Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

One Shot

Disclaimer : Genshin Impact Belongs to Mihoyo

.

.

'Apapun yang terjadi, jangan pernah masuk ke ruangan kerja dan kamarku.'

Begitu pesan sponsor yang diberikan Alhaitham padanya ketika lelaki itu menawarkan diri untuk menampungnya. Kala itu, Kaveh yang baru saja kehilangan semua pendapatan hasil membangun istana Alcazarzaray yang merupakan mahakarya terbaiknya sebagai arsitek Kshahrewar langsung mengiyakan.

Memangnya, di mana lagi dia bisa menemukan orang yang bersedia menampungnya tanpa harus membayar uang sewa? Dia bahkan tidak tahu seperti apa rumah Alhaitham. Namun meski lelaki itu tinggal di gubuk, dia tidak keberatan menurunkan standar hidupnya sementara.

Namun belakangan ini ia merasa tidak tahan lagi. Rasanya ada yang aneh dengan lelaki berambut abu-abu itu.

Bagaimana tidak? Meski pekerjaannya sebagai sekretaris Akademiya cukup bergengsi, namun gaya hidupnya juga hedon. Rumah lelaki itu besar dengan koleksi beberapa karya seni mahal. Alhaitham juga memiliki berbagai koleksi headphone mahal. Lelaki itu bahkan dengan mudah melunasi semua hutang-hutang Kaveh terkait biaya hidupnya sehari-hari setiap bulan, meski kadang dilakukan sambil bersungut-sungut.

"Aku jadi penasaran, bagaimana kau bisa menghasilkan uang sebanyak ini? Jangan-jangan, kau melakukan bisnis gelap, ya?" tuduh Kaveh sambil menatap Alhaitam dengan nanar.

Alhaitham tidak bergeming sedikitpun. Mata lelaki itu masih berfokus pada buku yang sedang dibacanya. Suara Kaveh terdengar seperti angin lalu yang menganggu.

"Hey! Aku tahu kau sebenarnya mendengarku, kan? Jangan mengabaikan orang lain kalau sedang bicara!"

Alhaitham bahkan tidak menoleh sama sekali meski Kaveh tengah berteriak padanya. Ia segera menyahut, "Jangan berteriak-teriak di rumah orang lain."

Kaveh benar-benar jengkel. Rasanya dia tidak tahan lagi. Kalau dia bisa mengulang waktu seharusnya dia tidak tergoda untuk menjual rumahnya dan berhutang demi berinvestasi robot trading.

Kala itu, junior satu darshannya mengaku menciptakan penemuan mutakhir yang bisa menghasilkan keuntungan besar. Katanya, dia berhasil menciptakan alat yang bisa memprediksi pergerakan harga saham di bursa Sumeru. Berhubung khawatir alat itu ditiru orang lain kalau sampai diketahui secara luas termasuk Akademiya, sang junior mengaku hanya memberitahukan pada beberapa orang yang dianggapnya bisa dipercaya.

Sang junior juga menjanjikan keuntungan satu persen dari nominal trading setiap harinya. Karena terdengar menjanjikan, Kaveh menjual rumahnya, memasukkan semua uang yang ia miliki dan bahkan berhutang demi berinvestasi. Awalnya, Kaveh memang menerima uang yang dijanjikan setiap harinya. Namun sesudah satu minggu, si junior menghilang begitu saja.

Akhirnya Kaveh baru sadar bahwa dia sudah tertipu oleh juniornya. Lelaki itu bahkan sudah tidak diketahui keberadaannya dan mengundurkan diri dari Akademiya. Kaveh juga tidak bisa melapor karena khawatir ditangkap karena mendanai penelitian rahasia yang berpotensi menimbulkan masalah.

Seandainya saja dia tidak berinvestasi pada robot sialan itu, dia tidak perlu tinggal bersama junior kurang ajar penyembah kapitalis itu. Sekarang dia bahkan bisa hidup dengan damai di dalam rumahnya sendiri.

"Ah! Sikapmu ini benar-benar membuat orang tidak tahan."

"Jadi kau terganggu dengan sikapku?" balas Alhaitham. Kali ini dia sudah meletakkan bukunya di sofa dan menatap lelaki berambut pirang itu lekat-lekat.

"Orang normal manapun pasti sependapat kalau kau itu menyebalkan."

"Keluarlah dari rumahku kalau tidak tahan dengan sikapku."

Kaveh benar-benar jengkel. Memangnya dia punya pilihan selain tinggal bersama Alhaitham? Setidaknya dia bisa mandi dua kali sehari serta memandangi rintik-rintik hujan dari jendela rumah yang terlindung atap dan bebas bocor. Dia tidak perlu ikut kehujanan di jalanan dan menumpang toilet Akademiya setiap butuh mandi.

"Jangan mengalihkan pembicaraan! Kau belum menjawab pertanyaanku," desak Kaveh.

"Pertanyaan tidak berdasarmu tidak butuh jawaban."

Demi Archon! Rasanya Kaveh ingin menghilangkan keberadaan lelaki ini dari Teyvat jika memungkinkan. Ia tak habis pikir bagaimana bisa ada orang yang begitu menyebalkan di dunia ini.

"Sudahlah! Aku mau pergi. Aku bisa mati karena muak kelamaan satu ruangan bersamamu."

Sesudahnya, Kaveh segera meninggalkan rumah Alhaitam. Kepalanya terasa mau meledak karena kesal. Manusia itu terlalu menjengkelkan.

.

.

Kaveh memutuskan berjalan-jalan di Grand Bazaar demi menenangkan diri. Sebetulnya dia sangat ingin minum kopi, namun uang di dompetnya tersisa sepulu ribu mora meski ini masih pertengahan bulan. Dia tidak ingin menambah hutangnya pada Alhaitham dengan membuat lelaki itu membayari tagihannya kali ini.

Namun perutnya yang keroncongan tidak bisa diajak berkoordinasi. Perutnya mendadak berbunyi dan dia terpaksa menghampiri Shevirme, penjual makanan dan minuman yang terkenal di kalangan murid Akademiya karena harganya terjangkau. Ia berniat mencari menu makanan termurah di sana.

"Selamat datang! Di sini ada makanan dan alkohol bagus!"

Kata alkohol terdengar menarik, namun Kaveh tersadar kalau dia tidak punya uang . Mana ada alkohol bagus seharga sepuluh ribu mora? Uang sebesar itu bahkan masih kurang untuk membeli dua pita pocket. Satu-satunya pilihan, ia cuma bisa membeli makanan. Itupun yang murah.

"Aku beli satu shawarma wrap," ucap Kaveh sambil menyerahkan uang lima ribu mora.

Shevirme, si penjual, segera membungkus shawarma wrap pesanan Kaveh.

Tatapan Kaveh tertuju pada botol-botol berwarna putih yang diletakkan di samping rak buah-buahan. Rasa penasaran membuatnya memutuskan bertanya.

"Botol putih itu apa?"

Shevirme menyahut seraya meletakkan daging di atas roti pipih, "Itu susu peninggi badan. Produk ini terkenal di seluruh Sumeru, lho."

Kaveh tertawa geli dan menyahut, "Susu kan mengandung kalsium. Kalau kau rutin minum susu selama masa pertumbuhan, rutin olahraga dan genetikmu memungkinkan, ya pasti bisa jadi tinggi. "

"Susu yang ini beda. Kalau kau rutin minum susu ini selama sebulan, kau bisa bertambah tinggi sampai 25 senti."

Kaveh masih merasa skeptis. Sejak tertipu robot trading, dia malah jadi tidak percaya pada apapun sampai menemukan buktinya.

"Terus kalau aku minum ini selama setengah tahun, tinggiku bakal bertambah hampir satu meter? Jangan mencoba menipu orang-orang dengan menjual barang tidak jelas, dong. Kau mau kulaporkan ke Akademiya?"

Shevirme merasa benar-benar kesal dengan sikap Kaveh. Rasanya dia ingin sekali menggani daging-daging di makanan pesanan lelaki itu dengan potongan Jueyun Chili yang diimpor dari Liyue. Katanya cabai itu pedas sekali. Lelaki itu pasti akan sakit perut sesudah memakan banyak Jueyun Chili.

"Produk ini sudah dapat izin dari Akademiya, lho. Makanya bisa kupajang terang-terangan di kedaiku."

Kaveh mendelik. Manusia jaman sekarang benar-benar gila. Bisa-bisanya berbohong dengan ekspresi meyakinkan begitu. Manusia kapitalis jaman sekarang benar-benar tidak bermoral, bisa-bisanya meraup keuntungan dengan cara menjual barang tidak bermanfaat. Bahkan mengaku-ngaku sudah dapat izin beredar pula.

"Jangan mencoba membohongiku. Mustahil produk susu yang label mereknya tidak ada malah punya izin dari Akademiya. Siapa sih orang gila yang mengizinkan produk macam ini beredar?"

"Grand Sage Azar sudah memberikan izin, kok. Bahkan produk ini dibawa orang Akademiya langsung ke tokoku," sahut Sheveirme.

Ia sengaja menambahkan. "Bahkan biarpun Grand Sage Azar sudah dicopot, izinnya masih berlaku. Soalnya, cucunya sendiri minum susu ini. Lalu tingginya bertambah sepuluh senti dalam sebulan."

Sheveirme membungkus shawarma wrap sesudah memberikan saus Jueyun Chili dalam jumlah yang lumayan banyak. Dia lalu berkata, "Khusus hari ini, semua pelanggan yang pesan shawarma wrap kuberikan saus Jueyun Chili. Ini produk impor terbaru dari Liyue. Kalau kau suka, bisa beli sausnya di tempatku."

"Cih. Ya sudahlah. Terima kasih gratisannya."

Sesudahnya, Kaveh berjalan pulang sambil memakan shawarma wrap itu. Mula-mula rasanya memang enak. Rasa dagingnya lebih nikmat dan saus sambalnya wangi cabai yang unik. Namun lama-kelamaan, rasanya begitu pedas sampai lidah Kaveh terasa kebas dan rongga mulutnya seolah terbakar. Sepanjang perjalanan pulang, dia terus meniup-niup dengan wajah memerah dan keringat yang mengucur sambil berlari secepat yang ia bisa. Shawarma wrap laknat itu benar-benar mengerikan.

.

.

Tangan Kaveh bergerak secepat mungkin untuk membuka kunci pintu dan segera masuk ke dalam rumah. Ia bahkan tak peduli dengan orang-orang yang menengok setiap kali berpapasan dengannya. Hancur sudah reputasinya di kalangan para penduduk kota maupun pelajar Akademiya. Bisa-bisa, Kaveh dikira sudah sinting dan dikirim ke desa Aaru.

Ia perlu sesuatu buat menetralisir pedas. Sepertinya Alhaitham masih menyimpan beberapa baklava yang dibelinya kemarin. Ia harus mengambil baklava itu.

Namun ketika membuka kulkas, ia malah menemukan dua botol susu di dalamnya. Botol susu itu terlihat mirip dengan susu yang dijual di toko Shevirme tadi.

Tanpa berpikir panjang, Kaveh segera menghabiskan satu botol dengan cepat. Susunya lumayan juga meski rasa pedas yang membakar itu masih tersisa di mulutnya. Kaveh segera mengambil botol kedua dan meminumnya.

Alhaitham muncul dari lorong dan meliriknya sekilas. Lebih tepatnya, lelaki itu melirik botol susu kosong yang baru diminum Kaveh. Kaveh segera meletakkan botol susu yang tersisa seperempat itu.

"Susu dari mana itu? Rasanya aneh, manis tapi ada rasa asinnya."

"Kau ambil susu dari kulkasku?"

Kaveh mendengkus kesal. Bukankah bibirnya yang merah dan membengkak sudah terlihat jelas?

"Tidak lihat? Aku kepedasan gara-gara shawarma wrap pakai saus Jueyun Chili. Demi menghemat uang, aku terpaksa berlari pulang sambil meniup-niup."

"Bagus, kan? Sesudah ini kau bisa jualan balon cuma dengan bermodal karet balon, lalu cepat membangun rumahmu dan keluar dari rumahku."

"Buat apa aku capek-capek belajar di Akademiya cuma buat jualan balon? Kau gila, ya?"

"Siapa yang menyuruhmu cuma berjualan balon? Jaman sekarang, sumber pemasukan itu tidak harus cuma satu."

Kaveh merengut. "Itu namanya curang! Karena orang-orang macam itu, semakin banyak orang miskin. Mereka jadi punya banyak saingan."

Alhaitham sedang tidak berniat meladeni Kaveh kali ini. Ia sedang ingin menikmati suasana rumah yang sedikit lebih tenang, meskipun tidak tenang-tenang amat. Jadi ia segera berjalan menuju kamarnya dan menutup pintu.

Begitu tertutup, Alhaitham menyandarkan tubuhnya ke pintu dan menutup sebagian wajahnya dengan satu tangan. Dia tak sanggup lagi menyembunyikan senyum yang nampak sesudah membayangkan Kaveh yang berlari sepanjang jalan dengan bibir memerah sambil meniup-niup kepedasan.

.

.

"Eh? Senior Kaveh? Gimana kabarmu?"

Kaveh segera menoleh begitu mendengar suara seorang perempuan yang menyapanya. Ia terdiam sesaat, rasanya wajah lelaki itu tidak asing. Sepertinya mereka pernah bertemu entah di mana.

"Kau siapa, ya?"

Sesaat, lelaki itu tampak kecewa. Detik berikutnya, perempuan itu kembali tersenyum dan menyahut, "Aku Ahmad. Tiga bulan lalu, aku sempat bertemu senior di proyek penelitian."

Kaveh mengamati wajah lelaki itu lekat-lekat, berusaha mengingat sosok lelaki di hadapannya. Aha! Dia ingat sekarang. Ahmad sungguhan junior yang bekerja di proyek penelitian struktur bangunan di padang pasir.

Ini aneh sekali. Seingatnya, tubuh Ahmad kurus dan pendek. Sekarang, lelaki itu jadi lebih tinggi dan tegap.

"Ya ampun, aku hampir tidak mengenalimu. Soalnya kau tiba-tiba jadi tinggi, sih. Sekarang sering olahraga, ya?"cerocos Kaveh.

Ahmad menyentuh belakang lehernya sejenak. Mendadak ia merasa malu membahas hal ini.

"Duh, senior ini. Peneliti biasa sepertiku mana sempat olahraga?"

Kaveh mengangguk. Biasanya, para pelajar memang bukan tipe yang rutin berolahraga. Kelas, penelitian dan tesis sudah cukup menguras energi otak mereka hingga membuat tubuh mereka ikutan lelah.

Standar kelulusan Akedemiya memang bukan main-main. Bahkan tidak banyak yang bisa lulus sebelum usia 30. Orang-orang yang bisa lulus di bawah usia 30 biasanya dianggap jenius, bahkan berkesempatan mengiis posisi penting di Akademiya atau setidaknya terlibat proyek penelitian berskala besar.

"Tapi kenapa tubuhmu mendadak jadi tinggi? Aku kaget karena tinggi kita hampir sejajar. Padahal dulu julukanmu--"

Ucapan Kaveh terputus. Ahmad segera memotongnya karena tidak ingin mendengar lanjutannya. Dia merasa jengkel setiap berdiri berjajar dengan para pelajar Akademiya lainnya. Tubuhnya yang kecil dan pendek membuatnya menjadi bulan-bulanan di kalangan teman-temannya.

"Aku minum susu peninggi badan."

Seketika Kaveh terperangah. Rasanya sulit dipercaya meski dia sudah melihatnya sendiri.

"Hah? Serius? Atau mungkin kau pakai sol khusus di sepatumu?"

"Aku serius. Lihat, nih." Ahmad segera melepas sepatunya dan berdiri di samping Kaveh.

Kaveh melirik alas sepatu Ahmad tanpa berani menyentuhnya. Alas sepatunya memang terlihat seperti alas sepatu biasa. Namun Ahmad yang berdiri di sampingnya tanpa alas kaki bahkan mencapai alisnya.. Padahal dulu tinggi Ahmad bahkan tidak mencapai bahunya

Kaveh segera mengusap-usap matanya, memastikan kalau dia tidak berhalusinasi. Kalau begitu, efek susu peninggi badan itu sungguhan?

"Lho? Iya juga. Kau beli susu itu di mana?"

"Aku beli di toko Shevirme. Tapi kata temanku susu ini juga dijual di tempat lain," sahut Ahmad.

Dia kemudian kembali bertanya setelah melirik Kaveh sekilas, "Senior juga mau beli susu peninggi badan?"

"Aku tidak butuh, sih. Cuma aku sempat lihat waktu beli shawarma wrap di sana. Katanya harus diminum sebulan?"

"Iya. Aku minum ini sebulan. Tiba-tiba nafsu makanku bertambah, tulang-tulangku terasa nyeri, " jelas Ahmad.

Ia mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan, "Lalu katanya aku bertambah tinggi. Aku juga tidak sadar kalau bukan karena seragamku yang mendadak jadi pendek."

Kaveh tersentak. Mendadak ia teringat kalau sendi-sendinya sakit sepananjang hari sesudah minum susu di kulkas Alhaitham. Jangan-jangan, itu susu peninggi badan.

.
.

Sudah jelas, pasti ada rahasia yang tersembunyi di kamar Alhaitham. Lelaki itu juga pasti terlibat dalam perdagangan susu peninggi badan.

Buktinya, Shevirme mengaku susu peninggi badan itu diantarkan langsung oleh Mahamata. Alhaitam juga punya susu peninggi badan di rumahnya. Kalau ada dokumen rahasia di dalam kamar, semua bukti benar-benar sudah jelas. Alhaitham pasti tidak bisa mengelak lagi.

Kaveh sengaja berjalan ke dapur dan mengambil minuman dengan suara yang sangat pelan. Tujuannya, memastikan keberadaan Alhaitham meski lelaki itu biasanya tidak ada di rumah saat siang hari.

Pintu ruang kerja Alhaitham pasti terkunci, begitupun dengan kamarnya. Jadi Kaveh perlu mencoba membuka pintu itu dengan perkakas.

Ia segera mengambil kotak perkakas yang disimpan Alhaitham di gudang. Ia beruntung karena lelaki itu memiliki peralatan pertukangan yang cukup lengkap. Mulai dari obeng dan kunci L berbagai ukuran, paku rivet, sampai gergaji listrik.

Kaveh benar-benar tidak habis pikir untuk apa seorang peneliti memiliki benda seperti itu di rumahnya. Namun alasan Alhaitham benar-benar aneh. Katanya, biar bisa langsung memperbaiki barang yang rusak.

Lelaki pirang itu berhenti di depan pintu ruang kerja Alhaitam. Ia menyentuh gagang pintu dan berpikir kalau dia harus mulai melepaskan gagang. Namun ketika ia tanpa sengaja membukanya, ruangan itu malah langsung terbuka.

Kaveh berdecak kesal. Jangan-jangan, selama ini Alhaitham sama sekali tidak pernah menguci pintu ruang kerjanya? Kalau begitu kenapa seolah begitu merahasiakan isinya?

Ruangan kerja Alhaitham lebih terasa seperti perpustakaan yang lumayan luas. Di hampir semua sudut dinding dipenuhi rak-rak yang berisi buku. Buku-buku itu tersusun rapi dan ada lukisan besar di salah satu dinding. Meja kerja Alhaitham berupa meja kayu dengan laci-laci di salah satu sisinya. Selain itu ada juga kursi kayu dengan bantalan empuk di depan meja dan sebuah sofa yang cukup panjang dan memungkinkan seorang pria dewasa berbaring tanpa harus menekuk lututnya.

Langkah kaki lelaki berambut pirang itu segera tertuju pada laci-laci di meja Alhaitham. Ia berniat membuka semua laci-laci itu. Sesuai dugaan, laci-lacinya terkunci.

Kaveh melampiaskan rasa frustasinya pada laci-laci milik Alhaitham. Dengan sekuat tenaga, dia berusaha membuka kunci laci itu menggunakan semua perkakas yang ia bawa. Mulutnya tak berhenti mengoceh seraya tangannya bekerja.

Begitu laci teratas terbuka, Kaveh menemukan alat tulis dan buku milik Alhaitham. Begitu ia membuka isinya, buku itu hanya berisi daftar biaya yang sudah dikeluarkannya untuk Kaveh. Ditambah lagi, ada note bertuliskan 'tagih begitu dia pindah rumah.'

Kaveh berniat membaca satu per satu isi buku itu, namun isinya sudah terlalu banyak dan ia sedang mengejar waktu. Ia harus menemukan bukti sebelum Alhaitham kembali ke rumah dan memergokinya.

Ia segera menutup laci pertama dan segera membuka laci kedua. Di laci kedua, ia menemukan tumpukan kertas-kertas dengan pola tertentu. Rasa penasaran membuat Kaveh segera mengeluarkan semua kertas begitu saja dan menjajarkannya di atas meja.

Begitu ia menjajarkan semua kertas-kertas itu dan mengambatinya, Kaveh menyadari kalau semua pola di kertas itu seharusnya berhubungan. Namun Kaveh belum menemukan mana dari pola itu.

Di laci ketiga, Kaveh menemukan setumpuk kertas lainnya dan sebuah buku yang diletakkan di bagian paling bawah. Kaveh segera mengeluarkan kertas-kertas itu begitu saja. Lalu Kaveh mengeluarkan buku lainnya dan menemukan kertas yang dilipat di tengah-tengahnya.

Kaveh segera membuka lipatan kertas itu dan menyadari gambar sebuah pola yang terasa tidak asing bagi Kaveh. Pola itu merupakan pola karpet berwarna hijau yang biasa dilihat Kaveh . Di dalam buku itu, ada tulisan-tulisan Alhaitam mengenai catatan pembayaran royalti.

"Hah? Royalti karpet?" gumam Kaveh sambil membelalakan mata.

Dia tak mengira anekdot mengenai desain karpet yang dibuat oleh sekretaris Akademiya sungguhan kenyataan. Ia pikir, itu hanya kabar burung yang disampaikan pedagang untuk meningkatkan harga jual karpet. Rupanya memang sungguhan.

Harga karpet-karpet berkualitas tinggi itu sungguhan fantastis. Katanya, karpet itu bisa bertahan selama seratus tahun dan tetap terlihat seperti baru. Nominal royalti yang dibayarkan dari penjualan karpet juga tidak kecil.

Kini Kaveh mengerti kenapa Alhaitham bisa memiliki uang banyak. Sumber pemasukan lelaki itu juga banyak. Tidak cuma gaji sebagai sekretaris, lelaki itu bisa mendapat uang kalau mengikuti penelitian.

Ini pasti belum semuanya! Alhaitham pasti punya kaitan dengan bisnis susu peninggi badan.

.
.

Bukan tanpa alasan pintu ruang kerja Alhaitham tidak terkunci. Lelaki itu tidak sebegitu cerobohnya hingga membiarkannya tidak terkunci, kecuali kalau punya alasan lain.

Kali ini, dia sudah memprediksi kalau Kaveh pasti akan semakin penasaran dengan apa yang ia lakukan, cepat atau lambat. Jadi dia sengaja membiarkan pintu ruang kerjanya tidak terkunci setiap dia berpergian. Lalu dia mengunci semua laci-lacinya untuk menguji seberapa jauh Kaveh akan bertindak.

Ketika dia memasuki ruang kerjanya, dia menemukan lacinya sudah terbuka seluruhnya. Bagian penguncinya terlihat rusak sehingga tidak bisa ditutup. Melalui caranya, dia sengaja membiarkan Kaveh mengetahui salah satu sumber pemasukannya.

Alhaitham segera meninggalkan ruang kerjanya sesudah memastikan tidak satupun isi lacinya berubah. Ia bergegas menuju ruang makan dan menghampiri Kaveh yang tengah memakan baklava.

"Kau masuk ruangan kerjaku?"

Kaveh mengabaikan Alhaitham dan lebih memilih mengunyah baklavanya--lebih tepatnya baklava milik Alhaitham yang dia ambil begitu saja-- sampai habis. Sesudahnya, ia segera menyahut, "Siapa suruh tidak mengunci pintumu?"

"Kau tidak berpikir harus melakukan sesuatu pada laciku?"

Kaveh mengernyitkan dahi. Yah, dia tahu pengunci lacinya jadi rusak. Tapi seharusnya Alhaitham bisa memperbaikinya, kan? Lelaki itu sepertinya punya keahlian soal pertukangan. Lagipula, masa setega itu membiarkan seniornya yang sedang terlilit utang mengeluarkan uang membeli meja baru, sih?

"Kau bisa memperbaikinya, kan?"

Kening Alhaitham berkerut. Seharusnya lelaki pirang menyebalkan itu sudah menjadi gelandangan sejak berbulan-bulan lalu. Anehnya, lelaki itu masih menetap di rumahnya meski mengaku sudah muak padanya. Yang lebih aneh lagi, dia masih sudi menampungnya.

"Tidak."

Alhaitham segera menambahkan, "Kau pikirkan bagaimana caranya agar laci mejaku bisa dikunci atau kau tidur di luar mulai hari ini."

"Jadi kau mengancamku?"

"Aku cuma memberitahu," kata Alhaitham.

Bibir Kaveh mengerucut dan bergerak maju. Entah kenapa setiap pembicaraan dengan Alhaitham pasti membuatnya jengkel setengah mati. Collei dan Tighnari di desa Gandarvha bahkan sampai terpaksa menjadi teman curhat dadakan setiap kali dia berkunjung.

"Omong-omong, rupanya kau mendapat royalti dari pembuatan karpet?"

Alhaitham tidak menyahut. Sesuai dugaannya, Kaveh benar-benar memanfaatkan kesempatan. Dia sengaja meninggalkan bukti salah satu bisnisnya untuk mengetahui sejauh mana lelaki itu akan bertindak. Bisa jadi, Kaveh malah semakin penasaran dan dia malah menikmatinya.

"Rasanya aku jadi ingin menghindari semua tempat yang menggunakan karpet desainmu itu Sekarang, aku bahkan jadi tidak bisa melihat karpet apapun karena teringat seseorang yang menyebalkan."

"Laciku," kata Alhaitham, dengan sengaja menekankan kata 'laci'.

Kaveh merutuk seraya bangkit berdiri dan memasuki ruang kerja Alhaitham dengan terpaksa. Kalau saja dia tahu cara memperbaiki laci, mana mungkin dia membiarkan kuncinya dalam keadaan rusak?

.

.

Kaveh benar-benar pusing hingga kepalanya terasa sakit. Laci meja kerja Alhaitham sungguhan rusak dan tidak bisa kembali seperti semula. Sekarang, lelaki itu juga meminta ganti rugi sebuah meja baru.

Masalahnya, Alhaitham tidak menginginkan meja sembarangan. Meja yang diinginkan Alhaitham adalah meja kayu khusus yang dibeli dari pengrajin kayu di Desa Qingce. Harga meja itu sudah sangat mahal karena kayunya berkualitas dan biaya transportasinya mahal. Belum lagi pajak impornya, benar-benar mencekik leher.

Rasanya Kaveh benar-benar sial minggu ini. Sesudah merusak meja Alhaitham dan terpaksa mengganti rugi demi tempat tinggal gratis yang akan ditempatinya entah sampai kapan, dia juga harus mengganti rugi karena tanpa sengaja menyenggol wadah shisha yang terbuat dari kaca dan memecahkannya.

Mau tidak mau, Kaveh harus mencari penghasilan tambahan. Jadi dia menempelkan kertas iklan di papan pengumuman kota, mempromosikan jasa desain bangunan maupun desain produk.

"Gila!" umpat Kaveh begitu melihat selebaran bergambar sebotol susu yang sangat dikenalnya, susu peninggi badan yang sempat dilihatnya di toko Shevirme.

Rasanya Kaveh ingin sekali menutupi selebaran itu dengan selebaran miliknya sendiri. Namun berhubung produk itu sudah legal dan bahkan terlibat dengan Akademiya, bisa-bisa dia malah mendapat teguran karena melakukan tindakan tidak etis. Jadi dia dengan sengaja meletakkan brosurnya sendiri di sebelah iklan produk susu itu.

Kaveh tidak ingin mengakuinya, namun dia mulai berpikir kalau produk itu bisa jadi memang efektif. Kalau diperhatikan, rasanya hampir tidak ada mahasiswa maupun peneliti Akademiya laki-laki yang tingginya di bawah 165 cm. Yah, Tighnari dan Cyno pengecualian.

Kalau begitu buat apa Alhaitham membeli susu semacam ini? Memangnya lelaki itu masih merasa kurang tinggi? Tidak mungkin Alhaitham sengaja membeli susu peninggi sebagai hadiah untuk Cyno, kan?

Kaveh segera berjalan pulang sesudah menempelkan kertas di papan pengumuman kota. Tadinya, Kaveh berniat mentraktir dirinya sendiri dengan segelas kopi, lambad fish roll dan coconut charcoal cake dengan gaji bulanan yang diterimanya sebagai peneliti. Namun karena ia sudah memecahkan wadah shisha, terpaksa dia cuma minum kopi dan makan di rumah.

Ini baru jam tiga sore, seharusnya Alhaitham masih di Akademiya. Setidaknya, dia tidak perlu pulang dan langsung melihat wajah lelaki menyebalkan itu. Minimal, berbagi ruangan yang sama.

Kaveh mengernyitkan dahi begitu masuk ke dalam rumah. Seharusnya tidak ada sepatu di dekat pintu. Namun dia malah menemukan sepatu yang biasa digunakan Alhaitham di sudut dekat tembok.

Rasa lapar membuat Kaveh mengabaikan egonya. Sisa makan malam kemarin masih ada di kulkas. Seharusnya dia bisa memanaskannya, lalu nanti memasak makan malam dengan bahan yang disediakan Alhaitham.

Tiba-tiba saja, Kaveh berteriak keras begitu menyaksikan apa yang ia lihat. Untuk pertama kalinya dalam hidup, dia berteriak begitu keras hingga pita suaranya terasa nyeri dan membengkak. Tubuhnya gemetar dan seketika saja wajahnya memucat hingga seputih kertas.

Kaveh benar-benar tidak bisa berbicara apapun. Ia terlalu terkejut hingga jantungnya berdebar lebih keras.

Alhaitham mengernyit jengkel. Teriakan Kaveh benar-benar memekakan telinga meski dia sudah menggunakan headphone untuk mereduksi suara-suara yang menganggu. Dia segera meletakkan botol kaca berisi cairan putih yang sedang dipegangnya dan bangkit berdiri dari kursi meja makan.

"Berisik. Kupingku sakit."

Dengan suara yang terdengar gemetar, Kaveh menunjuk Alhaitham, "K-kau ... i-itu ...."

Tubuh Kaveh merinding. Tatapannya tertuju pada botol yang diletakkan Alhaitham di atas meja dan matanya terbelalak. Seketika, perutnya terasa seolah diaduk-aduk dengan kecepatan tinggi dan ia merasa mual luar biasa.

Tidak salah lagi. Susu yang terasa asin dan aneh itu pasti susu yang sama dengan susu di dalam botol yang dipegang Alhaitham. Dan ... itu susu paling mengerikan yang pernah ia minum.

Kaveh ingin berjalan menuju kamar mandi dan mengeluarkan semua isi perutnya. Namun, Kaveh tak keburu melakukannya karena ia terlanjur mengeluarkannya di tempat dia berdiri.

Dia merasa jijik sesudah minum susu Alhaitham. Bukan susu yang dibeli lelaki itu, melainkan susu yang bersumber langsung dari dada lelaki itu.

Kaveh bahkan tak mampu berpikir bagaimana bisa seorang laki-laki memproduksi susu. Tiba-tiba saja pandangannya menggelap dan hal terakhir yang dilihatnya adalah sosok Alhaitham yang menghampirinya.

Demi Archon ... rasanya dia ingin mati saja sekarang.

.

.

Kaveh menyipitkan matanya ketika menyadari cahaya terang yang seolah menusuk indra penglihatannya. Kepalanya terasa pusing dan ia berada di dalam sebuah ruangan yang belum pernah dilihatnya.

Ruangan itu benar-benar tanpa dekorasi. DI dalamnya ada sebuah kasur di tengah ruangan, sebuah lemari besar yang ia yakini merupakan lemari baju, meja dan kursi kayu serta sebuah rak buku dengan sedikit buku, beberapa earphone salah satu baris, dan lemari setinggi setengah rak.

Kasur itu cukup empuk dengan sprei dan selimut lembut berwarna abu-abu tua. Rasanya Kaveh ingin tidur lebih lama, namun sebuah suara yang menyebalkan menginterupsi.

"Kau sudah bangun?"

Seketika Kaveh merinding. Ia kembali teringat ketika memergoki lelaki itu sedang memerah susu dari putingnya sendiri dan memasukkannya ke dalam botol.

"Hiyyy ... apa yang kau lakukan padaku?" tanya Kaveh sambil memeluk dirinya sendiri.

"Memindahkanmu sementara ke kamarku."

Tubuh Kaveh menggigil meski sedang tidak kedinginan. Dulu, ia begitu penasaran dengan kamar Alhaitham. Sekarang, dia malah merasa seram dan ingin mengambil langkah seribu dari ruangan itu.

"Itu ... susu yang kau taruh di botol itu ... susu yang kuminum? Kau menjual susu ini ke orang-orang Sumeru?"

Alhaitham tidak panik sama sekali. Dia memang sudah menduga kemungkinan Kaveh akan memergokinya dan dia tidak merasa khawatir meski Kaveh menyebarkannya. Meski para pembelinya akan merasa jijik, setidaknya tubuh mereka sungguhan bertambah tinggi.

Lagipula, produksi susunya bukan tidak diketahui sama sekali oleh Akademiya. Sebaliknya, dia malah bekerja sama dengan Azar dan beberapa petinggi lain. Hasil olahan susunya bahkan sudah diteliti oleh darshan Amurta. Rupanya, ada zat khusus yang merangsang pertumbuhan tulang pada manusia.

"Iya."

"Akademiya benar-benar sinting! Bisa-bisanya menyetujui produk menjijikan begini beredar di masyarakat! Aku harus protes sekarang juga!" seru Kaveh sambil menatap Alhaitham dengan jijik.

"Apa bedanya dengan bayi yang minum ASI? Meski kau peneliti Kshahrewar, harusnya kau tahu soal ini, kan?"

"Beda! Pertama, ASI itu berasal dari perempuan. Sedangkan kau ini laki-laki. Kedua, mana ada ASI dijual secara bebas dan dikonsumsi massal? Aku tahu kau ini kapitalis, tapi tidak mengira kalau kau segila ini."

Alhaitham sudah menduga kalau Kaveh akan bereaksi heboh begini. Dia segera menatap Kaveh lekat-lekat.

"Di dunia ini, kalau kau mau sukses, kau harus memanfaatkan peluang."

"Tetap saja, ini keterlaluan. Masa menjual produk semacam ini? Lagipula, kau ini laki-laki, kan? Bagaimana mungkin laki-laki memproduksi susu?"

Sebetulnya, Alhaitham mengalami kondisi medis langka. Semasa remaja, dadanya mulai mengeras dan bertambah besar. Semula, dia berpikir ototnya terbentuk karena dia aktif berolahraga. Namun tiba-tiba saja ada cairan putih yang cair dan mirip susu ketika dia menekan dadanya sendiri yang terasa keras dan agak berat.

Cairan putih itu tidak berbau dan setelah ia mengeluarkan cairan itu, dadanya tidak senyeri sebelumnya. Kala itu, ia iseng mencicipi cairan itu denga ujung jarinya dan rupanya itu merupakan susu.

Sejak itu, Alhaitham mengonsumsi susu dari tubuhnya sendiri. Dia pikir, itu hal yang bagus karena bisa menghemat uang. Toh dia cuma memanfaatkan apa yang diproduksinya sendiri.

Dalam waktu tiga bulan, tingginya yang semula cuma 160 sentimeter bertambah sampai 20 sentimeter. Ia berpikir ada yang aneh dengan dirinya, namun dia mengabaikannya karena tubuhnya sejauh ini tidak bermasalah. Ketika dia tidak memeras susunya, susu itu diserap kembali oleh tubuhnya dan malah membentuk otot-otot di tubuhnya.

Sesudah masuk ke Akademiya, dia berpikir untuk memulai menjual susu dari tubuhnya sendiri demi tambahan uang. Lalu susu itu mulai laris manis sesudah ada orang yang mengaku bertambah tinggi. Bahkan Azar sampai mengajaknya bekerja sama dan menjual susu itu setelah cucunya sungguhan bertambah tinggi.

Alhaitham bersedia. Sebagai gantinya, dia diberikan posisi sebagai sekretaris Akademiya --selain karena kecerdasannya yang memang menonjol, diberikan izin edar produk susu sesudah meneliti dirinya dan susu itu, mendapat pembagian hasil 75 persen. Namun Akademiya mendapat 25 persen dari keuntungan.

"Itu rahasia bisnis."

"Kemari kau! Aku harus memukul kepalamu biar otakmu berfungsi lebih baik,"

Kaveh segera beranjak dari kasur dan bangkit berdiri. Namun dia baru menyadari kalau celananya sudah berganti sekarang. Jangan-jangan ....

"Celanamu terkena muntahan. Jadi aku menggantinya."

Seketika Kaveh tersadar dengan apa yang dilakukan Alhaitam. Kalau lelaki itu sampai melepas celananya, berarti pasti sudah melihat tubuhnya. Jangan-jangan, lelaki itu sudah melihat area paling pribadi di tubuhnya.

"K-kau sudah melihatnya?"

Alhaitham mengasumsikan apa yang dimaksud Kaveh adalah pahanya yang tidak tertutup celana. Dia bahkan tidak berniat bertanya lebih detail, jadi dia langsung mengiyakan. Ia tak berniat meladeni Kaveh, jadi dia mengambil buku yang sebelumnya dia biarkan terbuka di atas meja.

Wajah Kaveh merona bagaikan buah sunsettia ranum. Ia merapatkan kedua pahanya sendiri, membayangkan kalau Alhaitham mungkin juga sempat menyentuhnya di area sensitifi ketika menggantikan celananya.

"Kau tidak menyentuhku, kan?" tanya Kaveh. Lelaki itu tidak menyadari kalau maksud pertanyaannya ambigu.

Alhaitham tidak menoleh sama sekali dan memilih membaca berderet-deret kalimat di buku yang sedang dipegangnya. Pertanyaan Kaveh jelas-jelas konyol, bagaimana caranya mengganti pakaian seseorang tanpa menyentuhnya sama sekali?

"Memangnya ada cara mengganti celana tanpa memegang tubuh sama sekali?"

Kaveh tak sempat melampiaskan amarahnya. Tubuhnya benar-benar lemas ketika membayangkan Alhaitham sudah menyentuhnya. Ini benar-benar mengerikan, sepertinya dia harus mencari rumah baru mulai sekarang. Kalau perlu, dia akan mengajukan diri menjadi peneliti yang berkelana ke luar Sumeru sekalian.

Detik berikutnya, terdengar suara tubuh yang berdebam dengan keras ke atas kasur, membuat Alhaitham terpaksa menoleh sekilas. Sepertinya, hari ini pun dia harus kembali mengurus penghuni gratisan yang sangat menyusahkan ini.

-Tamat-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro