Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 9

Nadia baru saja menemui Aya, seorang gadis yang dua tahun lebih muda darinya, adik dari teman baik Nadia. Tadi pagi ia sudah mengetahui tempat pertemuan yang dimaksud dan segera bergegas ke sana. Tidak terlalu lama mereka bertemu, Aya menghampirinya hanya untuk mengantarkan dua kotak berbeda warna yang ia katakan sebagai titipan dari kakaknya.

Satu kotak berwarna merah adalah untuk Nadia, persis seperti warna kesukaannya. Beberapa benda kenangan antara dia dengan sahabatnya tersimpan rapi di sana. Mau tak mau air mata Nadia terjun bebas. Melihat hal ini sama saja membangkitkan kenangan yang ia bungkus rapi, kenangan membahagiakan dan menyakitkan yang bercampur menjadi satu.

Dan satu lagi, kotak biru tua, warna kesukaan lelaki yang ia kenal, dulu. Aya menitipkannya untuk diberikan pada lelaki itu, mengira Nadia masih berkomunikasi dengannya. Mungkin, mereka memang masih berhubungan, bahkan satu kampus dan fakultas. Namun, ada sebuah batas tak kasatmata yang membuat mereka menjadi orang asing bagi satu sama lain. Nadia bingung bagaimana ia harus menyampaikan titipan Aya kepada lelaki itu. Terlebih lagi, ini pasti akan menguak luka lama lagi.

"Di...." Seseorang memanggil gadis itu, membuat Nadia refleks menghapus air mata dan menyimpan dua kotak di tangannya dalam tas kertas yang ada di bawah kaki.

Dia sedang di balkon kelas sekarang, sendirian. Menatap kosong taman yang berhadapan langsung dengan tempat ia berdiri sekarang. Dan suara itu membuat ia mengalihkan perhatian, menoleh ke empunya suara.

"Cinta? Kok kamu ada di sini?"

Gadis dengan kemeja hitam dan bawahan marun itu menarik kedua ujung bibirnya. "Ada urusan. Ngapain kamu ngelamun di sini? Nggak kuliah?"

Desahan napas keluar dari mulut Nadia. "Masuk siang," jawab gadis itu. Matanya kembali menerawang pohon akasia yang menjadi obyek pengamatan sedari tadi, sekali lagi ia mengeluarkan napas melalui mulut.

Melihat ada sesuatu yang tidak biasa dari wajah Nadia, Cinta bertanya, "Kamu kenapa? Ada masalah?"

Pertanyaan Cinta sontok membuat Nadia terkekeh. "Emang persis cenayang kamu, Ta."

Cinta mengambil posisi duduk persis di samping Nadia, wajahnya antusias, bersiap ingin mendengarkan keluhan dari sepupunya. "Ada apa?"

"Entar aja deh sampai rumah aku ceritain." Meski Nadia mudah bergaul dengan orang lain tak lantas membuat Nadia menjadi pribadi yang terbuka, ia sering menyembunyikan isi hatinya. "Eh, serius. Kamu ngapain di sini?"

Cinta mencebikkan bibir kesal, sebenarnya dia malas menceritakan kejadian hari ini, tapi daripada menyimpannya dalam hati dan menjadi penyakit dia memutuskan untuk bercerita. "Lagi uji nyali."

Dahi Nadia mengerut. "Uji nyali?"

Cinta merapatkan tubuhnya ke Nadia. "Kamu inget cowok yang pernah aku ceritain waktu itu, nggak?"

Jari telunjuk Nadia menyentuh dagu, mencoba berpikir. Seingatnya hanya satu makhluk bernama cowok yang pernah Cinta bicarakan akhir-akhir ini. "Cowok kafe?"

"Yup. Entah apa dosaku hingga harus berhadapan dengan cowok itu lagi." Gadis itu terlihat tersiksa dan mukanya berubah menggemaskan, pipinya menggembung dengan dahi yang mengerut dalam.

Nadia sedikit mencondongkan tubuh ke arah Cinta, sejak cerita Cinta beberapa hari yang lalu tentang cowok di kafe, dia menjadi sangat tertarik mendengarkan. Nadia tidak pernah melihat muka Cinta seekspresif ini saat membicarakan orang.

"Kamu inget kemarin aku bilang aku masuk komunitas kepenulisan?"

Nadi mengangguk. "Ya, terus?"

"Dia ketuanya."

Beberapa detik Nadia terdiam, lalu detik selanjutnya gelakan tawa keluar dari bibir mungil itu.

"Kok malah diketawain, to?" protes Cinta yang justru membuat Nadia memperkencang volume tawanya.

"Aku bilang juga apa. Kamu jodoh kali sama dia." Keadaan berbalik, Nadia bisa membalas godaan Cinta padanya kemarin.

"Jodoh sama cowok angkuh, galak, sombong, dan dingin kayak dia? Cari penyakit itu namanya."

Nadia terkekeh. "Entar kemakan omongan sendiri baru tahu rasa lho, Ta."

"Jangan doain yang jelek dong, Di." Wajah Cinta mengiba. Jujur dia takut kalau itu benar-benar terjadi. Lelaki itu terbiasa berada di sekitarnya dan ia takut rasa penasarannya bertambah besar. Akhir-akhir ini saja dia sering mencuri pandang pada Biru

Sembari meredakan tawa, Nadia bertanya, "Dia anak fakultas mana, to?"

"Anak FBS juga. Kamu kenal Biru?"

Senyuman Nadia menghilang seketika, nama itu tak terdengar asing di telinga.

Tapi bukan hanya dia kan satu-satunya lelaki bernama Biru di dunia ini? Nadia meyakinkan diri sendiri.

"Eh? Itu orangnya." Cinta menunjuk ke suatu arah di belakang Nadia, dan gadis itu ikut menjulurkan leher untuk melihat. Seketika detak jantung Nadia terasa berhenti. "Yang pake baju hitam," ucap Cinta memperjelas.

Ya, itu orang yang sama dengan yang Nadia kenal. Banyu Biru, sosok lelaki yang ada di masa lalunya. Dunia memang sangat sempit.

***

Jujur ada sebuah getaran aneh saat menyadari lelaki yang Cinta ceritakan ternyata Biru. Entah apa arti dari getaran itu, ia tak tahu. Cemburukah? Irikah?

Mungkin.

Sudah lama gadis itu memiliki perasaan lebih kepada Biru, mereka mempunyai ikatan masa lalu yang sulit untuk dideskripsikan.

Ia cemburu karena Cinta bisa berdekatan dengan lelaki itu, bukan selalu dihindari seperti apa yang Biru lakukan padanya. Nadia iri karena Cinta bisa berkomunikasi intens dengan lelaki itu, tidak seperti dia yang dianggap tak pernah ada. Namun, di balik rasa iri dan cemburunya sisi lain di dalam hati Nadia bersyukur. Iya, ada secercah harapan baginya untuk menjodohkan Cinta dan Biru, orang yang sama-sama ia sayangi. Orang yang sama-sama berharga untuknya.

Nadia berpikir, mungkin saja Cinta bisa menyembuhkan luka lama lelaki itu, tak seperti dirinya yang sama sekali tidak berguna. Bahkan sampai sekarang Nadia tidak tahu bagaimana ia harus menyampaikan amanah dari Aya untuk Biru.

Benar, Birulah pemilik kotak berwarna biru tua itu, warna kesukaannya yang sekarang ia hindari setengah mati. Lelaki itu justru memilih warna hitam sebagai pakaian keseharian selama ini. Padahal dulu Biru selalu berkomentar kalau hitam hanya digunakan untuk melayat. Memang banyak yang berubah dari Biru. Biru yang dikenalnya dulu tidak seperti sekarang, dia sudah seperti orang yang tidak Nadia kenali lagi.

Nadia tersentak, teringat sesuatu. Pandangannya lurus menatap jendela, di luar sedang hujan deras. Matanya beralih ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam dan belum juga ada kabar dari Cinta, ia khawatir.

Kira-kira satu jam lalu, Cinta meneleponnya, meminta bantuan untuk dijemput karena motor gadis itu mogok. Namun, Nadia tidak bisa memenuhi itu karena kendaraan yang ada di rumah terpakai semua oleh anggota keluarga yang lain.

Nadia menyarankan agar Cinta menginap saja di rumah temannya, mengingat saat menelepon tadi langit sudah gelap karena mendung. Cinta sangat sensitif dengan hujan, dia bisa sakit berhari-hari ketika kehujanan. Daya tahan tubuhnya rendah dengan sesuatu yang berbau dingin.

Nadia sudah memperingati Cinta untuk segera menghubunginya setelah sampai di tempat yang ia inapi, tapi sampai sekarang kabar dari Cinta belum juga muncul.

Nadia mengambil ponsel yang ada di sebelah tempat tidurnya, ingin memastikan kabar dari Cinta, namun suara deru mobil di depan rumah mengurungkan niatnya, mengalihkan perhatian gadis itu dan berganti melihat siapa orang yang datang.

Sebuah Toyota Kijang hitam terparkir cantik di sana. Di bawah pohon mangga yang ada di depan pagar rumah. Dahi Nadia mengernyit, merasa tidak asing dengan mobil itu. Ia segera berlari keluar kamar, mengambil dua payung yang berada di gantungan dekat dapur. Satu payung untuknya dan satu payung lagi untuk Cinta.

Segera setelah jaraknya lebih dekat, ia menghentikan langkah, mulutnya menganga tak percaya. Apa yang ia lihat sekarang sama sekali tak pernah muncul dalam bayangannya.

"Di!" Cinta yang masih berada di dalam mobil melambaikan tangan padanya, membuat Nadia menelan saliva kemudian takut-takut mendekat ke mobil itu.

Dari tempatnya berdiri saat ini, ia dapat melihat lebih jelas wajah seseorang di balik kemudi.

Itu benar Biru? Biru mengantarkan Cinta pulang?

~bersambung

Wah! Kok bisa Cinta diantar Biru?

Buat yang udah baca, Pst! Jangan spoiler. 😂😂😂😂

Baca cerita ini secara lengkap di karyakarsa primamutiara_ ya 🤭🤭🤭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro