Part 1
"Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin," Rio mengangkat bungkus rokok di atas mejaku, membolak-balik sisinya kemudian menghempaskannya hingga menimbulkan suara gedebuk yang nyaring. "Noh, lo harus baca itu lalu resapi dan renungkan kemudian lakukan, bukannya malah semakin giat memupuk penyakit di dalam tubuh lo," katanya sok bijak, kemudian menghempaskan pantatnya di atas sofa tepat di depanku. Tangannya mengambil remot kemudian menghidupkan TV.
Sedekar pemberitahuan, pria di depanku ini adalah asisten pribadiku. Bernama lengkap Rio Tambunan, biasa dipanggil Batak oleh rekan sekerjanya. Tampang lumayan tapi kelakuannya kurang ajar. Bagaimana tidak kurang ajar, masuk keruangan Dirut sama sekali tidak mengetuk pintu, setelah masuk bicara tidak sopan kemudian dengan cueknya mengacuhkanku yang jelas-jelas adalah atasannya. Kalau tidak karena otaknya yang pintar dan bisa diandalkan, sudah dari dulu aku mendepaknya keluar dari perusahaanku. Sebenarnya Rio adalah anak orang kaya, putra dari Sihar Tambunan, pengusaha batu bara yang sangat disegani. Tapi karena perseteruan dengan ayahnya, dia memutuskan hengkang dari perusahaan ayahnya dan meminta pekerjaan padaku. Karena kami sudah berteman lama aku langsung menerimanya jadi asistenku, jadilah kami duo pria yang aneh tapi tetap di sukai para wanita.
"Ck, nggak usah nasehatin gue, urus aja para pelacur-pelacurmu yang udah bertebaran itu. Mau sampai kapan lo pelihara mereka?" Gumamku cuek dan tidak memperdulikannya, aku terus menghisap rokok di tanganku yang sudah tinggal separo. Tidak ada yang bisa memerintahku, kalau aku merokok tidak ada satu pun yang boleh melarangku. Kecuali ibuku, itu pengecualian tapi sekarang dia sedang tidak ada di sini jadi aku bisa melakukan apa pun yang kusuka. Hanya ibuku satu-satunya wanita yang bisa masuk dalam zona kehidupanku dan mencampuri seluruh aktifitasku. Aku tidak pernah membiarkan wanita lain terlalu dekat denganku, aku tidak tahu kenapa tapi itulah yang terjadi padaku.
Aku bukan pria yang kasar pada wanita, aku menghormati mereka. Aku menyayangi ibu juga adikku, dan aku selalu mengingat mereka bila emosiku sudah naik jika berhadapan dengan wanita-wanita yang tidak tahu batasannya. Tapi bila wanita itu benar-benar keterlaluan, aku juga bisa membentaknya. Ayolah, siapa yang tahan jika ada orang yang terus menempel padamu padahal kau sudah sangat jijik padanya dan itu benar-benar hal yang menyebalkan.
Diusia 27 tidak ada satu pun yang percaya jika aku mengatakan kalau aku masih perjaka, apa lagi si Batak yang sedang serius menonton TV di depanku ini. Dia tertawa melolong saat aku mengatakan hal itu, jelas dia tidak percaya bila melihat jam terbangnya yang luar biasa dalam menabur benih. Benihnya ada di mana-mana, dia menaburnya di mana pun yang disukainya. Tapi yang membuatku kagum padanya, sampai saat ini belum ada satu pun wanita yang melaporkan benihnya tumbuh. Benar-benar menakjubkan si Batak yang satu ini.
Rio adalah Batak paling playboy yang pernah kukenal, setiap malam teman tidurnya selalu berbeda-beda. Kami sudah berteman sejak kuliah, dan selama itu kami sudah saling mengenal satu-sama lain. Semua sifat buruk yang dimilikinya aku sudah tahu begitu pun sebaliknya. Kami berdua sama-sama kacau, dia penjahat kelamin sedangkan aku si rajanya rokok dan minumàn keras. Betapa luar biasanya kami berdua.
"Gue bilang gitu karena gue peduli sama lo," ucapnya dengan nada jahil kemudian tersenyum dengan tidak kalah jahilnya. "Gue nggak mau lo nggak bisa tegang saat nanti ada perempuan yang mau lo tidurin, kan nggak lucu gitu lo mau masuk eh tahu-tahu junior lo lemas dan nggak bertenaga. Hahaha, apa kata mba Surip?"
"Mba Surip udah mati, setan," kataku kesal.
Bukannya diam, dia malah tertawa semakin keras sambil memegang perut dengan kedua tangannya. "Eh, kemarin gue ketemu dengan Lusi di apotik dekat rumah gue," katanya setelah tawa sialannya berhenti.
Lusi adalah wanita kecentilan yang selalu nempel pada semua laki-laki yang punya uang, tipe wanita murahan. Rio bilang dia itu wanita idaman semua pria, payudara besar menantangnya adalah kegemaran sahabat sialan yang ada di depanku saat ini. Sudah satu bulan terakhir aku menjadi incarannya, hampir semua cara di lakukannya untuk menarik perhatianku. Tapi aku tidak peduli. Lusi adalah wanita yang kesekian yang membuatku jijik dan muak. Dia memang cantik dan seksi, yah aku harus mengakuinya, tapi tetap dia bukan tipe-ku. Wanita murahan haus kekayaan adalah makhluk terlarang bagiku. Tidak peduli meski secantik apa pun itu.
"Dia makin bahenol Drew, lo yakin nggak pingin nyoba lobangnya?"
Aku tidak mendengarkannya, saat sedang jam istirahat seperti ini dia akan terus berbicara tentang wanita-wanita seksi dengan menggunakan kalimat-kalimat tak senonohnya. Dia harus bersyukur, meski mulutnya kotor dan cabul tapi mulut yang sama juga telah mendatangkan keuntungan yang banyak untukku lewat kelihaiannya dalam berkomunikasi dan merayu para investor. Yeah, pria kurang ajar yang beruntung.
sekarang mataku sedang fokus ke layar TV yang sedang menayangkan berita bisnis tanah air, persaingan semakin ketat di antara sesama pengusaha. Mereka semua berusaha menampilkan yang terbaik dari apa yang mereka miliki.
"Drew..."
"Gue nggak k tertarik, Batak sialan."
"Ck, lo itu sebenarnya laki-laki normal atau bukan? Cewek se-seksi Lusi lo bilang ngak tertarik? Lo udah nggak tertolong lagi, Drew," katanya dengan nada yang berlebihan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aku mengambil rokok dari dalam bungkus kemudian membakarnya lalu mulai menghisapnya. Perasaan setelah hisapan pertama sunggh luar biasa, meski aku tahu merokok sangat berbahaya tapi aku tidak peduli, yang penting aku menikmatinya.
"Lo pasti udah tidur dengannya, kan?" Tanyaku datar, meski dia belum menjawab tapi aku sudah tahu jawabannya.
Dia tersenyum iblis kemudian menjawab. "Sayang bro lobangnya dianggurin, lumayan sempit juga ternyata. Hahaha, kejantananku sampai terjepit dan susah bergerak. Dan dadanya Man, seperti buah melon putingnya apalagi."
"Parah."
"Yeah, Lusi memang parah..."
Bungkus rokokku yang kosong melayang ke arahnya. "Lo yang parah, setan. Dia itu anak perempuan orang, bagaimana kalau suatu saat nanti anak perempuan lo di perlakukan seperti itu?"
Dia tampak berpikir sebentar kemudian, "gue nggak akan punya anak."
"Dari mana jalannya lo nggak punya anak sedangkan setiap malam lo terus membuat anak?"
"Hahaha, iya juga ya. Ah sudahlah, kalau gue punya anak perempuan, gue akan jaga baik-baik biar jangan kegatalan pada sembarang pria. Semua laki-laki di larang mendekat."
"Jadi Kalau lo punya anak laki-laki?"
"Gue ajarin seperti bapaknya, hahaha."
"Setan lo."
"Uda lama, kemana aja lo."
Tok tok tok.
Suara ketukan mengganggu percakapan aneh kami.
"Masuk."
Rina, sekretarisku masuk ke dalam ruangan sambil membawa berkas-berkas di tangannya.
"Pak ini berkas yang harus bapak periksa dan tanda tangani."
"Letakkan di atas meja saya, nanti saya periksa."
"Baik pak."
Mata iblis Rio mengekor ke arah Rina yang berjalan ke mejaku, kaki Rina yang memakai rok pendek menjadi pusat perhatian si playboy ini dan tatapannya tidak putus-putus.
"Bapak Nugroho ingin kita segera memberi keputusan terkait kerjasama yang sedang direncanakan, besok jam sepuluh pagi beliau akan menemui Anda."
"Atur saja waktu dan tempatnya, aku akan menemuinya."
"Baik pak. Ada yang bapak perlukan lagi?" tanya Rina sopan.
"Tidak ada, kamu bisa pergi."
"Baiklah, kalau begitu saya permisi pak Andrew, pak Rio."
Rina melangkah dan sudah akan membuka pintu saat Rio bersuara. "Rina."
"Iya, pak Rio?"
"Nanti malam kamu ada acara?"
Ck, sekali penjahat kelamin seterusnya pasti begitu.
Rina tampak bingung ditanya seperti itu, dan sangat jelas dia kebingungan mau menjawab apa.
"Eh, maksud bapak?"
"Saya ingin mengajak kamu nonton, kamu mau?"
Yeah, senyuman dan suara rayuannya mulai berjalan dan aku tahu 100 % akan berhasil. Aku berjalan menuju kulkas dan mengeluarkan satu botol anggur dan gelas kemudian membawanya kembali ke mejaku. Aku tidak tahu kenapa aku bisa tahan berteman dengannya, tapi mungkin karena aku dan dia punya banyak kesamaan. Sama-sama kacau.
Rina keluar dengan senyuman di wajahnya, berarti nanti malam akan ada penaburan benih lagi.
Aku menuang anggur ke dalam gelas kemudian meneguknya sampai tandas. "Lo mau mengajaknya nonton atau tidur?" tanyaku dengan nada mengejek.
"Dua-duanya, dia cantik Drew mana mungkin gue menyia-nyiakannya. Gue bukan lo yang bisa nggak tertarik pada wanita-wanita seksi itu. Banyak wanita cantik dan seksi yang bertekuk lutut pada kekayaan dan ketampanan yang lo miliki, tapi lo bisa tahan nggak menyentuh satu pun dari mereka." Rio ikut mengambil gelas dan menuangkan anggur ke dalamnya, kemudian dia melanjutkan. "Sebenarnya lo kenapa sih, gue nggak pernah lihat lo dekat dengan satu wanita pun, lo normal kan?" tanyanya sambil mengangkat alisnya.
Aku meneguk gelas kedua, kalau sudah berbicara dengan sahabatku ini tampaknya pekerjaan jadi agak terlupakan.
"Gue udah punya tunangan," gumamku datar.
Vanessa Stone. Gadis yang ibu pilihkan untuk menjadi calon istriku. Aku belum pernah bertemu dengannya tapi tetap setuju bertunangan dengannya. Setelah sekian lama berkeras menolak perjodohan itu akhirnya aku menerimanya. Lagi pula saat ini tidak ada wanita yang kusakai, aku menyerahkan semuanya pada ibu. Aku percaya pada pilihannya, ibu adalah wanita baik dan wanita pilihannya pasti juga wanita yang baik. Hanya ada satu wanita yang sempat menarik perhatianku, tapi sudah selama enam bulan aku mencarinya dan tetap tidak berhasil menemukannya. Wajah manis dan tubuh setengah telanjangnya masih sangat jelas terpatri di dalam kepalaku. Bagaimana dadanya yang mulus menggantung di tubuhnya yang tinggi tapi sangat lembut dan Daerah segitiganya yang masih menjadi sebuah misteri bagiku. Tidak tahu kenapa aku sangat menginginkannya, dialah satu-satunya wanita yang mampu membuatku merasakan perasaan yang gila seperti Rio Tambunan sahabatku.
Sial. Kenapa aku jadi berpikiran mesum tentang wanita itu.
"Ayolah Andrew dia tidak ingin kamu menemukannya, jalanilah hidupmu. Kamu sudah memiliki tunangan, dan kamu harus menghargai siapa pun wanita itu. Dia adalah pilihan ibumu." Batinku mengingatkan.
Mulut Rio menganga dan matanya melebar. "Lo serius?" tanyanya tidak percaya.
Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Brengsek. Gue nggak percaya ini. Lo? Andrew Millard si pria nggak pedulian udah punya tunangan? Oh, sial," dia menggelengkan kepala kemudian matanya kembali menoleh ke arah TV, dia terus menggerutu tidak jelas.
Setelah beberapa saat dia bertanya tapi matanya masih belum meninggalkan TV. "Seperti apa orangnya?"
"Nggak tahu. Aku belum pernah bertemu dengannya," kataku tidak peduli. Kenyataannya aku memang belum pernah bertemu dengannya, aku tidak tahu seperti apa rupanya.
Kemudian aku meneguk gelas ketiga dan mataku ikut melirik ke arah TV sama seperti yang Rio lakukan. Ck, pantasan matanya berat untuk berpaling dari TV, ternyata sekarang di TV sedang menayangkan berita selebriti atau sejenisnya aku tidak tahu, yang jelas saat ini ada wanita cantik yang sedang menjadi sorotan di sana.
"Wanita cantik dan seksi ini sudah menjadi model internasional di usianya yang masih muda yaitu 19 tahun. Saat ini tidak ada yang tidak mengenal model berdarah italia yang sangat memesona ini. Semua laki-laki tergila-gila pada kemolekannya dan banyak wanita iri dengan tubuh langsing yang ia miliki."
Pembawa acara terlihat sibuk menjelaskan keterangan tentang si model berdarah italy itu dengan kata-kata dan logat suara yang berlebihan. Sekilas wajah dan gestur tubuh gadis yang ada di TV tampak tidak asing di mataku, seperti aku pernah bertemu dengannya. Tapi dia kan model terkenal seperti yang pembawa acara itu bilang, pastilah aku pernah melihatnya. Mungkin di Tv atau poster atau sejenisnya, yeah memangnya aku peduli, aku sudah punya tunangan. Aku tidak peduli, tapi berbeda dengan pria di depanku, kedua matanya hampir keluar karena melihat si model internasional yang sexy.
"Gila, gadis itu seksi sekali Drew. Gue rela ngelakuin apa pun asal bisa merasakannya terlentang di bawah gue. Gue harus cari cara untuk mendekatinya, gila gue sampai terangsang hanya dengan melihatnya di Tv, bagaimana nanti kalau sampai gue bertemu dengannya langsung."
"Lo akan langsung orgasme," ujarku ketus.
"Hahaha, lo sirik ya karena ngak bisa lirik cewek lain lagi. kasian sekali sih lo, punya tunangan tapi belum pernah bertemu. Hahaha..."
"Tapi baru-baru ini model cantik yang sangat menyukai warna hijau ini telah mematahkan hati banyak pria. Karena menurut sumber yang dipercaya, ia telah bertunangan dengan salah satu cucu dari pengusaha yang sangat ditakuti, sampai saat ini kami belum tahu siapa tepatnya pria yang dimaksud. Tapi digosipkan pria ini adalah pengusaha muda yang sukses, kami akan terus memperbaharui perkembangan hubungan model cantik kita ini dengan tunangannya...."
"Sial. Dia udah bertunangan."
Kini gantian aku yang tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksianya saat mengetahui kalau wanita itu sudah bertunangan. Poor Rio.
Rio menatapku kesal dan hal itu semakin membuatku tertawa lebih keras lagi. Pasti sebelumnya dia sudah memikirkan hal-hal mesum yang akan dilakukannya dengan wanita itu.
"Gue nggak peduli kalau dia udah punya tunangan, gue akan membuatnya berpaling dari tunangannya," nada suaranya terdengar penuh tekad.
"Terserah lo," ucapku masih sambil tertawa.
"Lo ngak percaya kalau gue bisa merebut wanita itu dari tunangannya?" gumamnya kesal.
"Sebentar, sebentar," gumamku menghentikan ocehannya. "Ibuku menelepon."
Rio mendengus tidak suka. Dia tampal kesal, tidak tahu pada siapa.
"Ya, Bu?"
"Cepat lihat BW TV, cepat...cepat," katanya terburu-buru dan tidak kumengerti maksudnya.
"Memangnya ada apa di BV TV, Bu?"
"Tunanganmu, Drew. Calon mantu ibu ada di TV sekarang. Cepat kamu lihat, dia semakin cantik. Ya Tuhan, ibu udah nggak sabar meresmikannya menjadi mantu ibu, kamu pasti suka padanya. Oh, cucu ibu nanti pasti lucu-lucu...."
Aku sudah tidak mendengar kalimat ibu berikutnya, aku mematikan telepon kemudian menatap horor ke arah Rio.
"Lo kenapa? Tante Tania kenapa?" tanyanya bingung melihat ekspresi ngeri di wajahku.
"Cepat ambil chanel BW TV." Suaraku serak dan jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Apakah sekarang adalah saatnya aku melihat seperti apa wajah calon istriku? Tapi kenapa wanita itu bisa masuk TV?
"Buat apa Drew?"
"kata ibu tunangan gue ada di sana sekarang, cepat setan gue penasaran ingin melihatnya."
"Bentar, bentar. Ck elah, lo ngak sabaran sekali." Rio mengambil remot dan mengarahkannya ke TV, tapi kemudian dia menegang.
"Kenapa?"
"Yang sedang kita tonton sekarang adalah BV TV. Jangan bilang...jangan bilang..." Dia menatapku tidak percaya. "Siapa nama tunangan lo?"
Yang saat ini kami tonton BW TV? Jadi...jadi....oh, Tuhan. Jadi tunanganku adalah model cantik berdarah italy itu?
"Siapa namanya, Andrew Millard?" tanya Rio dengan nada yang sedikit tidak sabar.
"Vanessa Stone."
"sial. Jadi tunangan lo adalah wanita yang sangat cantik dan seksi itu? oh my God. Lo beruntung banget bro, sumpah gue nggak nyangka."
Bukan hanya dia yang tidak menyangka, aku bahkan lebih tidak percaya lagi dengan kenyataan yang saat ini ada di depan mataku. Aku menatap wajah gadis itu lebih seksama dan kemudian kenyataan yang ku dapat kali ini bahkan lebih mengejutkanku lagi.
"Brengsek. Wanita itu...."
"lo kenal? Tapi lo bilang belum pernah bertemu dengan tunangan lo."
"gue udah pernah bertemu dengannya. Cuma gue nggak tahu kalau gadis itu adalah tunangan gue." Kataku kaku dan mataku terus menatap ke arahnya. Dia berjalan di antara kerumunan orang dengan senyum memesona yang menghiasi bibir mungil merah mudanya. Semua mata tampak terfokus hanya padanya, kamera-kamera menghujaninya dengan cahaya-cahaya yang pasti sangat menyilaukan.
Bayangan wajahnya yang ketakutan saat naik dari dalam sungai ke atas tanah kembali menyeruak ke dalam kepalaku. Tanpa bisa kuhentikan pikiranku mengulang-ulang setiap tampilam tubuh seksinya yang dalam keadaan setengah telanjang enam bulan yang lalu.
Tunanganku seorang model?
Apa ibu berusaha membunuhku? Bukan aku tidak suka, sungguh aku sangat senang pada kenyataan wanita yang selama enam bulan ini menghantui tidurku setiap malam adalah calon istriku. Hanya saja aku tidak suka pada pekerjaannya, dia menjadi bahan tontonan semua orang, apalagi para laki-laki mesum seperti pria di depanku ini.
Apakah sekarang aku sudah menjadi pria yang posesif?
Pasti bukan. Bukan posesif yang mendasari perasaan yang kurasakan saat ini.
Lalu apa?
"Jaga mata lo, Batak! Gadis yang saat ini lo pandangi adalah tunangan gue, atasan lo," gumamku marah. Aku tidak suka melihat pria-pria menatapnya dengan nafsu yang sangat jelas di mata mereka.
Aku sudah enam bulan mencarinya kesana- kemari tapi tidak menemukannya, dan sekarang seolah kami memang berjodoh, takdir mempertemukanku dengan wanita yang telah mencuri perhatianku di hari pertama kami bertemu.
"Tenang, Drew! gue nggak bakalan merebut tunangan sahabat gue. Yeah, meski pun gue agak merasa cemburu sama lo, tapi gue terpaksa harus mundur."
"Bagus. Karena gue nggak akan segan-segan memberi pelajaran pada orang yang berani merebut Vanessa dari gue," gumamku dengan nada tegas.
"Sampai segitunya lo sama wanita itu?"
"Gue pernah bilang kan kalau ada satu wanita yang gue inginkan?"
"Gue ingat, tepatnya enam bulan yang lalu lo memberitahu gue."
"Wanita itu adalah dia. Vanessa Stone. Tunangan gue."
"Tapi Drew, lo harus kuat kalau punya tunangan seperti dia. Bukan hanya kecantikannya saja yang berbahaya, tapi kudengar dia itu wanita manja, keras kepala dan menyebalkan. Kalau untuk kencan semalam dua malam dia wanita idaman, tapi nggak untuk seorang istri."
"Aku pasti bisa mengatasinya."
Vanessa Stone, wanita itu benar-benar sangat cantik dan memesona. Bahkan sekarang kecantikannya semakin bertambah sejak terakhir aku bertemu dengannya.
Aku mengambil ponsel kemudian menghubungi ibuku.
"Halo, Drew. Bagaimana? Kamu s
udah melihatnya?"
Bibirku menyunggingkan senyuman. "Iya, aku udah melihatnya. Bu, aku ingin menikah dengannya secepatnya. Kalau bisa bulan depan dia udah menjadi istriku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro