Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 69

Netra bergerak tak tenang, sama halnya dengan jari-jari tangan yang tampak ragu mengetuk. Berakhir pula Ren Cheng berhadap-hadapan dengan pintu yang menolak masuk siapa pun itu, menurunkan wajah tanpa memedulikan pandangan orang-orang yang tak lain adalah karyawan hotel.

Biarkan saja mereka berpikir direktur muda ini telah melakukan sesuatu yang salah terhadap Pimpinan Wang. Pimpinan Wang yang rupanya tak dalam ruangan, entah karena sudah pergi dahulu karena memang jam makan siang telah tiba, atau memang sejak pagi tadi belumlah datang. Entahlah, dan Ren Cheng juga tak mendapat laporan apa-apa terkait hal itu.

Namun, ke mana Ren Cheng akan pergi? Begitu terburu-buru sampai para karyawan atau pekerja lainnya yang menyapa di lobi dihiraukan begitu saja. Sekilas, sikapnya ini mengingatkan pada Jia Hou. Jangan heran jika orang-orang berbisik akan sikap tak biasanya ini.

Maka, di sinilah kini Ren Cheng menghentikan mobilnya. Toko yang dipenuhi bunga-bunga dari balik jendela kaca, masuk dan begitu saja disapa oleh pegawai pria. Pun Ren Cheng seketika menanyakan keberadaan sang pemilik.

"Maaf, Tuan. Direktur Feng sedang tidak ada."

"Ming Hai, aku ingin bertemu dengannya."

"Ada apa mencariku?" sela Ming Hai yang entah sejak kapan berada diposisinya. Pandangan juga dialihkan pada pintu masuk toko, mendapati Yun Bei baru saja melangkah masuk. "Kau juga."

Alih-alih menjawab, Yun Bei terus membawa tungkainya mendekati Ren Cheng. Pun Ming Hai tidak terlalu penasaran akan kedatangan gadis ini, bukankah jelas kedatangannya untuk menanyakan Jia Hou? Akan tetapi, lain ceritanya dengan Ren Cheng. Hubungan buruk seperti apa yang terjalin di antara dua saudara itu tentu Ming Hai dan Yun Bei sendiri mengetahuinya.

"Apa kau tahu di mana Jia Hou?"

"Telah terjadi sesuatu, bukan?" tebak Yun Bei, menuntut penjelasan lebih lanjut tak terkecuali pula Ming Hai yang terus saja memerhatikan saudara Jia Hou ini. Kenapa, Ren Cheng tampak terlihat seperti saudara sungguhan sekarang? Kekhawatiran, benarkah pria ini khawatir?

"Pagi tadi Jia Hou datang ke rumah, meminta ... untuk memberitahunya hal terkait Feng Mei Lin pada kedua orang tuaku."

"Aku akan melihat apa dia sekarang di rumahnya." Yun Bei seketika menghentikan, meminta pada Ming Hai untuk membiarkan dirinya saja yang ke sana. Namun, kali ini malah Ren Cheng yang menahan.

"Aku ikut denganmu."

"Lebih baik kau mencari di tempat lain, Ren Cheng, dan kau Ming Hai ... lebih baik fokus dengan pekerjaan yang menumpuk," ucap Yun Bei, pun Ming Hai mengangguk paham.

"Baik, tapi kau jangan ke mana-mana dan tunggu saja di rumahnya jika dia belum kembali, kau mengerti?"

"Aku mengerti, Ren Cheng."

Tak lagi menahan, tapi Ren Cheng terus saja memerhatikan kepergian Yun Bei. Perasaan yang pernah dirasakan jelas belumlah hilang sepenuhnya, dan Ming Hai tentu tahu akan hal itu.

Memang betul, menyukai seseorang dengan tulus bagaimana bisa melupakan dengan begitu mudahnya, bukan? Oleh karena itu, Ming Hai menepuk pundak Ren Cheng yang telah membuat keputusan sangat berat, sekaligus bangga akan keberanian yang diambil. Menyerah dan melepaskan, bukankah dua hal yang sulit dilakukan?

Sementara Yun Bei, gadis yang masih memperjuangkan hubungannya. Kini menunggu di rumah Jia Hou. Dari hari masih terang hingga mulai gelap bahkan larut malam sekalipun. Yun Bei tak pernah selangkah pun meninggalkan rumah kosong tersebut, betah duduk dalam renungan bersender punggung pada pintu yang entah kapan bisa kembali dilewati hingga bayangan seseorang berdiri di hadapannya.

"Jia ...." Senyum, menengadah yang serta merta kembali dikecewakan. Melunturkan senyuman yang terkembang menjadi suatu desahan. "Ge," panggilnya.

"Sudah larut, kembali pulang denganku." Membantu adiknya bangun, tak bertenaga seperti ini bagaimana bisa Dao Yang tak terluka hatinya? Dan semakin terluka lagi begitu mendengar penolakan Yun Bei, tetap ingin menanti Jia Hou pulang. "Kau masih punya keluarga, berhenti bersikap keras kepala seperti ini," tegasnya, tak ingin mendengarkan apa-apa lagi atau Dao Yang benar akan meledak.

"Ge, Jia Hou sekarang sangatlah menderita dan kesepian. Izinkan aku di sini menunggunya, izinkan aku menjadi sandarannya. Aku ingin ketika dia kembali ke rumah ini setidaknya dia tidak merasa sendiri. Ingin memberinya kehangatan seperti yang kurasakan dalam keluarga kita padanya, Ge," mohon Yun Bei, berlinangkan air mata. Pun Dao Yang memeluk, barangkali berharap rasa sakit yang dirasakan sang adik mampu diserapnya. Biarkan Yun Bei hanya merasakan keindahan dalam dunia ini, bukankah dia seorang gadis? Tak perlu bagi seorang gadis terlalu tertekan dalam menjalani hidup. Pada akhirnya, Dao Yang menitikkan air mata.

Alhasil, Yun Bei seorang diri kini. Melanjutkan penantiannya menunggu pemilik rumah yang tak kunjung terlihat, meringkuk di depan pintu dengan mata terpejam. Tak tahu pula sudah berapa lama waktu berlalu, yang pasti similir angin tampak semakin menusuk tulang bahkan dedaunan basah oleh embunnya malam.

Saat itulah, seseorang tampak mendekat. Apa mungkin Dao Yang kembali? Atau kali ini Ren Cheng dan Ming Hai? Entahlah, Yun Bei pun tak segera melihatnya. Mungkin takut dikecewakan lagi akan kehadiran seseorang yang tidak dinantikan.

Namun, kali ini berbeda. Tak ada kata yang terucap barangkali sudah semenit atau mungkin dua menit berlalu. Sontak, Yun Bei membuka kembali matanya termasuk pula menengadah. Serta merta tubuh dibangunkan, meskipun kesusahan berkat mati rasa atau kesemutan. Tetap saja Yun Bei harus bangun menyapa orang ini.

"Jia Hou ... kau kembali. Dari mana saja? Kenapa wajahmu pucat? Kau masih sakit? Kenapa menggunakan pakaian tipis begini?"

"Pergilah."

Kesiur angin terdengar jelas, bagai berusaha menghapus pergi kata pengusiran barusan. Tak peduli akan risiko ditolak, didorong, diusir atau apa pun yang akan dihadapi nanti. Yang pasti, Yun Bei saat ini dan detik ini hanya ingin memeluk erat Jia Hou. Bahkan, jika pelukan tidak bisa menghangatkan hati dingin pria ini, setidaknya berharap bisa menghangatkan tubuhnya yang jauh lebih dingin dari Yun Bei sendiri.

Namun, dugaan atau bayangan buruk Yun Bei justru tidak pernah terjadi. Bukannya melepaskan atau menjauh, Jia Hou malah memeluk balik dengan nyamannya bahkan menangis dalam pelukan hangat tersebut. Mengubah malam nan sepi dipenuhi isakan demi isakan. Tanpa keduanya ketahui, gerak-gerik mereka sedang diperhatikan.

"Jia Hou sudah kembali, biarkan adikku merawatnya dan mari kita kembali."

"Syukurlah ada Yun Bei yang bisa menenangkannya," balas Ming Hai yang masih saja memerhatikan Jia Hou dan Yun Bei, tersenyum puas.

"Dao Yang benar, aku juga harus kembali melaporkan pada kedua orang tuaku agar tidak perlu khawatir akan Jia Hou."

"Apa sekarang kau telah menganggap Jia Hou sebagai saudaramu?" tanya Dao Yang, terasa bagaikan serangan tiba-tiba. Pun Ming Hai terdiam, karena dirinya juga menanti akan mendengarkan suatu jawaban yang memuaskan.

"Dari awal dia memang saudaraku," jawab Ren Cheng, mengembangkan senyum berlesungnya. Tak terkecuali Ming Hai dan Dao Yang, puas sekali akan jawaban yang terlontar hingga ketiganya pergi meninggalkan Jia Hou dan Yun Bei, tampak keduanya bersama masuk ke dalam rumah.

"Kau masih demam, aku akan membuatkan bubur dulu dan setelahnya minumlah obat." Mulai mempersiapkan, Yun Bei mengambil serta menyalakan keran air. "Kau istirahatlah dulu, akan kuantar begitu siap."

Namun, apa benar Jia Hou akan menuruti perkataan tersebut layaknya seorang bocah? Sudah cukup hidupnya selalu menuruti perkataan orang lain, bahkan menelannya mentah-mentah padahal yang ditelan adalah kebohongan merugikan. Oleh karenanya, alih-alih menjauh Jia Hou malah mendekat. Memeluk dari belakang, merebahkan kepalanya yang berat akan pikiran belakangan ini pada bahu Yun Bei.

"Maaf, juga ... terima kasih."

"Sudah sepantasnya kau meminta maaf padaku," balas Yun Bei, tersenyum kemudian.

"Aku ... hanyalah anak yang tak diinginkan, Yun Bei."

Meskipun sudah tahu, bohong jika Yun Bei tak merasakan apa-apa apalagi jika mendengarnya langsung dari Jia Hou seperti ini. Terperenyak, mungkin itulah yang menggambarkan perasaan Yun Bei yang sontak kehilangan senyumannya. Cairan bening mulai berdatangan, tapi sejadinya cairan itu dienyahkan. Pun Yun Bei melepaskan pelukan, berbalik menatap lekat termasuk pula menyentuh wajah pria yang sangat banyak memberikan jenis rasa dalam kehidupan asmaranya selama ini.

"Siapa yang bilang begitu? Jika kedua orang tuamu tidak menginginkanmu ... masih ada Ming Hai, Dao Yang Ge, Ren Cheng yang menginginkanmu. Hari ini, Ren Cheng tampak berbeda, sudah tampak seperti adik mengkhawatirkan kakaknya."

"Bagaimana denganmu? Kau tidak menginginkanku?"

"Untuk apa sekarang aku di sini jika tidak menginginkanmu? Karena itu ... jangan pernah memikirkan hal-hal aneh seperti itu, kau hanya belum sadar betapa banyaknya orang peduli padamu. Belum lagi para karyawan dan pekerja lainnya, dan para penggemar. Apa kau akan meninggalkan mereka semua? Meninggalkan aku?

"... Jika keluargamu tidak peduli, aku masih peduli. Aku mendapatkan begitu banyak kehangatan dan kasih sayang dari keluargaku. Jadi, tidak perlu khawatir akan hal itu ... karena aku akan memberikannya padamu hingga kau merasa muak, bagaimana? Kau puas?"

Mengecup cepat bibir Yun Bei, barulah Jia Hou mengangguk menyetujui. Namun, Jia Hou merasa kurang akan sesuatu. Keseriusan kembali mengambil alih, pun Yun Bei menerka-nerka apa lagi yang dipikirkan pria ini. Apa mungkin kata-kata yang harusnya terdengar manis, terucap begitu tulus dan penuh arti tadi telah menyinggung Jia Hou? Tapi bagian mana? Sampai titik di mana Yun Bei harus menggunakan otaknya sesegera mungkin, atau jika terus begini Yun Bei pun tak mampu mengatakan apa-apa selain terdiam, memilin bibirnya bahkan sampai menggigit kecil.

Pun Jia Hou tersenyum, sirna sudah keseriusannya atau memang sedari awal dia hanya ingin bermain-main? Entahlah, yang pasti Yun Bei tenang dan di saat kelengahan itu pula. Jia Hou, pemilik Nightshade Florist ini mengecup kening Yun Bei hanya untuk kemudian berpindah pada sisi lain, melumat bibir Yun Bei yang mengucapkan kata-kata manis sebelumnya. Kata-kata yang sungguh menghangatkan sampai hati penuh luka sekalipun, terperban siap sembuh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro