Page 2
.
.
.
Benar-benar suhunya sangat tidak mendukung musim kali ini. Padahal ini masih awal tahun tapi salju yang mencair sudah sebanyak ini.
Pikiranmu kalang kabut, terfokus pada satu hal. Tentu saja apalagi kalau bukan sosok yang menghampirimu kemarin. Membuyarkan segalanya, mengacaukan juga melepaskan semuanya. Sementara kau masih menggigit bibirmu, bergelut dengan pikiran sendiri, sosok itu kembali datang.
Senyumnya membuat dirimu merasa kesal. Kau mendelik padanya dengan tatapan, 'kenapa kau masih berada disini?'
Alih-alih bukannya menyapa, sosok itu tertawa lepas.
"Hahaha! Jangan tunjukkan tatapan seperti itu, [Name]! Biar kutebak, kau lagi tidak suka kalau aku berada disini, bukan~?"
Sudah tau malah nanya ulang, maunya apa sih. Kau membatin kesal.
Mendengus tertahan, kau membalikkan badanmu. Tak menatapnya sama sekali. Lantas dirimu berusaha menyibukkan diri, memainkan handphone. Tentu saja, si pria bertaring itu merasa diabaikan.
Tak tinggal diam, ia mencengkram tanganmu dengan erat. Menarikmu dengan paksa.
"Tunggu―apa-apaan?!" protesmu tidak terima.
Ia menyeringai, menaruh telunjuknya di bibirmu. Dengan rasa tak bersalah, "ssh~ ikut saja sini. Tidak usah berbicara lagi!"
Dan dengan perkataan itu mampu membuatmu diam menurutinya. Dadamu berdebar kencang. Wajahmu memerah, menahan malu. Kau menunduk, memikirkan bahwa kau tidak bisa seperti sosok yang berada di hadapanmu ini.
Tidak bisa bebas dan jujur sepertinya. Ingin sekali kau menggerutu dan memaki dirimu sendiri.
Kalian berdua melangkah, menuju Tokyo Tower. Bohong kalau dibilang kau tidak menikmati waktumu dengannya. Ya, menikmatinya sebelum dirimu benar-benar jadi milik orang lain.
Pintu lift terbuka, dan tangan yang hangat itu masih saja dengan erat menggenggammu. Membawa serta menuntunmu ke pemandangan indah, dinaungi oleh langit angkasa yang luas.
Sejenak, kau tertegun, kagum melihat pemandangan ini. Sudah berapa lama kau tidak beristirahat dengan memanjakan matamu? Sepertinya kau terlalu sibuk mengurus masalahmu hingga lupa untuk beristirahat dan hebatnya pemuda itu tau lalu membiarkanmu melakukannya.
Leo memperhatikanmu dari sudut matanya, tersenyum lebar melihatmu seperti itu.
Tatkala Leo asik menatapmu, dirimu tersentak kaget lalu menoleh ke arahnya dengan pipi yang merona.
"T-tunggu! Apa maksudmu membawaku kesini, Leo-senpai?!" tanyamu dengan wajah yang sudah berganti menjadi garang.
"Masih nanya lagi~? Eh, bentar―aku lupa alasan membawamu kesini itu apa!"
Ingin sekali melemparkannya dari Tokyo Tower jika saja kau tidak ingat bahwa itu merupakan perbuatan yang keji. Hm, tapi sepertinya tidak berlaku untuk jenis makhluk seperti dia.
Leo tertawa, kau mendelik. Sudah menjadi kebiasaan yang sering dilakukan ketika kalian berdua bertemu.
"Leo-senpai... aku sudah menyuruhmu untuk tidak menemuiku lagi, bukan? Lalu, kenapa kau masih menemuiku?" Kau membuka mulut, memecah suasana tidak nyaman ini.
"Tentu saja, karena aku menyukaimu lebih besar dari uchuujin, [Name]. Oh, dan kita masih punya janji juga lho." Nadanya berubah tak kekanakan lagi, tatapannya menghangat, senyumnya melebar, sikapnya mulai seperti saat ia bersama dengan adik kesayangannya.
Dasar, sok dewasa, batinmu kesal.
Kau menunduk, meremas pakaian yang tengah kau kenakan. Rasa gugup mulai melanda. Kau meliriknya dengan takut-takut. "Biarpun aku sudah ditunangkan dengan Eichi-senpai?"
"Hahahahaha~!"
Bukannya kaget atau melongo mendengarkan kata demi kata yang keluar dari bibirmu. Dirinya malah tertawa, mengeluarkan suara layaknya setan.
Ia mengulurkan tangannya, menyeringai lebar diselingi tatapan kesal.
"Karena hal itulah aku datang kesini, [Name]! Aku tidak suka jika milikku diambil oleh orang yang kubenci, uh! Maukah kau, my princess~?" ajaknya.
Tes
Matamu memanas, air mata mulai jatuh satu persatu. Sungguh, sikapnya yang kelewat bebas ini ikut menghilangkan rantai yang telah lama mengikatmu semenjak kepergiannya.
"Mana mungkin aku membiarkan ajakan bodohmu itu pergi begitu saja, Leo-senpai." Kau ikut memamerkan senyum.
Rencana jenius Leo seratus persen berhasil ketika dirimu menerima uluran tangannya. Dan siapa sangka, karena Leo lah dirimu berhasil untuk jujur akan perasaanmu.
Leo sangat senang. Hingga tak bisa menahan untuk memeluk dirimu dengan erat.
"Setelah lulus, akan kujemput kau dan ayo kabur bersama," bisiknya. Kau hanya mengangguk.
"Bodoh. Kenapa matahariku adalah orang seperti dia," gumammu yang tak didengar oleh Leo.
Dan berakhirlah narasi ini, diiringi dengan kalian yang berjalan bersama, turun dari Tokyo Tower dan akan memulai lembaran baru.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Omake
"Oh iya, ngomong-ngomong [Name]... sepertinya aku kelupaan sesuatu!" ujar Leo yang panik sendiri.
Kau balas mendelik dengan tatapan, 'bagaimana bisa kau lupa lagi?' padanya. Dengusan kasar keluar dari mulutmu sembari berucap, "apalagi yang kelupaan, Leo-senpai?"
"Aku lupa kalau sudah minta izin dengan si sialan itu buat membawamu, hehe~"
"..."
"Ga usah jemput aku pas kelulusan, yah."
"Eh?! Kok gitu, sih~?"
Kau berbalik, menyilangkan tangan dan berjalan menjauhinya. Di belakangmu, ada Leo yang mencoba untuk membujukmu dengan manja.
Padahal tadi sudah bagus suasana romantisnya, tapi tetap saja. Tsukinaga Leo adalah perusak suasana terbaik dengan sikapnya yang seperti itu, hah.
.
.
.
―END―
Uchuu~ mina-sama!
Akhirnya, project ini selesai walau dengan words dan chapter yang bisa dibilang sedikit, hiks. Fyi, chapter pertama berkisar 500+ words dan chapter ini berkisar 700+ words.
Kumi mengambil tiga kata untuk project ini ; honest, independent dan intelectual. Yah, maafkan kalau tidak sesuai dan terdapat ooc karena tulisanku yang ampas ( ;∀;)
Terimakasih untuk kalian yang sudah membaca sampai akhir dan juga Renka yang memperbolehkan ikut project ini (´;ω;`)♡
With love,
Kumi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro