikan perintah.]
Itu pesan dari sopir pribadinya.
Dari jauh, Shen Yuan melirik orang yang duduk di sofa. Cahaya membiaskan kacamata, menutupi sesuatu yang tersembunyi dalam matanya.
===
Patroli malam dilakukan karena kasus penyerangan yang sering terjadi belakangan ini.
Liu Qingge, sebagai pemimpin patroli malam kali ini duduk di mobilnya, menyetir dengan kecepatan lambat. Sesekali ia menguap bosan, kemudian menyalakan musik agar suasana tidak semakin membosankan.
Ketika mendapat misi untuk malam ini, dia berpikir akan mengejar penjahat, menangkapnya, kemudian mengintrogasinya di kantor polisi. Siapa sangka, dia justru diminta untuk melakukan patroli yang membosankan?
Liu Qingge menghela nafas pasrah.
Tiba-tiba, matanya yang tajam menangkap sosok terbaring di jalanan yang sepi. Awalnya Liu Qingge akan mengira itu hanya orang gila atau orang tunawisma sebelum dia melihat sesuatu berwarna merah.
Oh, sial.
Dia menghentikan mobilnya, bergegas menuju sosok yang terbaring di sana.
Kemudian dia menekan tombol interkom di telinganya.
"Di sini Kapten Liu. Korban keenam ditemukan."
•••
Arbi's Note:
OwO
Padahal niatku ingin membuat kisah ini tentang kehidupan sekolah tapi ... aku tak pernah puas kalau tak ada unsur 'misteri' di dalamnya :")
Jadi, oh sudahlah ... aku memang tidak bisa dipisahkan dari misteri ... :)
EDIT: Setiap kali aku ingin enter dua kali, kenapa gagal setelah publish? Akhirnya, aku kasih titik aja deh :v
Omake:
Luo Binghe merasa bahwa surga pasti tidak berpihak padanya.
Karena ...
"Ah-Luo~ Ada apa? Ayo buka mulutmu~ Aaaaah~~~"
... ada iblis yang lebih iblis darinya.
Iblis itu tersenyum dan mengarahkan sendok berisi bubur ke mulutnya. "Ayo, pesawat mau lewat~~"
Luo Binghe, " ... " Apa itu pesawat?
Tidak jauh di sana, Hua Cheng duduk dengan tenang menatap keduanya. "Wei Wuxian, sudah kubilang dia amnesia."
Yang dipanggil pun mengerutkan bibirnya. "Ah, jangan begitu, Hong-er. Bahkan jika dia amnesia, dia tetap adik kesayangan kita."
Hua Cheng, "Bukan berarti dia bayi, bodoh."
Wei Wuxian, "Tapi, dia bayi kesayangan kita!"
Luo Binghe, " ... "
Shizun, tolong aku! QAQ
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro