Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Aksi Manjat Gerbang Belakang

2. Aksi Manjat Gerbang Belakang

Pagi ini benar-benar sunyi. Tidak menyenangkan, tidak pula menyedihkan. Karena bagi Naviita, semua paginya sama saja. Tidak ada yang spesial atau bahkan membuatnya terkesan. Semuanya datar dan membosankan.

"Habis ini mau ada TRIMEL Cup, ya, Nav?"

Naviita menoleh pada Jasmin yang sedang makan bakso di sampingnya. "Mana aku tau. Bodo amat."

"Palingan kalo ada olimpiade Bahasa Inggris kamu bakal diciduk sama Miss Ighfi buat ikutan."

Kedua alis Naviita terangkat. Ia tak peduli dengan ucapan Jasmin. Ia lebih memilih mengamati riuhnya kantin yang dipenuhi oleh siswa-siswi SMA Melati 2. Memperebutkan antrean, makanan, minuman, tempat duduk, bahkan sendok bakso yang ternyata tinggal satu. Tidak berguna memang, tetapi menurutnya, lebih tidak berguna program tiap semester yang dibuat oleh siswa SMA Melati 1. TRIMEL Cup, event yang melibatkan SMA Melati 1, 2, dan 3. Berlomba-lomba untuk menjadi sekolah terbaik. Padahal menurut Naviita, lebih menyenangkan membolos dan berlomba-lomba mendapatkan poin di catatan BK.

"Naviita."

Atensi Naviita teralihkan pada seorang wanita muda yang kini sudah berdiri di depannya. Ia tersenyum dan ikut berdiri untuk menghormati wanita itu. "Miss Ighfi, ada apa?"

"Kebetulan TRIMEL Cup tahun ini ada olimpiade Bahasa Inggris. Kamu yang mewakili SMAMELDA, ya?"

Shit! Ucapan Jasmin menjadi kenyataan dan menurutnya ini bencana. Hal yang tidak ia inginkan benar-benar terjadi. Naviita hanya dapat tersenyum dan bergumam pelan. "Gimana, ya, Miss?"

"Mau, ya?"

"Iya. Tap—"

"Oke. Nanti pulang sekolah temui saya di ruang sumber. Kita bimbingan di sana, ya?" Miss Ighfi lantas menjauh seraya melambaikan tangan. "Thanks, Nav. Have a great day!"

Senyum Naviita berubah menjadi gerutuan saat Miss Ighfi keluar dari kantin. "Have a great day, ndas-mu!"

Jasmin lantas tertawa seraya mendorong mangkuk baksonya yang sudah kosong ke tengah meja. "Lagian kamu kenapa, sih, Nav, kok gak suka banget ke SMAMELSA?"

"Anak sana tuh songong, sok ambis. Giliran kalah playing victim. Bilang kalo lawannya curang." Naviita mendengus pelan. "Apa nanti aku bolos aja, ya?"

"Nav."

Naviita bergumam pelan.

"Habis ditampar lagi, ya?" tanya Jasmin pelan saat matanya tiba-tiba menangkap bekas merah di pipi kiri Naviita.

Naviita berdesis pelan dan menepis tangan Jasmin yang hendak menyentuh pipinya. "Duh, diemlah."

"Nav—"

"Bodo amat, Jas. Aku mau bolos aja nanti."

"Janganlah. Nanti kalo ditampar lagi sama ayah kamu gimana? Kamu nanti juga harus ada bimbingan, lho."

Sudut bibir Naviita tertarik. "Peduli apa sama bimbingan? Paling dicariin."

"Jangan gitu, Nav!" tolak Jasmin. "Nanti barengan sama aku bimbingannya. Aku ikut olimpiade yang sejarah."

"Ya udah. Kamu ikutan aja sendiri."

"Nav—"

"Oy, Nav!"

Atensi Naviita dengan cepat teralih pada dua lelaki yang mendekat ke arahnya. Senyumnya lantas melebar kemudian melakukan high five dengan kedua lelaki itu—Arjun dan Kavin. "Anzay, temen seperjuanganku."

Arjun bergerak duduk di hadapan Naviita kemudian bertanya, "Kamu disuruh ikut TRIMEL Cup gak, Nav?"

"Sialnya iya."

"Agak gawat, sih."

"Kenapa?"

Decakan Arjun terdengar bersamaan dengan helaan napasnya yang kasar. "Kamu jelas tau gimana mereka, kan?"

"Yeah. They're like to cheating."

"Yes," angguk Arjun. "Sebenernya enggak curang mereka tuh. Mereka kan emang asli pinter-pinter dan berprestasi daripada kita. Tapi satu hal yang mereka gak bisa terima, kekalahan. Apalagi kalo mereka sebagai penyelenggara gini, pasti kalo mereka kalah, bakal ada aja drama playing victim ala mereka. Bilang kalo kita curanglah, apalah."

"Mereka kan sekolah ambis. Jadi menurutku wajar kalo kayak gitu. Beda sama kita," sahut Jasmin yang ternyata memperhatikan percakapan Arjun dan Naviita.

"Tapi hal kayak gitu harusnya gak boleh dinormalisasikan," bantah Arjun. "Kalo emang beneran mereka kalah, ya udah terima. Berarti itu bukan rezeki mereka."

Berbeda dengan Arjun, Naviita, dan Jasmin yang sibuk mengutarakan pendapat. Kavin justru hanya mendengarkan dengan kepala yang mendadak pening. Entahlah, burung-burung di sampingnya ini sedang meributkan apa. Yang jelas, kicauan mereka tidak ada yang dapat ia tangkap. Entah kerja otaknya yang lama atau memang percakapan itu tidak berguna. "Woy! Malah jadi ajang debat."

"Siapa tau bakal jadi ide TRIMEL Cup semester selanjutnya. LDBI. Pasti seru dan banyak yang ikut daripada cuma olimpiade gak jelas kayak gitu," balas Naviita.

Sudahlah, Kavin mengalah saja. Ia yakin ia kalah jika berbicara dengan Naviita. "Daripada meributkan hal yang gak jelas. Mending ayo bolos aja!"

"Asik. Kapan? Lewat mana?"

"Gerbang belakang."

"Trio SMAMELDA beraksi."

•••

"Pak Sairi."

Pak Sairi—satpam sekolah yang berjaga di pos depan setiap Senin, Kamis, dan Jumat. Pria yang sedang merokok itu menoleh pada seseorang yang memanggilnya. "Loh, Nav. Kenapa? Mau ulah lagi?"

Naviita terkekeh pelan. "Rencananya gitu. Bapak mau bantu gak?"

Pak Sairi langsung menggeleng cepat dan membuang rokoknya ke tanah. "Enggak. Terakhir kali Bapak bantu malah Bapak nyebur kolam. Mana kolam sekolah warnanya ijo."

Naviita kembali terkekeh. "Ya kan itu tanpa sengaja, Pak. Lagian Bapak ngapain bantuin Bu Arum ngejar kita."

Pak Sairi berdecak pelan mengingat kebodohannya dua minggu lalu. "Kalo gak bantu potong gaji. Udah sedikit, tambah jadi sedikit, Nav."

Arjun yang berdiri di belakang Naviita tertawa pelan. "Kan waktu itu kita cuma minta buat jangan bilang guru-guru kalo kita coret-coret tembok kantin. Malah pas ketahuan Bu Arum, Bapak ikutan ngejar."

"Ya itu apes saya sih sebenernya. Udah diteriakin Bu Arum disuruh ngejar, malah kesenggol Bu Via yang badannya segede gentong di samping kolam. Nyeburlah saya."

Naviita, Kavin, dan Arjun. Tawa ketiganya meledak bersamaan, hingga sudut mata mereka berair. Kocak sekali Pak Sairi ini.

"Lagian kalian ngapain coret-coret tembok kantin?"

"Melanjutkan maha karya yang tertunda, Pak." Naviita meletakkan kardus kopi yang dibawanya ke pos satpam. "Itu kan udah ada coretannya, tapi belum kelar. Ya karena kita baik hati dan lagi gabut, kita kelarin dong."

"Bocah gemblung!"

"Udah, ya, Pak. Ini—"

"Pasti sogokan," tebak Pak Sairi memotong ucapan Kavin.

Kavin meletakkan kardus rokok yang dibawanya di samping kardus kopi. "Bapak sudah cerdas. Membantu itu menambah pahala lho, Pak. Berbagi juga menambah pahala. Jadi ini rokok sama kopinya jangan dinikmatin sendiri."

Pak Sairi berdecak pelan dan melirik Kavin malas. "Kalo nggak khilaf saya bagi. Kalo khilaf ya saya bawa pulang semua. Biar dijual sama istri saya."

"Wih, keren, Jun." Kavin menepuk pundak Arjun pelan dengan kekehan pelan. "Suami sayang istri."

"Bapak gak patroli sekolah?" tanya Naviita.

"Enggak."

"Gak ke gerbang belakang?"

"Enggak."

"Oke, beres. Bapak di sini aja kalo gitu."

"Kalian mau ngapain?"

"Manjat gerbang belakang."

"BUSYET! Trio Kepret kurang kerjaan."

•••

Tepat setelah bel istirahat pertama berbunyi, semua siswa masuk ke kelas masing-masing, kecuali Trio SMAMELDA—Naviita, Arjun, dan Kavin. Tiga anak manusia itu benar-benar akan memanjat gerbang belakang. Terbukti dengan mereka yang kini sudah berdiri di samping gerbang. Semoga tidak ada guru yang tiba-tiba lewat.

"Naiknya gimana, Cok?" umpat Arjun melihat gerbang yang tingginya kira-kira dua setengah meter. Ia mendadak bingung sendiri melihat gerbang di depannya.

"Dih, dia yang usul dia yang gak ngerti. Makanya direncanakan yang bener dulu," cibir Naviita melirik Arjun sekilas.

"Nggeh, Ndoro Naviita."

Naviita jadi ikut bingung. Ia mendengus pelan seraya melihat gerbang di depannya. "Ini beneran digembok, kan? Ntar malah malu sendiri. Udah manjat, ternyata gak digembok."

"Digembok, Nav. Nih liat gak bisa digeser." Kavin maju dan mencoba menggeser gerbang di depannya. Menunjukkan pada Naviita bahwa gerbang itu memang dikunci.

Naviita mengangguk pelan. "Berarti harus gimana?"

"Ya manjat." Arjun melihat sekitar. Siapa tahu ada hal yang bisa ia jadikan tumpuan untuk melompati gerbang itu. "Ada kursi gak?"

Kedua alis Kavin terangkat. "Buat apa kursi?"

"Buat manjat, Bodoh! Buat tumpuan di bawah. Jadi ada tolakan buat bisa lompat."

Semakin lama Naviita semakin tidak paham dengan Arjun. Ia berdecak seraya berkata, "Makanya, Jun, kalo mau ngapa-ngapain itu dirancang dulu yang bener. Ngapain sulit-sulit manjat gerbang setinggi itu. Itu ada dinding yang gak seberapa tinggi. Lewat situ bisa, kan? Itu pinggirnya juga ada bata yang agak keluar. Bisa dipake tumpuan kaki."

Mata Arjun bergulir mengikuti arah jari Naviita. Melihat dinding yang tingginya kurang lebih satu meter setengah, dengan pinggiran yang batanya dibuat sedikit menonjol. "Bener juga."

"Kalian naik dulu aja. Aku nyusul," usul Naviita seraya terkekeh dalam hati. Ada rencana yang akan ia gunakan untuk mengerjai teman-temannya.

Arjun lebih dulu menaiki dinding itu. Dengan menapak pada batu bata di tepi dinding, ia berhasil duduk di atas dinding dan melemparkan tasnya ke bawah. "Ayo, Vin! Naik."

"Gak mau naik dulu, Nav?"

"Gak."

"Oke."

Tidak peduli dengan Naviita, Kavin ikut naik. Caranya sama persis dengan yang Arjun lakukan. Hingga ketika Arjun turun di sisi dinding yang lain, ia berhasil duduk di atas dinding itu.

Sejenak, Kavin menyempatkan diri untuk melihat ke bawah sebelum turun. Memastikan bahwa setelah ini Naviita memanjat dengan aman. Namun, ia tidak menemukan keberadaan Naviita di bawah sana. "JUN, NAVIITA KOK GAK ADA DI SINI?"

"Ngapa? Nyariin aku?"

Mata Kavin dan Arjun sontak melebar bersamaan. Bagaimana tidak? Yang mereka tahu Naviita belum naik. Tetapi kenapa sekarang gadis itu sudah berdiri di samping Arjun? Sungguh ajaib.

"Loh—" Ucapan Kavin terjeda. "Kok—"

Tak jauh beda dengan Kavin. Arjun memandang Naviita yang berdiri di sampingnya dengan heran. "Kamu tembus pandang, Nav?"

"Kalian berdua goblok kuadrat."

"Hah?"

"Gerbangnya emang digembok. Cuma itu di tengah-tengah gerbang ada pintunya. Itu gak dikunci. Emang mata kalian agak siwer kayaknya," jelas Naviita dengan sedikit mencibir.

"Loh—"

"KAVIN. NGAPAIN KAMU DUDUK DI ATAS SANA? AYO, TURUN! PELAJARAN BELUM SELESAI."

"Mampus!"

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro