Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 36

Yun Bei? Apa dia wanita yang kulihat malam itu bersama Jia Hou?

Detik kemudian, Wang Zhi Feng membawa kedua tungkainya menjauh acuh tak acuh. Namun, siapa yang tahu isi pikiran pebisnis itu? Sudah tahukah dia terkait Yun Bei? Harusnya mudah bagi dirinya mencari tahu, apalagi Jia Hou hanya pernah dirumorkan dekat dengan satu wanita saja selama ini, Yun Bei, asisten wanitanya sendiri.

Maka, inilah Yun Bei, menguap bahkan meregangkan tubuh dengan memutar-mutar lehernya lengkap dengan selotip dan gunting di masing-masing kedua tangannya, tak tahu apa yang sedang dirinya lakukan dengan berdiri di depan sebatang pohon besar. Pohon besar dalam gedung proyek.

"Ke mana semua orang?" gumamnya, mengedarkan pandangan ke sekitaran dan benar saja hanya tersisa beberapa orang saja yang masih setia berkutat dengan tugas masing-masing. Termasuk Jia Hou yang berada tak jauh darinya.

"Yun Bei, apa kau melihat Ming Hai?"

"Ming Hai? Bukankah dia sudah pergi dari sore tadi untuk mengurus pekerjaan kantor?"

"Ahhh ... benar." Kembali menyibukkan diri mendesain batang pohon, membuat agar tampak seperti batang pohon sungguhan yang berusia ribuan tahun lengkap dengan lumut-lumut, tanamam sulur dan hiasan lainnya yang cukup berserakan sana-sini.

"Sudah malam, hari sudah sangat larut. Apa kau berencana untuk lembur sampai pagi?"

"Tidak tahu, mungkin saja begitu," jawab Jia Hou, tanpa menoleh sedikit pun pada Yun Bei.

Apa begitu mempesonanya pekerjaan itu ketimbang Yun Bei? Atau karena ini hobi dan sekaligus pekerjaannya sampai-sampai dia begitu harus tenggelam dan terlarut dalam suatu kesabaran juga konsentrasi?

"Yun Bei! Kemarilah, bawakan aku gunting." Mengulurkan sebelah tangan, tanpa menoleh pula. Namun, tak kunjung juga mendapat respon, mengharuskan Jia Hou menoleh yang berakhir mencari-cari asisten wanitanya itu.

Ke mana dia?

Tungkai dibawanya bergerak, mengambil sendiri gunting yang ditinggalkan Yun Bei sebelumnya. Tak tahu pula kapan gadis itu pergi, seperti bukan sikap Yun Bei saja yang pergi tanpa pamit, dan Jia Hou pun tampak tak ingin memikirkan hal itu yang bisa-bisa akan kembali menunda pekerjaannya.

Namun, benarkah Jia Hou tak kepikiran? Jika tidak, kenapa kini dirinya malah terlihat gusar dan tak sefokus sebelumnya?

Alhasil, Jia Hou memilih keluar gedung proyek. Pandangan pun tampak menangkap sesuatu yang membuat dirinya mendesah, lega.

"Dari mana saja kau?"

Yang ditanya tak menjawab, malah menarik masuk Jia Hou, kembali ke posisi awal mereka sebelumnya, hanya saja kini duduk berdampingan.

"Apa yang kau lakukan? Bertindak begitu aneh."

Tak juga Yun Bei menjawab, malah dirinya mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik putih yang dibawanya dari luar tadi, meraih tangan Jia Hou dan meletakkan di atas pahanya.

"Kau seorang florist, tentu tanganmu harus kau jaga dengan sangat baik. Tidak boleh terluka atau bahkan meninggalkan bekas." Mengoleskan obat, lebih tepatnya salep pada telapak tangan Jia Hou yang penuh luka goresan.

"Lain kali jika ingin keluar beritahu dulu padaku. Jangan sampai terjadi kejadian seperti semalam lagi yang mengharuskan diriku turun tangan."

"Aku tahu." Yun Bei masih mengoles dengan ringannya, sesekali akan meniup atau mengernyitkan wajah bagai dirinya-lah yang terluka merasakan perih. "Tangan satunya," pinta Yun Bei yang didengarkan langsung Jia Hou.

"Semalam ... ke mana kau pergi dengan Ren Cheng?"

"Semalam? Ahhh ... aku melihat tanganmu penuh luka. Jadi keluar sebentar membeli obat dan bertemu dengan Ren Cheng. Tak disangka, setelah balik masalah malah menimpaku. Setelahnya, aku lupa mengobati lukamu berkat pingsan yang kualami," jawabnya, meniup lembut telapak tangan Jia Hou yang tersenyum memandang.

"Ternyata ini salah satu kegunaan memiliki asisten wanita. Jika itu Ming Hai, palingan dia hanya akan memberitahuku tanpa mengobati," ucap Jia Hou, sebelah tangan terulur menyisipkan rambut Yun Bei yang tak begitu merespon banyak akan tindakan lembut atasannya ini.

Tatapan yang ditujukan juga sangatlah berbeda dari biasanya, lebih ke perasaan hangat dan nyaman. Mungkin saja Jia Hou sendiri tidak akan menyadari sikapnya ini.

Namun, hal itu tidak akan berlaku bagi orang lain yang melihat. Jelas sekali bahwa pandangan Jia Hou sangat tulus. Hal itu sontak saja mengundang tatapan atau sorotan tajam penuh amarah dari Ren Cheng yang menyaksikan, melangkah keluar setelahnya untuk menenangkan diri di bawah embun malam.

Aku benar-benar tidak boleh lengah lagi. Pikirkanlah caranya ... Ren Cheng.

"Ren Cheng!" Ren Cheng sontak berpaling, mendapati Yun Bei mendekat dan dirinya pun melemparkan senyuman, bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Meskipun netra jelas tak suka memandang sosok di belakang Yun Bei.

"Kenapa berdiri di luar? Ken ...." Menutup rapat mulut, Yun Bei pun menekuk wajahnya, sadar bahwa alasan Ren Cheng tak masuk menemuinya bisa saja karena keberadaan Jia Hou yang kini mengambil posisi berdiri tepat di samping Yun Bei.

"Kedekatan kalian benar-benar akan membuat marah orang lain." Ren Cheng menatap lekat Jia Hou.

"Baiklah! Sudah malam, aku harus segera kembali sebelum kakakku pulang. Jika tidak, aku sendiri juga tidak tahu apa yang akan kakakku perbuat nanti," sela Yun Bei, tersenyum kaku.

"Aku akan mengantarmu, ayo!" ajak Ren Cheng.

"Direktur Feng, aku ikut Ren Cheng saja. Kebetulan ada yang ingin kubicarakan, lagian kau juga pasti lelah seharian ini. Pulanglah dan istirahat setelahnya, jangan lupa mengoleskan lagi obat pada lukamu. Aku pergi dulu."

Yun Bei segera menarik pergi Ren Cheng, meninggalkan Jia Hou yang malah memerhatikan luka yang dirawat Yun Bei sebelumnya. Tampak, senyum kecil kembali menghiasi wajahnya.

"Syukurlah kau masih di sini, ada beberapa hal yang perlu aku diskusikan padamu," sergah Ming Hai yang mendekat. "Kulihat kau senyum tadi ... apa ada hal baik yang terjadi atau terlewatkan olehku?" tanyanya dengan nada dan pandangan menggoda.

"Hentikan omong kosongmu." Jia Hou melangkah masuk, kembali ke dalam gedung.

"Tampaknya benar terjadi sesuatu, katakan! Ohh yaa ... tadi aku bertemu dengan Yun Bei sedang bersama Ren Cheng, apa kau tahu?"

"Katakan apa yang ingin kau diskusikan denganku," ucap Jia Hou, mengalihkan topik pembicaraan yang suskes membuat Ming Hai benar-benar lupa akan hal yang ditanyakan sebelumnya.

Sementara di sisi lain, tampak Ren Cheng mengemudi dengan memasangkan tampang wajah serius, setidaknya tidak seperti biasa yang Yun Bei ketahui. Menjadi suatu ketertarikan bagi Yun Bei untuk sesekali mencuri pandang.

"Apa ada yang mengganggumu? Kau tampak ingin menanyakan sesuatu padaku."

Haruskah aku tanyakan? Tapi bagaimana jika dia marah ...? Sudahlah! Lebih baik tahu daripada penasaran. Urusan marah, pikirkan nanti saja.

"It-itu ... Ren Cheng, mungkin ... kau akan marah jika aku menanyakan hal ini padamu. Apa tidak apa-apa?"

"Jika kau tidak bertanya, bagaimana aku tahu?"

"Ini mengenai hal pribadi ... tentangmu dan Jia Hou."

Mendengar hal itu, keterkejutan menghampiri Ren Cheng. Bohong sekali jika tidak, karena Yun Bei dapat melihat dari pegangan tangannya yang tiba-tiba mengerat pada setir dengan wajah menegang. Meskipun detik berikutnya Ren Cheng kembali seperti semula.

"Apa yang ingin kau ketahui?"

"Sebelumnya, aku pernah melihatmu dan ayahmu bertemu dengan Jia Hou. Meskipun tak tahu apa yang kalian bicarakan, tapi aku bisa melihat ketegangan kalian. Selain itu, tadi pagi ... saat aku di rumah Jia Hou, aku tak sengaja mendengar perkataan ibunya terkait ... ayahmu." Yun Bei melirik Ren Cheng, tampak menahan napas. "Jadi ... aku menyimpulkan, kau dan Jia Hou ... adalah saudara. Apa benar itu?"

"Benar, kami saudara, tapi aku harap kau tidak menanyakan lebih. Yang bisa kukatakan padamu hanyalah itu."

Kali ini Yun Bei yang justru terkejut, tak menyangka akan mendapat jawaban yang begitu langsung. Tidak ada bantahan, sanggahan, alasan atau apa pun selain pengakuan.

"Maaf, maaf jika aku lancang, Ren Cheng."

"Tidak apa-apa ... kau asisten Jia Hou, akan ada waktu di mana kau pun akan tahu hal itu nanti," ujar Ren Cheng dengan senyum yang memperlihatkan lesung pipinya.

Meskipun Ren Cheng tak marah, tapi Yun Bei tak bisa bersikap tak enak hati. Memilih diam sepanjang perjalanan harusnya pilihan tepat, bukan? Lagian, Ren Cheng juga terlihat setuju akan hal itu. Bahkan, saat Yun Bei masuk ke dalam rumah, Ren Cheng hanya melihat dari balik mobil dengan mendesahkan napasnya.

Keluargaku sangatlah kacau, Yun Bei. Aku dan Jia Hou adalah hasil buruk dari hubungan kacau orang tua kami, mengharuskan kami dua saudara saling bermusuhan karena ada hal yang masing-masing dari kami harus lindungi, hal terkait sosok ibu kami sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro