act 02; persistent
✧✦✧
Gadis itu menghela napas pendek. Kakinya melangkah dengan dengan perlahan menuju UKS, lagi-lagi ia mengutuk anemianya lagi sementara berusaha untuk tidak kehilangan keseimbangan. Kepalanya terasa sakit, sekujur tubuhnya juga terasa tidak nyaman sedikit pun. Satu-satunya yang Kagami syukuri adalah dia tidak memiliki pelajaran olahraga setelah ini.
Ini masih jam istirahat, berarti Kagami memiliki cukup waktu untuk mengunjungi UKS dan setidaknya beristirahat sampai pelajaran dimulai lagi. Toh, kalau dia nantinya akan berakhir melewati satu jam pelajaran adik kembarnya akan mengabari guru dan meminjamkan catatannya pada Kagami. Kagami juga tidak akan terkejut kalau Kagaya sudah bersiaga untuk meminta izin agar kakaknya dapat dipulangkan terlebih dahulu nantinya.
Saat dia sudah mendekati UKS, langkahnya terhenti. Dia terdiam, netra magenta miliknya memperhatikan pemandangan yang tidak dia duga di hadapannya. Tepat di depan pintu UKS adalah Akutagawa, namun dia tidak seorang diri.
Yang berada di sekitar Akutagawa adalah tiga orang siswi. Kagami hanya bisa menebak kalau mereka adalah teman seangkatan Akutagawa, tetapi dia tidak yakin juga—ketiganya asing bagi Kagami. Siswi-siswi tersebut berdiri membelakangi pintu UKS, secara tidak langsung mereka menghalangi Kagami. Di sisi lain, mereka juga terlihat bersikeras untuk berbincang bersama Akutagawa, meski wajah Akutagawa terlihat masam.
Untuk beberapa saat Kagami hanya diam di tempat. Keberadaannya masih belum disadari, sehingga dia tidak perlu merasa canggung. Meskipun begitu, dia tetap merasa kurang nyaman. Pusingnya terlupakan, sekarang hanya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Seakan-akan dadanya ditekan erat sampai dia kesulitan bernafas.
Kagami tidak diam untuk waktu yang lama. 'Ah, mungkin anemiaku bereaksi lagi,' batinnya, membuang pikirannya mengenai perasaannya barusan. Dengan perlahan dan berhati-hati, siswi berambut cokelat beige itu melangkah mendekat.
"Akutagawa-senpai, maaf mengganggumu... bisakah aku meminta waktumu sebentar?" tanya Kagami. Tidak ada tanda-tanda keraguan darinya. Setidaknya Kagami bisa menggunakan pengetahuannya dari klub teater agar tidak terlihat goyah saat ini.
Empat pasang mata terfokus padanya, Kagami tidak terguncang karena perhatian tiba-tiba tersebut. Siswi itu hanya menyunggingkan senyuman kecil, setidaknya berusaha untuk tidak terlihat kurang sopan di hadapan kakak kelasnya. Untungnya tidak ada tanda-tanda kalau tiga siswi yang mengelilingi Akutagawa tidak menyukai kehadirannya, malah mereka terlihat ingin tahu.
Akutagawa, di sisi lain, mengerutkan keningnya. Dia bisa melihat betapa pucatnya adik kelasnya tersebut. Memang tidak terlalu pucat sampai sangat mengkhawatirkan, hanya saja Akutagawa tetap merasakan adanya sedikit kekhawatiran. Apalagi Kagami juga terlihat sedang kesulitan mengambil nafas.
"Apa yang kau butuhkan?" tanyanya. Sesaat terdengar dingin, hanya saja tidak ada yang mempedulikannya—toh, Akutagawa memang seperti itu. Akutagawa memfokuskan dirinya kepada Kagami, sementara kekesalannya pada tiga siswi yang menahannya memasuki UKS terlupakan begitu saja.
Kagami menyunggingkan senyuman kepada tiga siswi itu, seakan-akan meminta maaf tanpa mengucapkannya. "Aku butuh suplemen dari UKS. Senpai memiliki kunci rak obat, bukan?" tanyanya. "Kalau kau tidak keberatan, tidak apakah kau bisa membukakan rak obat untukku?"
Tanpa berpikir, Akutagawa mengangguk. "Tentu. Sebaiknya kau berbaring juga, wajahmu pucat," dia menambahkan. Pandangannya jatuh pada tiga siswi di hadapannya, sebelum dia melirik pintu UKS di belakang mereka. "Apakah kalian keberatan kalau..."
"Oh!" ketiganya segera bergeser. "Maaf menghalangi kalian! Tentu saja kami tidak keberatan!" kata salah satu dari mereka. Rasa bersalah menghiasi wajah ketiganya. "Kalau begitu sampai jumpa lain waktu, Akutagawa-kun!"
Akutagawa dan Kagami diam saja saat ketiganya meninggalkan mereka dengan tergesa-gesa. Saat mereka tidak terlihat dari jarak pandang keduanya, barulah Akutagawa menghela nafas panjang. Kagami sendiri tidak menahan dirinya untuk tidak tertawa, alhasil membuat Akutagawa menarapinya kesal.
"Kau masih cukup kuat untuk tertawa rupanya," gerutu Akutagawa kesal. Dia membuka pintu UKS dengan sedikit kasar, kakinya menapak dengan keras ketika dia berjalan masuk. "Cepat masuk. Pastinya akan merepotkan kalau kau sudah tumbang terlebih dahulu sebelum kau masuk ke UKS."
Lagi-lagi Kagami melepas tawa. Tidak sedikit pun ia merasa tersinggung dengan ucapan Akutagawa. Dia melangkah dengan hati-hati, kemudian duduk pada ranjang yang tersedia. "Maaf kalau aku mengganggu waktu luangmu," katanya. "Tetapi, sepertinya kau juga sedang kesulitan tadi, Akutagawa-senpai. Tidak ada terima kasih untukku?"
Bukannya dijawab, Akutagawa hanya menyodorkan segelas air putih kepada gadis itu. Matanya menatapi Kagami dengan tajam dan kesal. "Aku tidak butuh bantuan atau apa pun, aku baru saja akan meminta mereka untuk membiarkanku masuk. Kau saja yang kebetulan datang di waktu yang tepat," katanya pelan.
"Aku tetap datang di waktu yang tepat, bukan?" Kagami tersenyum sembari menerima gelas itu. "Bukankah itu hal yang bagus?"
Untuk beberapa saat keduanya hanya menatapi satu sama lain dalam diam. Senyuman Kagami tidak sirna, begitu pula dengan tatapan tajam Akutagawa. Kagami sendiri tidak sepenuhnya merasa terintimidasi. Memang tatapannya mengerikan bagi gadis itu, namun dia tahu kalau Akutagawa benar-benar tidak menyukai kedatangannya siswa itu pasti hanya akan memberikannya obat kemudian pergi atau mengabaikannya. Lagipula, Akutagawa tidak akan banyak berbicara kalau dia benar-benar tidak menyukai Kagami.
Pada akhirnya siswa itu menghela nafas. Dia memberikan Kagami obat yang dia butuhkan, sebelum duduk di kursi yang tersedia. "Cepat minum saja dan istirahat," gerutunya. "Apa kau tidak pernah berpikir untuk membawa obat sendiri agar kau tidak perlu pergi ke UKS? Kau hanya akan menyusahkan tubuhmu kalau terus menerus seperti ini."
Kagami mengalihkan pandangannya sembari menelan obatnya. Dia meminum air putih dari Akutagawa sampai habis, sebelum menatapi kakinya sendiri. "Setidaknya kalau seperti ini aku memiliki alasan untuk bersamamu..." gumamnya pelan.
Keheningan mengisi UKS. Kagami membeku di tempat, genggamannya pada gelas semakin erat saat dia tersadar kalau dia baru saja mengucapkan secara langsung. Perlahan netra magentanya bergeser untuk melihat Akutagawa, dalam hatinya ia berharap kalau Akutagawa tidak mendengarnya dan terlihat kebingungan.
Hanya saja Akutagawa menatapinya dengan terkejut. Matanya terbuka lebar, mulutnya juga sedikit terbuka. Pipinya berubah mewar, namun sangat tipis sehingga Kagami tidak terlalu yakin. Tetapi gadis itu yakin kalau Akutagawa pasti mendengar ucapannya, kemungkinan terbesar (dan terburuk) mendengar dengan jelas juga.
"Tunggu, b-bukan itu maksudku!" pekik Kagami panik. Wajahnya langsung berubah merah, seperti akan mengalahkan warna matanya sendiri. "A-Aku tidak bermaksud mengatakannya seperti itu! Maksudku aku berniat untuk membawa obatku sendiri tetapi hari ini aku melupakannya! D-Dan meskipun begitu, aku masih bisa meminta bantuan darimu... seperti itu..."
Keduanya duduk dalam keadaan canggung. Akutagawa mengalihkan pandangannya dari adik kelasnya, sementara Kagami hanya bisa menyembunyikan wajahnya pada dua telapak tangannya. Ada erangan pelan dari Kagami, seakan-akan dia akan menangis dalam waktu dekat kalau dibiarkan begitu saja.
Akutagawa pun terbatuk. "Akan berbahaya kalau kau pingsan nantinya," tegurnya pelan. "Bukan hanya itu, kau bisa menyusahkan adik dan teman-temanmu juga. Kau tidak ingin melakukannya, bukan?" tanya Akutagawa. "Mungkin kau tidak ingin membuat yang lain khawatir, tetapi kalau kau seperti ini terus kau hanya membuat mereka kesusahan."
Kagami mencibir kecil. Skak mat, Akutagawa berhasil menebaknya. Dia mendengus kesal sembari merapikan poninya sendiri, kemudian berkata, "Senpai juga," sembari menatapi Akutagawa dengan cemberut. "Kau juga perlu menjaga dirimu. Batukmu masih belum sembuh juga, bukan? Tetapi kau masih memaksakan dirimu untuk mengikuti pelajaran olahraga dan klubmu..."
Pemuda itu menggeleng pelan. "Saat ini bukan tentang keadaanku, tetapi tentangmu," kata Akutagawa tegas. "Bagaimana pun juga kau perlu menjaga dirimu bukan? Kau yang menegurku begitu tetapi kau tidak bisa menjaga dirimu baik-baik," gerutunya kesal.
Lagi-lagi wajah Kagami menjadi merah. Dia menggumamkan kalimat-kalimat tidak jelas, kali ini Akutagawa tidak berhasil mendengar apa yang dia ucapkan. Matanya menatapi Akutagawa dengan sinis untuk beberapa saat, sebelum akhirnya dia menghela nafas panjang dan mengalihkan pandangannya.
"Maaf sudah menyusahkanmu," katanya. "Selanjutnya aku akan berhati-hati. Selain itu, terima kasih banyak sudah membantuku," dia menambahkan. Kagami tersenyum tipis sembari menatapi Akutagawa.
Akutagawa mengangguk pelan. "Baguslah kalau begitu," katanya sembari berdiri dari duduknya. "Mungkin lain kali kau bisa meminta bantuan Yosano-san, dia anggota komite kesehatan sekolah ini. Aku tidak bisa selalu membantuku," tambah pemuda itu. "...dan juga... apa yang membuatmu lebih sering meminta bantuanku?"
Netra hitam bertemu dengan netra magenta. Kagami mengerjapkan matanya untuk beberapa saat. Dia kemudian tertawa pelan sembari memainkan jemarinya. Lagi-lagi wajahnya merona, namun dia tetap menjawab pemuda itu sembari tersenyum lembut.
"Aku hanya suka berada di sekitarmu, seperti itu..."
Akutagawa terdiam. Dia tidak tahu sudah berapa kali gadis ini mengejutkannya, hanya saja semakin lama dia merasa bukan dirinya yang biasa lagi. Pemuda itu diam untuk waktu yang cukup lama, sebelum dia membuka mulutnya. Dia baru saja akan mengatakan sesuatu, namun dering bel mengalahkan suaranya.
Bel itu adalah penanda waktu istirahat telah berakhir. Kagami yang tersadar langsung berdiri dari duduknya, sesaat terdiam karena pusing akibat berdiri secara tiba-tiba. "Pelajaran akan dimulai, sebaiknya kita segera kembali ke kelas masing-masing," katanya.
Sesaat Akutagawa hanya menatapi Kagami dengan tidak setuju, mengingat keadaannya barusan. Hanya saja dia tahu kalau berargumen hanya akan membuat mereka sama-sama terlambat, sehingga dia hanya mengangguk sembari menghela nafas pendek. "Kalau begitu biarkan aku mengantarkanmu ke kelasmu," katanya sembari berjalan menuju pintu.
"Oh, itu tidak perlu, Akutagawa-senpai," tolak Kagami. Dia berjalan menuju pintu UKS ketika Akutagawa membuka pintu tersebut, kemudian menghadap pemuda itu saat melangkah keluar. "Bagaimana kalau kau berakhir terlambat ke kelasmu sendiri? Aku tidak tahu kalau guru yang mengajar kelasmu saat ini mentoleransi keterlambatan atau tidak."
"Aku tidak menawarimu, aku memaksa," jawab Akutagawa tegas. "Memangnya kau bisa berjalan dengan lurus dengan anemiamu saat ini?" dia menambahkan sembari melipat dua lengan di depan dadanya. Tatapannya menantang Kagami untuk menolaknya kembali.
Untuk beberapa saat Kagami hanya menatapi Akutagawa dengan masam. Pada akhirnya dia mengangguk pelan dan menyerah. "Baiklah kalau begitu," katanya perlahan. Alisnya berkedut saat Akutagawa menghela nafas dan terlihat bangga. "Kenapa kau bersikeras seperti ini? Keras kepala sekali..."
"Hm? Apa aku perlu membawakanmu cermin?" tanya Akutagawa. Dia melangkah bersama Kagami menuju kelasnya. "Siapa yang keras kepala untuk menemaniku dan membujukku untuk pulang karena keadaanku? Siapa juga yang keras kepala untuk tidak membuat teman dan adiknya khawatir?"
"Apa kau perlu mengatakannya, Ryuu-san?" gerutu Kagami sembari menatapi Akutagawa tajam. Dia mendengus kesal saat mendengar Akutagawa tertawa pelan dan menyunggingkan senyum kemenangan kepadanya. Dia masih terlihat kesal untuk sesaat, sebelum tertawa juga setelah diam untuk beberapa waktu.
'Ah, aku memang ingin berada di sekitarmu...'
✧✦✧
Akhirnya up! Sisa satu chapter lagi!
Semoga kalian menikmati chapter ini!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro