Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 72

1 Tahun Kemudian.

Begitu jernih dan begitu biru layaknya lautan luas, kehangatan dalam rupa cahaya kekuningan menyebar menembusi putihnya penghalang. Pun desauan angin menenangkan menyingkirkan penghalang tersebut, menyendirikan sang pusat cahaya dalam bentuk utuhnya di ketinggian paling tinggi. Namun, tak memberikan rasa panas berlebih, melainkan rasa hangat menagih berbaur dengan jatuhnya dedaunan kemerahan tuk bergabung dengan lainnya yang sedari awal telah berada di permukaan.

Satu hal mencolok tertangkap pandangan, seseorang dalam balutan mantel berbulu putih dengan rambut hitam tergerai memanjang berdiri di bawah pohon bagai menikmati hujanan dedaunan. Wajah menengadah, mata terpejam pun bibir menyunggingkan senyuman teduh. Mungkin, inikah yang dimaksud sedang menikmati aroma yang mengudara? Pun angin yang datang silih berganti sukses membuat dirinya menyugarkan rambut, menampilkan cincin yang terpasang di jari manis kanannya.

"Yun Bei!"

Yang terpanggil tak juga memberikan tanda-tanda akan adanya suatu reaksi. Mengharuskan si pemanggil mendekat lebih lagi, termasuk pula merapikan rambut bahkan menempatkan kedua tangan di kedua pipi Yun Bei yang tersenyum. Barulah kemudian membuka kembali netranya, lekat memandang pria yang dikasihinya, Jia Hou.

"Ayo kita masuk, kau pasti kedinginan. Lihatlah pipimu sudah memerah," ajaknya, pun menggandeng Yun Bei melangkah pergi ke dalam suatu bangunan yang tampak seperti rumah sakit.

Jika melihat dari gerak-gerik, terlihat seperti ini bukan kunjungan pertama kali. Terbukti dari cara mereka yang tak bingung akan melangkah ke mana seolah sudah tahu betul tata letak tujuan yang akan mereka kunjungi.

Benar saja, kini keduanya berdiri di depan suatu ruangan, baik Jia Hou atau Yun Bei saling bertukar pandang dengan tangan yang semakin terpaut erat. Begitu Yun Bei mengangguk sekali, Jia Hou menampilkan senyuman terbaik sebelum berakhir menggeser pintu di hadapannya.

"Mari sisir rambutmu biar cantik, pastikan mereka yang tak menginginkanmu bersujud memohon akan penyesalan."

Punggung yang berdiri ini tampak menyedihkan, mulut terus saja menguarkan kata demi kata pembalasan dendam yang terus diulang-ulang layaknya suatu racauan. Tangan sibuk menyisir dan merapikan diri, menjadikan jendela sebagai cerminnya.

"Niang, kami datang berkunjung lagi."

Terpaku, wanita yang dipanggil Jia Hou ibu ini sontak mengalihkan pandangan pada pantulan bayangan. Kebingungan, menerka-nerka dalam keterdiaman yang entah kapan akan dihentikannya. Pun tubuh dibawanya berbalik. Menampilkan seorang wanita paruh baya angkuh yang dulunya berkelas, tapi lihatlah sekarang. Tak ada lagi polesan bewarna menghiasi wajah, pucat menampilkan garis-garis keriput terutama di bagian bawah mata yang begitu kentara. Namun, tak menutupi kemungkinan betapa cantiknya Feng Mei Lin.

"Kalian siapa?" tanyanya dalam nada anak-anak, tapi mata tak berani memandang langsung. Malukah? Atau barangkali ada keengganan?

"Ini aku putramu ... Jia Hou, Niang." Mengikis jarak lebih lagi, pun Yun Bei serta merta mengikuti. "Aku sudah sangat sering kemari, tidakkah kau ingat?"

"Tidak ingat," jawabnya disertai gelengan, menurunkan pandangan.

"Tidak apa jika tidak ingat, tapi jangan lupa dengarkan kata dokter dan suster. Jangan lupa makan, minum obat dan istirahat. Niang, apa kau mengerti?"

Mengangguk-angguk, dan entah keberanian dari mana Feng Mei Lin malah memberanikan diri melihat ke arah Yun Bei, mengulurkan tangan yang memegang sisir. Sempat mematung Yun Bei dibuatnya, bahkan Yun Bei memandang Jia Hou bagai meminta izin. Begitu mendapat anggukan, barulah Yun Bei melepaskan diri dari gandengan Jia Hou tuk mendekat mengambil sisir yang diberikan Feng Mei Lin tersebut.

"Bibi ingin aku menyisirnya?"

"Hmmm, sisir yang rapi dan cantik," jawab Feng Mei Lin, kembali melihat bayangannya di jendela siap menanti penataan yang akan diberikan.

Dahulu, Feng Mei Lin inilah yang banyak memberikan masalah dalam hidup tenang Yun Bei. Namun, berkat kehadirannya pula, Yun Bei sadar seberapa penting dan seberapa besar Jia Hou mengisi hatinya.

Masa lalu bukankah hanya masa lalu? Kenapa repot-repot memikirkan hal yang tak lagi bisa diubah? Pun Yun Bei tersenyum, mengeratkan lebih lagi sisir yang diberikan Feng Mei Lin, membawanya duduk pada pinggiran ranjang dan mulai menyisir dengan lembut layaknya sedang meladeni seorang anak perempuan 6 tahun. Jelas, tak lagi ada kebencian dalam sepasang netra Yun Bei, melainkan penerimaan tulus dalam hatinya.

"Niang, dia adalah Yun Bei ... orang yang kucintai sekaligus tunanganku. Aku datang kemari hari ini untuk memberitahumu, dia akan segera menjadi istriku dalam beberapa bulan lagi, akan menjadi menantumu, Niang."

Feng Mei Lin hanya diam, sibuk memainkan boneka beruang kecil dengan gembiranya, mengabaikan perkataan Jia Hou. Melihat hal itu, bagaimana bisa Jia Hou tak sedih? Sejahat apa pun dan sebanyak apa luka yang diberikan dulu, tidak menutupi kenyataan bahwa Feng Mei Lin tetaplah ibunya yang merawat dan membesarkan dirinya. Yun Bei yang menyaksikan hadirnya kesedihan itu hanya bisa terdiam pula, terus menyisir rambut Feng Mei Lin bahkan sedikit mendandani wajah yang termakan usia tersebut.

Sedangkan waktu terus berlalu hingga berjam-jam lamanya, tampak pula ruangan baru saja ditinggal pergi suster dengan Jia Hou memastikan obat sepenuhnya diminum oleh sang ibu.

"Waktunya kita pergi sekarang, biarkan dia istirahat," ajak Yun Bei yang telah mengenakan kembali mantelnya.

Serta merta Jia Hou mengangguk, memeluk Feng Mei Lin yang masih asyik bermain dengan boneka beruangnya tampak tak peduli. Namun, ketika Jia Hou dan Yun Bei melangkah keluar ruangan. Suatu hadiah untuk pernikahan mereka datang, hadiah yang sukses menghentikan langkah menjauh mereka dari kamar perawatan ini.

"Berbahagialah kalian."

Bagaimana bisa Jia Hou atau Yun Bei tak berbalik? Mendapati Feng Mei Lin memandang keduanya dengan senyuman tulus, tapi hal itu hanya berlangsung beberapa detik saja sebelum akhirnya Feng Mei Lin kembali bertingkah seperti anak kecil yang sibuk memainkan boneka. Layaknya sebuah sihir yang kehilangan mantra dan kembali ke normal yang seharusnya.

Namun, hal yang terasa sekejap mata itu sungguh dan sangat berarti bagi pasangan ini. Keduanya bagai mendapatkan hadiah pernikahan termewah dan termahal, hadiah yang sukses membuat keduanya tersenyum bahagia pada sepanjang lorong rumah sakit tersebut dengan tangan yang saling terpaut erat. Semacam sedang berjalan pada altar pernikahan untuk menuju ke suatu kehidupan nan indah yang menanti di depan sana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro