Bab 6 Kerja kelompok
"Saat rasa itu tumbuh dengan sendirinya, ketika itu juga kenyataan pahit yang harus diketahui, haruskah mengubur rasa ini atau merelakan untuk terus bermekaran."
Khanza dan kedua sahabatnya berjalan menuju kantin, ia tidak lupa membawa kotak bekal purple dan juga sebungkus coklat yang tersisa. Senyumannya terukir ketika membayangi siapa pengirim dari bekal itu, ia bersyukur masih dikelilingi sahabat dan orang-orang yang menyayanginya.
Adiba memilih duduk di dekat jendela pembatas antara kantin dan taman belakang sekolah, Salma lebih memilih untuk membeli bakso malang. Khanza yang baru saja akan duduk di meja tersebut tiba-tiba tubuhnya disenggol oleh seseorang, hampir saja dia jatuh jika Firdaus tidak dengan sigap menopang tubuhnya.
"Siska, maksud kamu apa sih menyenggol Khanza!" Bentaknya
"Ups, maaf pak ketua OSIS. Siska engga sengaja, eh tapi niat deh," ucapnya tanpa ada rasa bersalah.
"Minta maaf ke Khanza sekarang!" Perintah Firdaus, seluruh siswa-siswi hanya menonton aksi Firdaus dan Fransiska.
"Ogah banget minta maaf sama dia, ngaku pemilik pesantren dan perusahaan properti terbesar di kota ini tapi masih aja bawa bekal. Engga mampu bukan woy untuk jajan di kantin ini, kalau memang miskin atau lebih tepatnya rakyat jelata. Jangan sok-sokan orang kaya, penampilan aja tidak sama sekali mencerminkan orang berada," ungkapnya.
Khanza hanya bisa menahan emosinya, sudah cukup selama kurang lebih dua tahun dirinya selalu dihina oleh Siska. Memang salah Khanza karena tidak ingin memakai semua fasilitas yang diberikan Ummi dan Abinya, Khanza ingin seperti Naufal yang meraih kesuksesannya tanpa bantuan ummi dan Abi. Walaupun nanti semua harta orang tuanya akan jatuh pada tangan Khanza dan Naufal, Nathan yang melihat keributan langsung berjalan menghampiri pusatnya.
"Bubar semuanya, Adiba bawa Khanza ke kelas kembali. Dan untuk kamu Fransiska aurelia, buat saya kamu tidak ada apa-apanya, kecantikan kamu saja tidak ada seujung kukunya Khanza. Mulutmu itu pedas layaknya netijen, sekali lagi saya lihat kamu mengusik hidup Khanza jangan harap akan tenang begitu saja. Camkan itu!" Peringat Nathan.
Fransiska merasa emosinya kian membara dalam hatinya, ia masih belum puas mempermalukan Khanza. Apalagi saat melihat wajah polosnya, membuat Fransiska semakin ingin membuat perhitungan pada Khanza.
Khanza dibawa oleh kedua sahabatnya untuk kembali ke kelas menghabiskan jam istirahat bersama, menurut Khanza saat ini kebahagiaannya adalah bersama Adiba dan Salma. Keduanya memang sudah dekat sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama, terkadang Salma dan Adiba selalu salah paham tapi Khanza menjadi penengah keduanya.
Setelah menghabiskan kotak bekalnya mereka bertiga bercengkrama seperti biasa, Nathan yang baru saja sampai di depan pintu kelasnya tersenyum saat melihat wajah cantik Khanza. Bibirnya terukir senyuman ketika melihat kebahagiaan kecil yang Khanza dapatkan saat ini, kakinya melangkah menghampiri meja Khanza tidak lupa dengan sekantung plastik cemilan untuk mereka makan.
"Loh, Nathan, ko ada disini sih?" tanya Salma basa basi ketika melihat plastik yang ditaruh oleh Nathan.
"Emang engga boleh ya gabung sama kalian, perasaan Adiba saja tidak keberatan kok. Betulkan Dib?" Tanya balik Nathan pada Adiba.
"Jika memang ingin bergabung tidak apa-apa kok, dan terimakasih untuk cemilannya."
"Oh iya, Nathan, terimakasih ya sudah menolong Khanza dari Siska," ucapnya.
"Tidak masalah kok, Za, lagian bukannya setiap manusia itu butuh pertolongan satu sama lain. Bahkan anjing dan kucing saja jika salah satunya terkena musibah pasti saling membantu satu sama lain, walaupun mereka selalu bertengkar sih."
"Za, nanti siang kita kerja kelompok dirumah kamu kan?" Tanya Adiba.
"Astagfirullah, Khanza lupa bilang sama Ummi. Kalau begitu sebentar ya ditelpon dulu biar Ummi menyiapkan cemilan kita dan makan siang," ucapnya dengan senyuman.
Khanza merogoh saku kemejanya, lalu mencari nomer Umminya. Setelah nada tersambung Khanza sedikit menjauh dari sahabatnya, sementara Nathan hanya memandang punggung Khanza.
Salma bercengkrama dengan Nathan, sedangkan Adiba hanya membaca sebuah novel yang beberapa waktu lalu dibelinya. Kegiatan ketiga temannya itu tak luput dari pandangan Khanza, ia terkesan dengan sikap baik dan perhatian Nathan.
Apalagi sekotak bekal yang tadi pagi dia terima diatas meja, menggambarkan kepedulian Nathan pada kesehatan Khanza saat ini. Ia bersyukur mendapatkan teman sebaik Nathan, walaupun Khanza masih suka cuek bahkan menganggap Nathan itu tidak ada. Tapi sebenarnya Khanza juga penasaran kenapa Nathan malah terang-terangan ingin mendekatinya. Setelah menghubungi Ummi Zulaikha, Khanza kembali duduk di kursinya.
"Ummi bilang kita boleh untuk kerja kelompok dirumah, hari ini Ummi spesial akan membuatkan cemilan dan makan siang untuk kita semua," ungkapnya dengan raut bahagia.
"Alhamdulillah Ummi memasakan makanan banyak untuk kita, tau aja kalau Salma merindukan makanan buatan Ummi yang tidak ada tandingnya."
"Ye dasar kamu Sal, pikirannya hanya makanan aja. Tugas dulu selesaikan baru makanan, kalau begitu kita tinggal pikirin bagaimana tugas makalah kita tentang penelitian pohon toge. Nathan, menurut kamu ada ide engga ?" Tanya Adiba, sedangkan Nathan memikirkan hal yang akan menjadi bahan makalahnya.
"Kalian pasti pernah meneliti proses pertumbuhan pohon toge bukan, nah menurut Nathan sih ini sangatlah klise. Dalam artian anak SD kelas 5 bisa membuat penelitian tersebut tapi kita harus lebih mendetail lagi sampai ke akarnya, terkadang saat praktek dan juga teorinya itu berbeda. Kalau mau sekarang kita ke ruangan laboratorium untuk memulai kerja kelompok, sebenarnya untuk bahan sudah Nathan bawa dan mulai eksekusi sih dari kemarin dan ada catatan penelitiannya juga." Nathan membuka buku catatan ilmiahnya lalu memberikan pada ketiga temannya itu.
"Berarti tugas kita hanya tinggal buat rumusan masalah dan pembatasan masalah, untuk latar belakang biar Khanza yang buat aja. Buat apalagi buang-buang waktu ayo kita ke ruangan laboratorium, Nathan bawa pohon togenya kan?" Tanya Khanza.
"Ada di dalam mobil, biar Nathan yang ambil kalian bisa langsung ke ruangan praktikum aja."
Mereka berempat pun terpencar setelah membagi tugas, Nathan berjalan ke parkiran untuk mengambil pohon togenya. Sementara Khanza dan kedua sahabatnya berjalan menuju ruangan biologi, setibanya diruangan mereka langsung memakai jas laboratorium. Khanza menulis rumusan masalah, sedangkan Adiba dan Salma memikirkan pembatasan masalah.
Nathan sampai diruangan laboratorium setelah mengambil pohon toge yang dia bawa, ia memakai jas laboratorium lalu berjalan menghampiri kelompoknya. Salma langsung mengambil pohon tersebut dan mulai menelitinya, sedangkan Adiba menulis hal terpenting untuk makalahnya itu.
Jam istirahat telah berakhir, Khanza dan teman-temennya memutuskan untuk kembali ke kelas. Pulang sekolah mereka akan kembali menyelesaikan tugasnya dan penelitiannya akan dilanjut besok pagi sebelum masuk kelas, sepanjang perjalanan Nathan mencoba mendekati Khanza. Sementara Khanza yang berada di sebelah Nathan merasa seperti terlindungi, pipinya bersemu merah ketika Nathan menceritakan saat dirinya tidak sadarkan diri.
***
Seluruh siswa dan siswi berhamburan keluar kelas setelah mendapatkan pengumuman pulang awal, karena masing-masing wali kelas mengadakan rapat dengan komite sekolah perihal kurikulum tahun ini. Dave dan kawan-kawannya bersorak kegirangan karena bisa langsung mengerjakan tugas kelompok, Khanza dan kelompoknya langsung meninggalkan kelas.
Nathan mengikuti langkah kaki Khanza, sesampainya diparkiran Nathan meminta Salma untuk ikut dalam mobilnya. Karena ia tidak tahu dimana lokasi rumah Khanza, Salma yang dengan senang hati menyetujui permintaannya. Sementara Khanza merasakan hatinya sedikit sakit ketika Nathan lebih memilih Salma, Adiba yang mengetahui perubahan raut wajah Khanza hanya bisa mengusap pundaknya.
Mereka berempat meninggalkan sekolah menuju rumah Khanza, Adiba melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Khanza yang dibonceng oleh Adiba hanya melamun memikirkan bagaimana Salma dan Nathan menghabiskan waktu perjalanan mereka saat ini. Tidak perlu memakan waktu lama diperjalanan akhirnya Adiba dan Khanza telah sampai lebih dulu, diikuti oleh mobil Nathan. Setelah mengucapkan salam, Khanza beserta temannya memasuki rumah.
"Eh anak Ummi udah datang, bagaimana sekolahmu hari ini sayang?" Tanya Ummi Zulaikha seraya memberikan punggung tangannya pada Khanza dan kedua sahabatnya sementara untuk Nathan Ummi menangkupkan kedua tangannya, Nathan yang ingin menyalami tangan Ummi langsung menarik kembali tangannya dan menangkupkan tangannya.
"Alhamdulillah baik Ummi, astagfirullah Khanza lupa untuk mengenalkan teman baru pada Ummi. dia adalah Nathan, Ummi," ucap Khanza dengan senyuman.
"Dia baru pindah kesekolah kami Ummi, dan beberapa waktu lalu yang menolong Khanza saat pingsan disekolah. Tadi juga Khanza menjadi bahan bullyan dari Siska untungnya ada Nathan dan Firdaus yang nolongin," ungkap Salma.
"Ih, Salma jangan jujur juga ke Ummi!" Ketusnya.
"Hm, sepertinya anak Ummi mulai pandai menyembunyikan sesuatu nih." Muka Khanza bersemu merah dan langsung meninggalkan ruang tamu untuk berganti pakaian.
"Ummi, Salma mau minta minum boleh,"pintanya.
"Eh, sampai lupa Ummi membuatkan minuman untuk kalian. Tunggu dulu ya, Diba bisa bantu Ummi tidak," pinta Ummi Zulaikha sementara Adiba dengan senang hati membantu Ummi.
"Nathan, bawa laptop engga?" Tanya Salma.
"Ada di mobil, sebentar Nathan ambilkan ya." Nathan meraih kuncinya lalu berjalan menuju parkiran mobil, Khanza berjalan keruang tamu untuk menghampiri sahabatnya itu.
"Eh, Adiba dan Nathan mana?" Tanya Khanza, matanya mencari keberadaan kedua orang tersebut.
"Nathan ngambil laptop, Adiba dipinjam Ummi kamu untuk membantunya. Salma udah punya rumusan masalahnya dan kita akan buat makalah beserta power point semenarik mungkin untuk persentasi nanti, semoga kelompok kita mendapatkan nilai tertinggi dari pada yang lainnya," ujarnya dengan mata berbinar.
"Aamiin, mangkannya kita harus extra dalam membuat tugas ini. Ayo kita mulai sambil menunggu yang lain datang," ajak Khanza pada Salma.
Adiba datang membawa nampan berisikan sepiring bolu pisang dan juga cupcake, sementara Ummi membawa nampan berisikan empat gelas minuman untuk mereka. Tidak lama kemudian Nathan membawa plastik supermarket dan juga tas laptop, Khanza membantu Ummi menata makanan itu. Sementara Adiba kembali ke dapur untuk menyimpan nampan setelah menaruh piring bolu dan cupcake ke atas meja.
Mereka berempat kembali bekerja kelompok, Khanza yang duduk disebelah Nathan sangat antusias memberikan masukan. Sementara Adiba dan Salma fokus untuk memikirkan tugasnya, matahari mulai terbenam tugas mereka pun akhirnya usai. Khanza dan kedua sahabatnya mengucapkan Hamdallah sementara Nathan hanya diam, Salma yang penasaran akhirnya menyuarakan isi hatinya.
"Hm, Nathan, Salma boleh tanya engga," ucapnya dengan ragu.
"Tentu saja kenapa, Sal?" Tanya Nathan yang sedang memasukan laptopnya kembali ke dalam tas.
"Kamu non Islam ya?" Tanya Salma dengan memicingkan matanya. Sementara Khanza yang sedang makan bolu tersedak tiba-tiba, Adiba langsung memberikan segelas jus jeruk pada sahabatnya itu.
"Iya, saya nonis. Tapi tenang saja, karena saya menghargai setiap agama. Memangnya kalian tidak ingin berteman dengan yang berbeda agama?" Tanya Nathan memandang ketiga gadis dihadapannya itu.
"Bukan begitu, kami sangat menghargai toleransi. Yasudah kita pamit yuk, ini sudah mau magrib lagian kesian Khanza ingin istirahat. Tugas sudah selesai tinggal tampil aja nanti saat persentasi, biar Nathan dan Khanza yang menjawab semua pertanyaan kelompok lain iya kan, Dib," ucap Salma dengan menaikan sebelah alisnya.
"Ye, kamu kebiasaan Sal, bagian menjawab pertanyaan malah menghindar tapi kalau memberikan pertanyaan yang sulit untuk orang lain kamu jagonya," sindir Adiba.
Khanza dan Nathan hanya tertawa melihat keduanya berselisih, setelah semuanya beres ketiga sahabat Khanza memutuskan untuk pamit pulang pada Ummi Zulaikha. Khanza mengantarkan kepergian sahabatnya keluar rumah, sebelum Nathan meninggalkan rumah Khanza. Ia memberikan paperbag yang sengaja dia siapkan dari malam, Khanza menerimanya dengan senyuman lalu membukanya.
Betapa bahagianya ketika mendapatkan enam coklat beserta boneka panda kesukaannya itu, Khanza mengucapkan terimakasih setelah itu Nathan kembali memasuki mobilnya bersama Salma. Lelaki itu membunyikan klakson sebanyak tiga kali sebagai makna bahwa dirinya akan meninggalkan rumah tersebut, setelah teman-teman Khanza pulang meninggalkan pekarangan rumah sebuah mobil Toyota hitam memasuki garasi diikuti dengan mobil Thunder putih.
Kedua lelaki berbeda usia itu turun dari mobil masing-masing, Khanza berlari menghampiri Abinya dan memberikan pelukan hangat. Naufal yang melihat perilaku adiknya hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mengacak rambutnya, Khanza yang kesal langsung menghentakkan kakinya. Abi mengajak kedua putra-putrinya memasuki rumah sebelum azan magrib berkumandang.
Salam rindu dari Muhammad Yusuf 💕💕
Yeay akhirnya bisa menuntaskan 1818 kata, maaf ya kalau pendek dan feel-nya tidak dapat. Soalnya baru banget selesai ngerjain tugas kantor dilanjut nulis Khanza demi kalian para pembaca setia loh, jangan lupa vote 🌟 dan komentarnya di bab ini ya guys 📝..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro