Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Angsa vs Gagak

"Tooru, bangun! Nanti terlambat, lho!"

Sayup-sayup suara Miho mengetuk telinga sang anak. Sepasang hazel membuka, mengerjap, membangkitkan tubuh, lalu meregangkan lengan. Tangan kanannya menutup mulut yang terbuka lebar; menguap.


Tooru menyibak gorden, membiarkan cahaya matahari menyinari ruangannya. Lengan diregangkan sekali lagi sebelum alpha itu mengambil handuk kecil dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah dua puluh menit dihabiskan untuk menyiapkan diri, akhirnya surai hazel itu keluar dengan seragam sekolah melekat di tubuhnya. Wajah dan rambut bantalnya pun sudah menghilang. Tooru tampak seperti gelandangan yang baru saja disihir oleh ibu peri; tampak tampan dan rapih. Tubuh tegapnya menambah sisi gagah pada remaja tanggung itu.

Tooru menuruni tangga bersama tasnya yang digantung di genggam tangannya. Sosok wanita bersurai senada dengan dirinya menyambut pandangan; itulah Miho Oikawa, ibu dari Sang Raja Besar. Miho menoleh, menyunggingkan senyum dan meletakkan menu sarapan Tooru di atas meja. "Selamat pagi, Tooru."

Tooru membalas sapaan sang ibu seraya menarik kursi, "Selamat pagi, Okaa-san!" Dengan senyum lebar. Miho mengangguk dan tersenyum tipis kala melihat Tooru kini sedang menikmati menu sarapannya.

Tooru meraih remote tv dan menyalakan benda pipih berbentuk persegi panjang itu. Tangan kanannya tetap setia menggandeng gagang sendok sembari mengganti-ganti saluran acara. Tooru melahap potongan omurice di sendok ketika saluran yang dia inginkan sudah berada di depan mata.

"Pertandingan Akademi Shiratorizawa dengan SMA Karasuno akan dilakukan hari ini, kan?" Miho membuka topik karena saluran teve yang anaknya inginkan. Tooru mengangguk kecil, "Iya. Aku ingin menontonnya di stadion hari ini, setelah pulang sekolah."

"Baiklah. Tapi, jangan pulang terlalu larut, ya." Ucap Miho, mengingat Tooru pulang jam setengah 12 malam kemarin. Si Oikawa kecil mengangguk, namun Miho enggan apakah dia benar-benar mendengar peringatan dari ibunya atau tidak, Karena seluruh indra Tooru sudah tertuju pada tayangan dan topik yang sedang dibahas dalam acara itu.

"Pertandingan final Turnamen Musim Semi prefektur Miyagi voli putra antara Akademi Shiratorizawa dengan SMA Karasuno akan dimulai hari ini, pada jam 3 sore, ya?"

"Ya, benar sekali! Pertandingan ini akan menjadi penentu sekolah mana yang akan bertanding di tingkat nasional untuk mewakili prefektur Miyagi."

Lawan bicara dari sang MC mengangguk. "Akademi Shiratorizawa selalu memiliki prestasi bagus dalam bidang olahraga voli. Bagaimana SMA Karasuno akan melawan mereka, ya?"

"Eits, jangan salah dulu! Dulu, SMA Karasuno adalah salah satu unggulan prefektur Miyagi. Apalagi, sekarang ada Kageyama Tobio dan Nishinoya Yuu di tim voli putra mereka."

Tooru mengangguk setuju. Adik kelasnya pada SMP dulu memang orang yang jenius dalam voli, dia akui itu. Lalu, Nishinoya Yuu adalah penerima penghargaan sebagai Libero terbaik saat dia masih SMP.

"Ugh, tapi tetap saja kesal!" Batin Tooru menjerit marah, dilampiaskan pada gagang sendok yang malang.

"Oh iya, Tooru, temanmu yang semalam itu baik, ya."

"Hah?" Tooru menoleh heran, kenapa ibunya tiba-tiba berkata begitu?

"Dia dari pihak lawanmu yang kemarin, kan? Kalau nggak salah yang dari SMA Karasuno."

Tooru memicingkan mata curiga. Jangan-jangan Suga-chan berbuat ulah lagi, batinnya suudzon.

Miho terkekeh, "Setelah kamu masuk kamar kemarin, dia mengetuk pintu dan memberikan sebungkus roti susu, lho. Beruntung sekali kamu memiliki lawan yang baik sepertinya."

Tooru yang akan melahap sesendok omurice, menjatuhkan sendok malang tersebut dengan dramatis. Manik hazelnya melotot horror dengan sudut mulut yang berkedut.

"... Okaa-san nggak akan menerima dia menjadi menantu mama setelah sogokan itu, 'kan?"

Kini, Miho yang menelengkan kepala sebagai pertanda tidak mengerti dengan ucapan anaknya. "Maksudmu, dia adalah pacarmu?"

"Nggak! Dan amit-amit kalau sampai begitu!!"

***

Oikawa mengeratkan jaket yang dia kenakan sebelum memasuki gedung tempat terlaksananya turnamen. Langkah kaki membawa tubuh jangkung itu memasuki gedung yang menjadi saksi bisu atas kegagalan Aoba Johsai kemarin. Setelah sejenak berkeliling dan mencari tempat duduk yang pas, akhirnya ia menempati satu bangku.

Oikawa meraih kacamata yang sedari tadi ia kantungi di saku jaket. Kini, dia bisa melihat pertandingan menjadi lebih jelas. Si mata empat Karasuno dan adik kelasnya yang (tidak) imut sedang melakukan block pada spike dari Ushijima Wakatoshi. Seperti yang Oikawa prediksi, mereka sengaja melakukan itu untuk memaksa Ushijima melakukan spike lurus; yang di belakang terdapat libero hebat mereka, si nomor 4 Nishinoya Yuu.

Semuanya terlihat normal, kawanan gagak melakukan break karena si mata empat Karasuno yang memiliki pengamatan teliti dan berotak cerdas. Oikawa mendecih, mau Ushijima atau Kageyama yang akan menang nanti, dia tetap akan kesal.

"Ayo, ayo, ayo, ayo Kageyama!!"

"Lagi, lagi, lagi, Ushijima!!"

Kurva Oikawa melayu, wajahnya semakin terlihat masam untuk dilihat karena alisnya yang berkerut. Mesti banget ya tim supporter menyebut dua nama yang haram untuk telinga suci Oikawa?

"Chance ball!" Libero Karasuno berteriak, yang seketika bola dilambungkan kembali oleh sang kapten. Selanjutnya, setter mereka yang jenius pun mengambil bola itu dan melakukan toss pada sang ace.

"Asahi-san!"

Spike super dari si ace berhasil dihentikan oleh nomor 5 Shiratorizawa, yang bersurai merah. Kalau Oikawa tidak salah ingat, namanya adalah Satori Tendou, orang yang terkenal dengan guess-block yang tajam.

Tring!

Oikawa meraih handphonenya yang berdering karena ada pesan yang masuk. Hazel itu menyipit, dari nomor yang tidak dikenal. Dari riwayatnya, nomor itu telah menelepon Oikawa berkali-kali kemarin.

To: Oikawa-chan!
From: 08XXXXXXX

Aku ada di belakangmu!

Oikawa menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapa-siapa. Terheran-heran, akhirnya dia mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Lelaki itu menelengkan kepala, siapa yang kemarin meneleponnya berkali-kali, ya?

"Nomorku jangan lupa di save ya, Oikawa-chan!"

Sepasang hazel terbelalak, bulu kuduk berdiri serta bulir dingin mengucur dari pelipisnya. Dia baru ingat. Dia baru ingat siapa yang mengganggu ajang galaunya karena kalah dari Karasuno kemarin: Si Beo Abu dari Karasuno.

Oikawa bergidik, lalu lantas berdiri dan mencari tempat duduk lain yang kira-kira tidak akan Koushi temukan. Lega menyelimuti saat posisi tersebut akhirnya ditemukan, walau agak jauh letaknya dengan pintu keluar. Baru saja ingin menghirup wangi khas gedung stadion dengan tenang, tiba-tiba suara yang sangat familiar menginterupsi.

"TENANGLAAAH!!!"

"Glek!!"

Oikawa menatap sisi kanan dari tempatnya merebahkan bokong. Surai perak yang sedang dia hindari sedang berada di posisi supporter Karasuno paling depan, berdampingan dengan manajer pirang Karasuno yang tak kalah manis dengan yang berkacamata (dan berpawang banyak). Pasang hazel itu menyalang bersamaan dengan alis yang menukik keras. Ukiran manis bak malaikat seolah-olah sudah lenyap dari wajah itu.

"KENAPA KALIAN GUGUP, HAH!? APA KARENA ADA KRU TEVE?!!"

Umpatannya sejenak berhenti. Surai perak menarik nafas seperti sedang mengumpulkan tenaga dari tubuhnya yang paling dalam demi mengeluarkan suara yang dapat menggemakan seisi gedung.

"JANGAN BERCANDA, BOGE!!!" Manajer pirang Karasuno kerepotan untuk menarik Koushi kembali ke tempat duduknya. Oikawa berdalih menatap para gagak, si chibi bersembunyi di belakang si botak, dan kapten mereka yang berusaha untuk menenangkan Koushi.

"T-tenanglah, Suga!"

"MAKANYA, MAIN YANG BENER!!"

Mereka berdua akan terus begitu jika hakim lapangan tidak membunyikan peluitnya.

Alpha hazel itu menghela nafas, suara Koushi yang menggema tadi benar-benar membuat jantungnya copot sejenak.

"DUAR!!"

"UWAA!!!"

Sugawara Koushi, mencekek leher Oikawa dari belakang dan berteriak di pendengaran malang milik sang alpha. Oikawa megap-megap, Koushi tergelak di belakang masih dengan tangan yang mencekik lehernya.

JEDUG!

"Itta!"

Koushi menggembungkan pipinya sembari mengusap dahi yang menjadi korban dari pukulan maut kepala batu Oikawa. "Jahat sekali!"

"Jahat mana dengan kau yang mencekikku?!"

Surai perak meletakkan telunjuk di bawah dagunya. Hazelnya memejam, tangannya yang lain mengepal sembari mengetuk ke dahinya sendiri. Keringat dingin pun mengucur dari pelipisnya, seolah sedang berusaha menjawab soal logaritma yang mendadak keluar di pelajaran bahasa. Melihat kejadian Koushi yang mendadak jadi pemikir, Oikawa jadi ikutan tegang, menanti jawaban.

Tiba-tiba, hazel Koushi membelalak bersamaan dengan mulutnya yang membentuk O raksasa. "Oikawa-chan yang lebih jahat!" Tak lupa dengan jemarinya yang menjentik, menciptakan suasana imajiner lampu menyala di atas kepala omega tersebut.

Oikawa menjengit, "Itu adalah perilaku pembelaan diri, boge!!"

"Tehee, ternyata aku salah!"

"Tehee janaii!! Lalu, ada apa dengan pesan aneh yang kau kirim ini? Kau mengirimku yutul apa gimana!?" Cecar Oikawa seraya menunjukkan pesan Koushi yang baru dikirim padanya beberapa menit lalu. Koushi ber-oh ria, "Ohh, kamu terlalu cepat membaca pesannya! Harusnya baca saat sesudah aku berlari ke belakangmu, tahu!"

Oikawa menatap datar makhluk di depannya, "Mana kutahu ..."

Surai hazel menarik nafas dan membuangnya perlahan, lelah dengan kekonyolan Koushi. "Lalu? Kenapa kau sekarang ada di sini?" Oikawa menyender pada bangku. "Bukankah kau harusnya berada di tim supporter Karasuno?"

Koushi menelengkan kepala, mulutnya ditarik ke atas. "Eeh? Bukannya Oikawa-chan yang merengek minta ditemani?"

"Hoaks!!"

Gelak Koushi terdengar, jengkel semakin dirasa Oikawa. Menghadapi Koushi selalu menyebabkan pening pada otaknya. Kerandoman omega berparas manis namun perilakunya tidak serupa, sama sekali bukan tipe yang bisa Oikawa hadapi dengan mudah.

"Aku khawatir, makanya aku kemari."

Hazel mengerjap, pemiliknya menolehkan kepala pada topaz lawan bicaranya. Empu surai monokrom itu menatap lurus ke lapangan tempat rekan-rekannya bertanding dengan senyum terpatri di rupawannya, lengan ia tumpu pada besi yang menghalangi penonton dan pemain di bawah sana. Kurva meluas bersama dengan topaz yang menyipit itu sama sekali tidak mengalihkan atensinya pada wajah lawan bicaranya.

Oikawa memicingkan mata, tidak suka ketika orang di depannya ini tidak menatap pemuda tampan yang dia ganggu tadi ketika sedang asyik menonton pertandingan. Meski begitu, Oikawa tidak mengatakan apapun dan ikut menopang lengan di barisan perak.

"Bukannya aku yang seharusnya khawatir padamu?"

"... Eh?" Koushi mengalihkan pandangannya, menatap alpha yang berada di sampingnya dengan pasang topaz membesar. Oikawa mengangkat bahu, tidak acuh. "Pandanganmu itu, kau juga ingin ikut bertarung bersama mereka, 'kan?"

Mulut terbuka, tapi menutup lagi. Koushi menunduk, mengeratkan genggaman pada jaket hitam yang membaluti tubuhnya.

"Kau ingin menjadi pemain, namun suatu kompleks menghala--"

"Aku akan mengikuti pertandingan nasionalnya."

Oikawa memutar malas bola matanya, "Jangan memaksakan diri. B-bukan berati aku khawatir padamu, sih!"

Koushi terkekeh kecil dan menopang dagunya di atas lengannya sendiri, "Tidak apa, kan? Toh, yang akan membayar mesin untuk memperbaiki tubuhku nanti kan kamu, Oikawa-chan~"

"Mana ada!!" Oikawa menjengit dan menunjuk Koushi dengan jari tengah, entah sengaja atau karena refleks. "Dan, aku juga tidak akan jatuh padamu, Suga-chan!" Lanjutnya dengan berani. Koushi menyeringai, "Oh, begitukah?"

Oikawa mengangguk keras. Koushi terkekeh, semakin membenamkan wajahnya di lengannya sendiri dan pandangannya lurus ke bawah.

"Aku terkesan tidak mau berusaha, ya? Ikut tanding saat di nasional saja, di saat yang lain berusaha mati-matian untuk membuat Karasuno maju ke tingkat nasional."

Oikawa mengangkat bahu, "Mau bagaimana lagi? Jika kau baru membaik saat musim semi tiba, tidak ada yang bisa dilakukan. Itupun kalau Suga-chan beneran ada penyakit, sih."

"Hidoii na!"

Koushi tersenyum tipis sebelum beranjak dari tempat duduknya. "Kalau begitu, aku mau kembali ke sana. Ingin melaksanakan tugas sebagai manajer magang Karasuno! Kalau kangen, nyusul aja ke sana, ya~"

"Nggak akan kangen! Sana pergi!!"

Perak menyunggingkan senyum dan melenggang pergi. Jaket hitam tidak digunakan dengan benar, sehingga Oikawa hanya bisa membulatkan matanya ketika melihat seragam pemain Karasuno nomor 2 melekat di tubuh omega itu. Oikawa terkekeh, nampaknya Nomor 2 Karasuno belum akan tergantikan.

***


"Suga sejak kapan akrab dengan kapten Aoba Johsai, ya ..."

Asahi menganggukan kepalanya sesudah menegak air minum. "Entahlah, tapi sepertinya dekat sekali? A-- kepalanya dijeduk."

"Uwooh, aku juga ingin dekat dengan Grand King!" Hinata melompat-lompat antusias, direspon lemparan handuk oleh sang setter. Tak lama, keduanya ditengahi oleh Kiyoko, "Mumpung sedang time, lebih baik kalian gunakan untuk memulihkan diri." Tegur Kiyoko menggeleng-gelengkan kepalanya. Tanaka dan Nishinoya lantas menuruti keinginan putri mereka (walau Kiyoko tak mengakui keberadaan mereka sebagai penjaga Kiyoko).

"Sugawara itu ... apa dia juga sedang digoda, ya?"

"HAH?!" Daichi dan Asahi lantas menoleh berbarengan pada Kiyoko. Beruntung mereka tak lupa untuk menelan air sebelum berteriak shock begitu.

Kiyoko menaikkan kacamatanya sembari memeriksa data pemain Shiratorizawa (untuk ke yang 10 kalinya), "Saat latih tanding lalu, dia menggodaku saat Nishinoya dan Tanaka tidak ada."

"HAAHH?!!" Kali ini bukan dari Daichi dan Asahi, namun dari dua lelaki yang mengaku-ngaku sebagai pawangnya Kiyoko. "Memangnya saat itu kami kemana?!"

"Nishinoya mengajari Sugawara rolling thunder, Tanaka waktu itu tidak masuk."

Asahi mencelos, "Oh, rolling thunder yang tidak sengaja berevolusi menjadi rolling thunder double itu ya?"

"Dan aku yang menjadi korban tabrakannya Suga ..." Daichi menghela nafas.

.

.

.

.

.

A/N: Kelamaan nyari ide, jadinya lama update deh :") maafkan aku ueueue.












Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro