Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13 : 'Bitter'

Cho Kyu Hyun setidaknya merasa risih menjadi pusat perhatian banyak orang, selama ini dia hidup dengan terus menghindari banyak orang yang ingin menangkapnya. Terkurung di sebuah kamar hotel sudah menjadi hari-harinya, namun sekarang telah berbeda. Harusnya ia merasa senang dapat berinteraksi dengan orang lain, saat tak terbiasa bersosialisasi itu menghantuinya.

"Kalian saja yang menceritakannya." tolak Kyu Hyun polos.

Semua pasang mata beralih pada Tae Yeon dan Yu Ri. Mau bagaimana lagi mereka harus segera menjawab kalau tidak ingin diserbu dengan berbagai desakan.

"Eonni yang ceritakan!" perintah Tae Yeon tak mau tahu.

Anggota Power Boys mulai memahami posisi Kyu Hyun, mereka ingat Seo Hyun sempat menghilang saat berlibur musim semi lalu di Seoul.

"Jadi itu gara-gara kau!" marah Hee Chul menggulung lengan panjang kaosnya entah apa yang ia maksud.

Kyu Hyun menjawab dengan tergagap. "A..a, aku minta maaf." ia tak berani melakukan kontak mata.

Semuanya mulai mengerti dan mengungkit bahwa Seo Hyun akan segera menikah, jadi mereka menyuruh agar Kyu Hyun menyerah saja.

Mereka pikir aku menyukai Seo Hyun? Kyu Hyun membatin sambil mencoba mengedarkan pandangannya.

"Kau mencarinya sampai sejauh ini, aku salut padamu." bangga Si Won menepuk pundak Kyu Hyun, membuat lelaki itu tersentak.

"Yang sabar ya," imbuh Ryeo Wook.

Dengan Kyu Hyun yang diam dan tak menyangkal apa pun mungkin dapat membantunya bertemu dengan Seo Hyun, kemudian kembali mendapatkan kalung itu.

***

Persiapan untuk acara pernikahan Jung Soo dan Seo Hyun sudah selesai, hanya perlu dicek lagi saja. Walaupun begitu Seo Hyun masih merasa gugup, Jung Soo sendiri sedang berada di kediaman calon istrinya. Bahkan calon ibu mertuanya sudah menyuruh Jung Soo untuk pulang dan beristirahat.

"Eommeoni, izinkan aku melihat-lihat poto Seo Hyun saat kecil! Mungkin itu dapat membuatku tidak terlalu gugup, empat hari lagi aku akan menjadi lelaki terbahagia di dunia ini! Iyakan Eomma?" Ji Woo yang di panggil 'Eomma', merasa terharu. Dia belum benar-benar menjadi ibu mertuanya, tapi sudah dianggap ibu.

Bagaimana pun Ji Woo senang akan hal itu. Dia menuruti keinginan Jung Soo, kembali ke taman belakang dengan membawa album poto yang terlihat masih baru walau sudah beberapa tahun lamanya.

"Lihatlah ini waktu Seo Hyun masih bayi." ujar Ji Woo sambil menunjuk poto bayi mungil, Jung Soo malah senyum-senyum. "Ini waktu Seo Hyun satu tahun." lanjut Ji Woo setelah membuka lembar selanjutnya.

"Kalau begitu ini poto Seo Hyun ketika berumur dua tahun!" tebak Jung Soo yang dibenarkan oleh Ji Woo, dia bisa menebak karena poto-potonya disimpan berurutan.

Berarti lembar selanjutnya adalah poto Seo Hyun yang berumur tiga tahun, sebelum Ji Woo membukanya, Jung Soo mengalihkan penglihatannya ke langit biru.

"Sebenarnya aku juga memiliki adik perempuan, mungkin usianya sama dengan Seo Hyun. Dia hilang ketika berumur tiga tahun, dan sampai sekarang aku tidak bisa menemukannya." kenang Jung Soo, jelas sangat sedih.

"Benarkah? Apa kalian tidak melaporkannya pada polisi?" Ji Woo yang pernah kehilangan puteri pun sangat antusias bertanya, saat itu dia juga sangat sedih kehilangan puterinya itu.

"Waktu itu keluarga kita sangat miskin, hanya mampu menempelkan beberapa pamplet. Dan keesokan harinya pamplet-pamplet itu hilang, apa ada pembersihan? Sampai sekarang aku tidak tahu kenapa selembaran kertas itu bisa hilang, tanpa sisa lagi!" sungut Jung Soo terdengar nada bicaranya kesal, tangan Ji Woo mulai bergetar.

"Siapa nama adikmu?" pertanyaan kali ini lebih sulit untuk diucapkan Ji Woo, karena bibirnya pun bergetar hebat, ia khawatir kalau yang dimaksud Jung Soo adalah Seo Hyun. Dan orang yang melepas semua pamplet itu, dirinya.

"Jung Mi, Park Jung Mi namanya." ujar Jung Soo kembali melihat ke arah Ji Woo, segara album foto yang berada di pangkuannya, ia tutup rapat-rapat.

"Oppa, Jung Soo Oppa! Cepat kemari, bantu aku mengurusi undangan!" teriak Seo Hyun dari pendopo rumah, sontak Ji Woo menjatuhkan album poto. Dan ketika Jung Soo hendak mengambilkannya, Ji Woo sudah mendahului yang kemudian memeluk erat album foto tersebut.

"Pergilah, bantu dia." kata Ji Woo menyuruh Jung Soo agar cepat pergi.

***

Lagi-lagi Chang Min berada di rumah sakit, ia menemani So Min yang akhir-akhir ini sering mengunjungi tempat itu. Setiap So Min menyembunyikannya dari Chang Min, Zhoumi selalu memberitahukan hal tersebut.

"Kenapa kau ke sini, sudah aku bilang aku baik-baik saja. Hanya maag biasa!" elak So Min ketika Chang Min bertanya tentang sakitnya. Rupanya Chang Min sangat mengkhawatirkannya.

Apa sakit maag bisa membuat seseorang bulak-balik rumah sakit. Sesuatu sedang So Min sembunyikan dari lelaki yang selama satu tahun terakhir ini selalu di dekatnya.

"Maag biasa apanya, kau terlihat sangat lemah!" sanggah Chang Min menyadari bahwa So Min tengah berbohong padanya, lalu kenapa ia berbohong.

So Min menarik selimutnya sampai menutupi seluruh badannya. Chang Min merasa aneh dengan sikap So Min akhir-akhir ini. "Karena itu, jangan kemari! Aku tidak mau terlihat lemah di matamu! Pergilah, aku mohon." di balik selimut So Min telah terisak, sebisa mungkin ia mencoba meredam suara tangisnya, menekap mulutnya dengan kedua tangan.

Chang Min tak berniat berdiri dari duduknya, bahkan tak ada niatan untuk meninggalkan So Min. Justru ia lebih memilih diam, memejamkan mata, ia berharap dapat tinggal di rumah sakit saat ini dibanding di rumahnya. Tapi itu tidak mungkin, pasti ibunya akan marah. Lagi pula So Min telah mengusirnya.

"Baiklah aku akan pergi, aku tidak tahu kenapa kau bersikap seperti ini. Tapi besok, dan besoknya lagi aku akan terus mengunjungimu!" kini Chang Min sudah pergi, terdengar suara pintu tertutup dan seketika itu juga So Min membuka selimutnya. Wajahnya basah oleh air mata.

"Seharusnya kau tetap di sini! Pabo!" sesal So Min, lalu kembali menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

***

Choi Ji Woo yang lebih dikenal sebagai Nyonya Lee ini sedang kebingungan, sedari tadi dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Rasa takut, bersalah, dan kehilangan bercampur membuat kegugupan. Suaminya pun ia abaikan, akhirnya Yong Joon menghentikan aksi Ji Woo.

Ketika Yong Joon memegang tangan Ji Woo, ia merasakan getaran bercampur keringat dingin. Rasa penasaran Yong Joon semakin besar, sebenarnya kenapa istrinya itu bersikap aneh sejak tadi sore. Ini sudah cukup malam, tidak biasanya Ji Woo belum tidur dan malah terlihat sangat gelisah.

"Apa yang membuatmu gelisah, yeobbo?" kali ini Ji Woo tidak bisa berbohong lagi, ia harus menjelaskan yang sebenarnya pada Yong Joon. Apa pun risikonya, ini menyangkut hidup Jung Soo dan Seo Hyun.

"Mereka tidak boleh menikah!" mendengarnya Yong Joon terkejut, bagaimana bisa Ji Woo berbicara seperti itu ketika sebentar lagi acara pernikahan diselenggarakan. "Yeobbo, mereka tidak boleh menikah! Itu tidak boleh terjadi!" ujar Ji Woo mulai mengeluarkan air mata.

Seseorang di depan pintu kamar mengurungkan niatnya untuk masuk menemui orangtuanya.

"Maksudmu Jung Soo dan Seo Hyun? Kenapa sekarang kau menentangnya? Bukankah kau sangat menyukai Jung Soo!" Yong Joon benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran istrinya itu, dulu ketika Seo Hyun dan Chang Min saling mencintai Ji Woo sangat marah sampai mengusir Seo Hyun. Padahal mereka tidak memiliki hubungan darah. Sekarang kenapa lagi?

"Aku tidak menentangnya, aku hanya..." suara Ji Woo tiba-tiba hilang, sepertinya dia sedang mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan semua kesalahannya.

"Hanya apa?" meski Yong Joon terlihat tenang, tapi sebenarnya ia sangat khawatir.

"Mereka adalah kakak beradik! Seo Hyun adik kandung Jung Soo, jadi mereka tidak boleh menikah." akhirnya Ji Woo dapat mengatakannya, Yong Joon terkejut bukan main.

Selama ini yang dia tahu, Ji Woo mengadopsi Seo Hyun di sebuah panti asuhan. Ji Woo dengan wajah senangnya membawa anak berumur tiga tahun, semenjak itu dia melupakan puterinya yang hilang dengan menganggap anak itu adalah Seo Hyun. Sementara orang itu masih berdiri di balik pintu, mendengar pengakuan sang ibu.

"Aku melakukan hal yang salah, sangat fatal. Sebenarnya aku tidak mengadopsi Seo Hyun, aku menemukanya sedang menangis di tengah-tengah pusat perbelanjaan. Keesokan harinya aku melihat selembaran anak hilang, namanya Park Jung Mi dan fotonya persis dengan anak yang sedang aku gendong. Lalu aku menyuruh beberapa orang untuk melepas semua selembaran itu! Aku begitu jahat!" Yong Joon memeluk Ji Woo, berharap istrinya akan lebih tenang.

~

Dong Hae melihat adiknya berada di pintu kamar ayah dan ibu mereka, dia tersenyum memegang bahu Seo Hyun. "Kenapa kau tidak masuk! Kau ingin menanyakan tentang undangan, kan?" mendengar pertanyaan Dong Hae, Seo Hyun menjatuhkan undangan di tangannya yang langsung beralih menghapus air mata yang telah mengalir di pipinya. Berbalik meninggalkan Dong Hae, tanpa mengatakan apa pun.

"Jangan-jangan Seo Hyun sudah mengetahui bahwa dia bukan adik kandungku?" terka Dong Hae, sebelum ibunya kembali berbicara.

"Apa yang harus kita lakukan, mereka tidak boleh menikah! Jung Soo adalah kakak kandung Seo Hyun!" Yong Joon masih mencoba menenangkan Ji Woo, sebagai kepala keluarga dia harus bertanggung jawab.

"Kita akan memberitahu Seo Hyun kalau dia bukan anak kandung kita, dan orangtua kandungnya adalah Tuan Park, aigoo... kenapa ada kenyataan seperti ini!" jelas terdengar oleh Dong Hae pembicaraan kedua orangtuanya, lagi-lagi dia harus mendengar rahasia besar keluargNya. Seo Hyun pasti sangat terpukul.

"Aku takut Seo Hyun membenciku." suara Ji Woo melemah, dia sangat takut jika Seo Hyun marah padanya dan meninggalkannya.

Di luar kamar tepat di depan pintu, Dong Hae masih berdiri mematung. Sampai ia dikejutkan oleh suara Eun Hyuk yang berhasil mengagetkannya. "Apa yang kau dengar?"

"Hiya! Sejak kapan kau di sini?" ujar Dong Hae gugup.

"Sejak eomma bilang, dia takut kalau Seo Hyun akan membencinya! Kenapa Seo Hyun harus membenci eomma!" ternyata tidak banyak yang Eun Hyuk dengar, Dong Hae merasa lega. "Memangnya apa yang kau dengar? Ayo katakan padaku!" paksa Eun Hyuk, Dong Hae malah pergi meninggalkannya.

Eun Hyuk terus menuntut jawaban dari adiknya itu. Dia mencoba mengganggu Dong Hae dengan menaiki punggungnya. "Gendong aku! Katakan padaku apa yang kau dengar!? Dasar tukang menguping!" ia menjewer telinga Dong Hae.

Tak tinggal diam Dong Hae menggoyangkan badan sehingga Eun Hyuk terjatuh ke lantai, suara berisik mereka sudah tidak dapat didengar oleh siapa pun menjauh dari kamar yang menyita perhatian Seo Hyun dan Dong Hae beberapa menit lalu.

"Cepat atau lambat hyung akan mengetahuinya." hanya itu yang dapat Dong Hae katakan pada Eun Hyuk, sepertinya kata 'hyung' sangat mempengaruhi Eun Hyuk, dia segera bangkit dan merangkul adiknya sayang.

"Hyung?! kau memanggilku Hyung! Luar biasa! Ayo katakan lagi!" kali ini Eun Hyuk menuntut hal yang berbeda, rupanya ia sudah melupakan keingintahuannya tentang apa yang Dong Hae dengar di depan kamar orangtua mereka.

***

Suasana di pagi hari ketika sarapan berbeda seperti hari biasanya, Seo Hyun memilih duduk di tempat berbeda pula. Biasanya dia duduk di dekat ibunya, dan di sisi lainnya ada Chang Min. Tapi kali ini dia duduk di tempat Eun Hyuk, yaitu dekat dengan Dong Hae. Tentu saja itu membuat Eun Hyuk menggerutu, walaupun tak begitu kesal. Selagi dia masih bisa makan, tak masalah dengan tempat duduk di mana pun.

"Yak! Kau aneh Seo Hyun, dapat duduk di tempatku dengan wajah seperti itu!" komentar Eun Hyuk melihat Seo Hyun yang sejak tadi hanya mengaduk-aduk makanannya, tanpa ekspresi.

Padahal biasanya di kursi itu adalah letak kebisingan yang paling keras, makanya Eun Hyuk protes. Tapi tak ada jawaban dari Seo Hyun, seakan-akan dia tidak mendengarnya atau mungkin hanya mengabaikannya.

Dong Hae mengetahui perubahan sikap Seo Hyun, dia sangat mengkhawatirkannya. "Setidaknya kau makan, walau hanya sedikit." ujarnya sambil menaruh kimchi di piring Seo Hyun, akhirnya Seo Hyun memakannya.

"Seo Hyun-ah, apa kau sakit?" cemas Ji Woo. "Seharusnya kau menjaga kesehatanmu." lanjutnya tanpa Seo Hyun balas, yang dia lakukan hanya menatap makanan.

Setelah sarapan selesai Chang Min mengajak Seo Hyun untuk berkeliling di Taman Gaedon. Ekspresi Seo Hyun masih seperti tadi, datar dan hanya menatap langkah kakinya tak bergairah.

"Kau terlihat sedih, apa karena akan menikah? Kau berpikir akan jauh dariku! Haha..." canda Chang Min diakhiri tawa, menyadari keadaan dia langsung bersikap biasa.

Beberapa detik Seo Hyun masih menunduk, lalu dengan cepat melihat Chang Min tetap dengan wajah datarnya.

"Apa aku tidak salah dengar, bukankah yang sedang sedih sekarang adalah kau, oppa!" akhirnya Chang Min bisa membuat Seo Hyun berbicara walau tak merubah ekspresinya. "Kau masih menyukaiku, bukan? Jadi kau sedih karena tiga hari lagi aku akan menikah! Dan pada saat itu kenyataan tidak akan pernah berubah!" kini terdengar nada marah dari suara Seo Hyun, membuat Chang Min kaget.

"Apa yang kau bicarakan, masa aku sedih di saat adikku senang." Chang Min menyangkal, mungkin benar dirinya masih mengharapkan itu.

Tapi ucapan Seo Hyun tentang kenyataan yang tidak akan berubah menyita perhatian Chang Min.

Seo Hyun melihat ada kebohongan di mata Chang Min dengan senyum acuhnya dia membalas. "Bukankah kau sudah mempunyai penggantiku, So Min Eonni! Dia mencintaimu, dan kau pun begitu."

"Siapa yang bilang begitu? Aku dan dia hanya teman," masih saja tak bisa menyadari perasaannya, itulah Chang Min, lelaki egois yang Seo Hyun kenal.

"Eun Hyuk Oppa yang bilang, kalian cocok, dan aku menyetujuinya!" tepat ketika Chang Min ingin berbicara, Seo Hyun memanggil Dong Hae yang sedang terburu-buru. "Dong Hae Oppa! Kau mau ke mana?" teriak Seo Hyun sontak membuat Dong Hae melihat ke arahnya dan menghentikan langkah panjangnya.

"Aku akan pergi latihan dance di rumah Shin Dong Hyung, Eun Hyuk juga sudah berada di sana!" ujar Dong Hae teriak pula supaya perkataannya terdengar karena jaraknya dengan Seo Hyun cukup jauh, Seo Hyun berlari menghampiri Dong Hae meninggalkan Chang Min yang masih terdiam di tempatnya.

"Ada apa?" pertanyaan terlontar begitu saja dari bibir Dong Hae, ketika melihat Seo Hyun sudah berada di dekatnya. Tanpa basa-basi dengan Dong Hae maupun Chang Min. Seo Hyun segera menarik lengan Dong Hae untuk pergi bersamanya.

***

Restoran sederhana yang menyediakan berbagai jenis mie cukup ramai dengan pengunjungnya, salah satu dari pengunjung tersebut adalah Seo Hyun dan Dong Hae. Mereka hanya memesan dua gelas kopi hangat dan dua mangkok ramen. Dong Hae tahu kenapa Seo Hyun mengajaknya kemari, tapi kenapa dia? Kenapa bukan Chang Min?

"Dong Hae Oppa, kau sudah tahu semuanya, bukan?"

"Apa maksudmu?" berpura-pura tidak tahu adalah sesuatu yang dipilih Dong Hae, sekarang dia tahu kenapa Seo Hyun mengajaknya kemari.

Dering telepon Seo Hyun berbunyi, tapi Seo Hyun tak berniat mengangkatnya. Bahkan ia sampai mematikan handphonenya. Dong Hae yakin telepon itu dari Jung Soo.

"Yang menelepon tadi calon suamiku, tapi aku malas mengangkatnya." kini Seo Hyun menegak habis kopinya yang sempat terabaikan, lalu dimakannya ramen yang hampir dingin dengan cepat.

Sedang Dong Hae tak napsu untuk makan, ia membiarkan ramen miliknya dimakan oleh Seo Hyun. Sampai malam tiba, keduanya masih berada di restoran yang sudah sepi pengunjung.

"Seo Hyun-ah, ayo kita pulang." ajak Dong Hae, rupanya Seo Hyun merasa perutnya tak enak, karena terlalu banyak makan ramen.

"Dong Hae Oppa, aku takut jika aku pulang kenyataan akan berubah. Aku masih bisa memanggilmu Oppa, kan? Oppa, Oppa, Dong, Dong Hae Oppa!" entah tawa senang atau sedih yang Seo Hyun perlihatkan pada Dong Hae, yang jelas Dong Hae tahu maksudnya. Seo Hyun tidak bisa menerima kenyataan, dia bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Siapa yang dengan mudah menerima kenyataannya bahwa dia telah diusir dari rumah karena berpacaran dengan kakak yang tidak memiliki hubungan darah. Lalu malah terjebak pada pernikahan bersama kakak kandung. Seo Hyun tak habis pikir, kenapa semuanya berubah drastis dan hatinya semakin dibuat sakit. Dia pun menangis sekeras mungkin, mencoba mengeluarkan rasa sakit yang bertubi itu...

Dong Hae sampai ikut menangis bersamanya, maklumlah dia adalah tipe orang yang mudah menangis. Lagi pula hidup Seo Hyun memang sangat menyedihkan, membuatnya tak tahan untuk tidak ikut menangis.

***

Dong Hae berjalan menuju pintu rumah dengan menggendong Seo Hyun, tak banyak yang bisa dia bantu untuk adiknya itu. Sampai kapan pun Dong Hae akan tetap menganggap Seo Hyun adalah adiknya, kadung ataupun bukan. Seo Hyun akan tetap menjadi adiknya.

Dia bersyukur karena tidak terlalu menyukai Seo Hyun, dia tidak senekat Chang Min. Jika ia mengungkapkannya waktu itu, pasti Seo Hyun akan semakin kesulitan. Dong Hae sudah memiliki satu nama di hatinya dan itu bukan Seo Hyun.

"Seo Hyun, apa pun yang terjadi nanti kau harus kuat. Oppa yakin kau bisa melewatinya dengan baik, kenyataan memang begitu pahit untukmu. Tapi oppa yakin kenyataan manisnya sedang menunggumu, suatu saat kau akan menemukan manisnya kehidupan ini."

Entah Seo Hyun mendengarnya atau tidak, Dong Hae tetap mengatakannya. Tak lama ia merasakan kaosnya basah, ia yakini itu akibat air mata Seo Hyun. Gadis itu sudah terlalu banyak minum, tapi tak benar-benar kehilangan kesadaran.

Ketika pintu terbuka, Ji Woo langsung menghampiri keduanya. Wajahnya terlihat cemas, ia tidak mengerti kenapa Seo Hyun bisa begini.

"Dong Hae, ada apa dengan adikmu! Kau tahu sebentar lagi pelaksanaan pernikahannya." seru Ji Woo, bahkan ibunya masih bersandiwara.

Itu yang Dong Hae pikirkan, kapan ibunya akan mengatakan hal yang sebenarnya.

"Aku akan membawanya ke kamar, eomma tidurlah." Ji Woo sempat menolak permintaan Dong Hae, pada akhirnya dia menyerah dan menuruti perkataan puteranya itu.

Seo Hyun sudah ada di kasurnya, kini Dong Hae bisa melihat jelas mata sembab Seo Hyun yang terpejam. Ditariknya selimut menutupi hampir seluruh tubuh Seo Hyun. Sebelum keluar Dong Hae membelai rambut adiknya, lalu menghapus air mata di pipinya.

"Tidur nyenyak, yakinlah semua akan baik-baik saja." kini hanya Seo Hyun seorang yang berada di ruangan tersebut, segera setelah Dong Hae menutup pintu kamarnya.

Ia kembali menangis terisak, mencoba menahan suaranya agar tidak terdengar. Dong Hae yang masih berada di depan pintu kamar Seo Hyun dapat mendengarnya, tanpa disadari ia-pun telah mengeluarkan air mata lagi.

"Ini tidak baik." tambah Dong Hae.

***

Bersambung,

Ini bagian Seo Hyun sedih dulu ya, gimana menurut kalian tentang part ini? Tinggalkan jejaknya setelah membaca :')

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro