Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Koushi si Pengganggu!

Aoba Johsai sudah gugur dalam babak eliminasi Turnamen Musim Semi bola voli tingkat SMA. Masing-masing dari mereka diberi titah untuk kembali ke rumah masing-masing untuk mengistirahatkan tenaga dan mental.

Oikawa menghela nafas berat, Iwaizumi juga melakukan hal yang sama. Perasaan mereka selaras. Pahit, masam, apa saja selain sensasi manis menggembirakan layaknya sebuah parfait. Hanya derap kaki yang mengisi kekosongan di antara dua remaja tersebut. Meski berjalan pulang bersama, jiwa mereka berada di alam lain.

Tidak ada pembicaraan sampai keduanya mengucapkan jumpa, memasuki rumah masing-masing. Nyonya Oikawa menyambut sang putra tersayang, disahut oleh Tooru dengan riang; topeng seperti biasa.

Nyonya Oikawa- ibu dari Tooru, tidak bertanya mengenai hasil turnamen. Wanita cantik itu tidak ingin menambah hujan di hati sang anak. Beliau tersenyum hangat dan membelai surai putranya yang berwarna senada dengan miliknya, "Okaa-san membuat roti susu kesukaanmu hari ini. Nanti dimakan ya, Tooru."

Tooru bisa menjadi aktor dengan mudah jika dia ingin. Binar di pasang hazel, senyum manis bak gula, serta gerak tubuh yang nampak bersemangat. Sayang sekali, ibunya tidak terkena hasutan dari rekaan Tooru sang anak. Bagaimanapun juga, wanita itu yang mengandung Tooru selama 9 bulan dan melahirkannya pula. Membesarkan ia, memberinya kasih sayang dan fasilitas yang anak itu butuhkan selama tumbuh kembangnya. Sifat Tooru yang ini menurun dari dirinya sendiri.

"Dan, istirahat yang cukup ya, Tooru." Penuh kasih sayang ucapan yang Miho-- ibu Tooru katakan. Tooru tidak kuasa, akhirnya berpamit dan bergegas masuk kamar dan menguncinya. Isak tangis ditahan dengan sengaja oleh kain lengan baju.

Tooru merebahkan tubuhnya yang terasa lemas ke atas kasur, dan menggulung sekujur dirinya dengan selimut tebal. Ruangan itu gelap, cahaya remang-remang bulan yang menyusup memasuki jendela yang sedikit terbuka tidak terlalu berguna untuk menerangi kediaman tidur Sang Raja Lapangan Voli Seijoh. Hening yang tadi menyelimuti, mendadak tersibak karena isak sendu remaja tanggung.

"Tiriring!"

Dering dan lampu handphone menyala, mengelukan pemiliknya bahwa ada pesan SMS untuknya. Namun, Tooru tak menggubris. Remaja itu membiarkan si pengirim menunggu balasan dari dirinya. Tak peduli jika itu adalah Iwaizumi atau pelatih voli di sekolahnya.

"Tiriring!"

"Tiriring!"

Alpha itu masih diam tak berkutik. Tangannya malah semakin menarik selimut guna menutup seluruh tubuhnya. Hanya anak surai yang mencuat dari balik selimut tak bermotif itu.

"Tiriring!

"Tiriring!"

"Tiriring!"

Sudut mulut Tooru berkedut, gatal ingin mengumpati si pengirim pesan. Jika pengirim itu adalah Iwaizumi, Tooru tetap akan menyumpah serapahinya setengah mati. Gejolak api menyuluti Oikawa Tooru hingga akhirnya tangan itu menyusuri atas nakas, mengambil handphone, lalu kembali lagi ke bawah selimut.

Tidak ada lagi suara pesan masuk dari si benda persegi. Sunyi menerpa, akan lebih lama lagi Sang Sunyi berdiam diri di kamar jika Tooru tidak berteriak. Pasang manik hazel itu menyalang seiring umpatan mengalir lancar dari mulutnya. Ya, Tooru menelepon si pengirim pesan. Si pengirim pesan tidak berkata apapun, malah gelak yang Tooru dengar. Gelak yang Tooru hafal sekali nada dan intonasinya.

"Aoba Johsai no kyaputen jangan marah-marah, dong! Hahahahaha!"

Tooru bingung? Sudah pasti. Bagaimana bisa Sugawara Koushi mengetahui nomor handphonenya? Siapa yang memberitahu? Dan lagi, memberitahu nomor handphone dirinya ke orang seperti Sugawara Koushi hukumnya haram!

"Suga-chan tahu dari mana nomorku?!"

"Dari Matsukawa-kun~!" Ungkap Koushi riang. Oikawa mengerucutkan bibirnya, tega sekali Mattsun mengkhianati kawan karibnya sendiri!

Seolah tahu ekspresi Tooru sekarang, Koushi terkekeh lagi di seberang sana. "Tapi, dari nada bicaramu, sepertinya Oikawa baik-baik saja. Syukurlah."

Tooru mendengus karena mendengar kalimat yang diuntaikan Koushi. "Kalah dari pertandingan, mana ada yang baik-baik saja?"

"Yaa, setidaknya nggak membuatmu berhenti bermain voli. Eh, tapi itu adalah hal yang mustahil, sih. Oh iya, aku membawakanmu roti susu! Turun ke bawah, dong!"

Tooru terdiam. Tubuhnya dilepas dari relungan selimut, cepat-cepat berdiri dan membuka jendela kamar. Kepalanya menyalang ke luar jendela. Di sana, di seberang rumahnya, Koushi sedang berdiri seraya mengenggam kantung plastik dari toko roti dekat stasiun. Pasang topaz bertemu dengan hazel Tooru, lalu detik kemudian menyipit karena senyum. Tangan lentiknya yang digunakan untuk menggenggam handphone melambai ke arah Tooru riang.

"Oikawaaa~!"

Tooru mendelik. "Ngapain Suga-chan ke sini?!"

"Eh? Karena aku khawatir. Habisnya, tadi Oikawa nangis menyedihkan begitu, orang mana yang tidak khawatir melihatnya?" Balas Koushi dengan sorot mata (sok) lugu.

Tooru menggeram. Pemuda tanggung itu lantas memutus telepon dan bergegas keluar kamar dan menemui Koushi di luar sana. Sang Ibu, Miho heran dengan langkah kaki sang anak yang tergopoh-gopoh; berlari kecil.

"Mau kemana, Tooru?" Pertanyaan yang tak sengaja dilalukan oleh Tooru bagai angin di musim panas. Ada, namun tidak terasa.

Pintu ditutup oleh Tooru dengan keras, lagi-lagi tak sengaja karena terburu-buru. Miho mengintip dari balik gorden jendela, melihat sang anak sedang menemui pemuda bersurai perak yang tersenyum cerah, yang sesekali tertawa. Miho menyunggingkan senyum tipis, senang melihat Tooru dikelilingi oleh teman yang baik.

Sudut pandang Miho dan sudut pandang Tooru pada Koushi berbalik 180°. Miho memandang Koushi sebagai teman baik anaknya dari sekolah lain, dan Tooru memandang Koushi sebagai orang aneh dari sekolah lain. Senyum Koushi bagi Miho bagaikan senyum malaikat yang tak sengaja terpleset dari Surga hingga terdampar di bumi. Sedangkan bagi Tooru, senyum Koushi adalah senyum malaikat yang dibuang Tuhan hingga akhirnya terdampar di bumi.

Miho menutup gorden jendela, membiarkan anaknya bertemu dengan sang kawan. Tidak menyadari Tooru yang sebenarnya mengharapkan bantuan untuk mengusir Koushi pada Miho.

Koushi menelengkan kepalanya, "Kenapa?"

Tooru mengerucutkan bibirnya. "Pulang, gih!"

"Dih, kok ngusir?" Koushi menggembungkan pipi, tidak terima dengan pengusiran sepihak dari sang alpha. "Setidaknya, makan dulu dong rotinya! Aku capek-capek beliin, nih!"

Tooru menghela nafas kasar. Tangannya meraih kantung plastik di genggaman Koushi, lalu menyumpal mulutnya dengan satu buah roti susu. "Nwah, sudwah khwan?!"

Koushi terkikik geli. "Makan dulu semuanya. Kalau aku nggak lihat, pasti Oikawa nggak makan!"

Oikawa memutar bola matanya, kesal bercampur pasrah. Dia mengunyah roti yang di mulutnya, lalu meraih satu roti lagi dari kantung. Sialnya, Koushi membeli 5 buah roti susu berukuran besar. Enak, sih. Tapi kalau Koushi yang kasih, Oikawa jadi hilang selera. Nggak, sebenarnya dari awal pun Oikawa sudah kehilangan selera karena mood yang sedang down.

Rembulan sudah berada di puncak langit, bintang-bintang bersembunyi di balik kemulan awan; tidak terlihat. Remang lampu jalan menyinari jalanan beraspal, memberi kemudahan untuk para pejalan kaki memerhatikan langkah mereka. Sesekali, para pria berdasi yang melewati jalan itu terheran melihat dua remaja yang sedang duduk santai di pinggir jalan. Yang bersurai perak duduk bersimpuh, sedangkan yang bersurai kokoa menyilangkan kaki.

"Bagaimana? Rotinya enak, kan?" Koushi membuka topik, disambut anggukan oleh si lawan bicara walau hazelnya nampak mengawang-awang.

Koushi tersenyum kecil sembari menatap hazel Tooru, "Sudah merasa lebih baik?"

Tooru mengangguk kecil, masih berada di atas awan. Koushi terkekeh, lalu menyenderkan tubuhnya di dinding beton (yang merupakan pagar dari tetangga depan rumah Tooru.)

"Meski begitu, tadi Oikawa keren sekali, lho."

Otak Tooru lantas memutus tali lamunan Tooru, hingga remaja itu menoleh ke arah Koushi. Dua pasang manik berwarna senada itu pun bertemu. Ditangkapnya pemandangan senyum mentari Koushi di tengah sunyinya malam oleh hazel milik Tooru.

"Kau mengejar bola hingga menabrakkan tubuhmu sendiri. Kau tidak apa, kan?" Koushi bertanya, masih dengan senyum sejuta watt miliknya. Tooru mendengus, telunjuknya mengarah ke lengannya yang tergores. Darahnya membekas di kulit sang alpha.

Koushi mengerjap, "Lho, kok nggak diobati?"

Tooru membuang wajah, lagi-lagi diakhiri dengusan, "Memangnya kenapa? Besok saja! Lagian, apa pedulimu?"

Koushi menatap datar, lalu menghela nafas. "Oikawa keras kepala, ya. Kalau gitu terus nggak akan bisa menjadi atlet kebanggan Jepang, lho!" Membuat Tooru lantas melotot. Oi, Koushi, topik ini adalah hal tabu untuk Tooru. Kontrol mulutmu sedikit!

"... Maksudmu apa?"

Tuh, kan. Tooru menatap Koushi tajam, sedangkan yang ditatap sibuk merogoh barang di tas selempangnya. Sebotol air minum dan hansaplas. Tanpa sempat beradu dengan sinis hazel Tooru, omega itu menyambar lengan si alpha, memaksa empu lengan untuk mendekat pada dirinya.

"Sini."

Botol air dibuka, isi dari botol ditumpahkan oleh sang empu ke lengan Tooru yang tergores. Setelah itu, dihapusnya basah menggunakan sapu tangan, dan hansaplas bergambar pikachu kini menutupi luka gores tersebut. Tangan Koushi bergerak lincah mengobati lengan Tooru dengan telaten.

"Nah, selesai!"

Tooru menatap lengannya yang kini dihiasi pikachu. Kok, hansaplas bocah begini, sih? Apa banget, pikir Tooru dongkol. Dasar Suga-chan, seenaknya saja!

"Kenapa hansaplas bocah gini, sih?" Tooru menyuarakan protes, tidak terima. Koushi menepuk-nepuk pundak Tooru, "Sudahlah, jangan protes. Itu milik Kurisu-chan, tak sengaja kubawa." Ungkapnya diiringi kekehan kecil, menambah kadar jengkel Tooru.

"Hmph!"

Tooru lagi-lagi mengalihkan wajahnya dari Koushi. Meski begitu, mulutnya kembali melahap roti susu yang berada di tangannya. Koushi menyeringai jahil, "Ternyata masih dimakan, ya~"

Tooru menjengit, "S-sayang kalau nggak dimakan!! Tte, kok kau bisa tahu aku suka roti susu?!"

Koushi meletakkan telunjuk di bawah dagunya; pose berpikir. "Ng, nebak sendiri, sih. Oh, kau ternyata suka, ya?"

Pemuda alpha itu lantas berdiri dan menunjuk-nunjuk Koushi, "Bohong banget! Pasti Iwa-chan yang kasih tahu!!" Tuduh Tooru sembarangan. Koushi mengerucutkan bibirnya, sebal dituduh sembarangan. "Oikawa-chan jahat banget, nuduh sembarangan!"

"Gggrrrr, jangan panggil aku dengan embel-embel '-chan'!"

"Tapi kau sendiri juga memanggilku 'Suga-chan' kan?"

"Hanya aku doang yang boleh menggunakan sufiks -chan di antara kita!!"

"Hiiyy, egois sekali!" Cibir Koushi, Tooru mendengus tidak peduli. Bodo amat, pikir si surai kokoa.

"Lagian, kan, aku memilih roti susu itu berdasar insting seorang istri, tahu. Maka dari itu, tidak heran kalau tidak salah."

Tooru melotot, topaz Koushi mengerling usil. "Xixixi, bercanda ding." Ujar Koushi sembari tertawa ala chat teks gaul yang sedang nge-tren. "Nggak usah alay gitu, ah!" Cecar Tooru sembari melahap habis roti susu yang terakhir.

Tooru meremat kertas pembungkus roti beserta plastiknya, lalu melemparnya ke tempat sampah terdekat. Masuk dengan sempurna, seperti yang bisa diharapkan dari pemain voli.

"Kalau begitu, aku masuk dulu. Arigatou roti susunya. Cukup untuk membuat moodku membaik, walau Suga-chan sih yang ngasih!" Tooru beranjak ke pintu rumahnya, melambai kecil ke arah Koushi yang masih duduk bersimpuh di depan dinding beton. Koushi mengangguk, lantas berdiri dan membersihkan debu di celananya. Tak lupa membalas lambaian Tooru dengan lambaian yang lebih bersemangat.

"Semangat terus, Oikawa-chan~!"

"'Oikawa-chan' dameee!!!"

Tooru melepas kaus kaki yang sedang ia gunakan dan mengancam akan melemparnya pada Koushi, menyebabkan Koushi berlari terbirit-birit walau mulutnya menguraikan tawa.

Tooru menatap punggung mungil Koushi yang semakin lama mengecil dari pandangan mata. Tooru menghela nafas kasar sembari melipat kaus kakinya. Semuanya menjadi damai tentram, hingga akhirnya keheningan malam dipecahkan oleh suara nyaring Koushi dari kejauhan.

"Nomorku jangan lupa di save ya, Oikawa-chan~!!"

Tooru menoleh, "ogah!!" cecarnya.

.

.

.

.

.

Haloo, long time no see!

Ah iya, "Bintang Semu" ini akan menjadi cerita yang memiliki alur slow-burn. Jadi maaf yaa kalau ngebosenin /ded.

Anyway,

Ini lucu banget, makanya aku taro aja di sini 😭

Btw maaf banget kalau ngebosenin dan pemilihan kata nya berantakan /ueueue. Sebulan lebih ga nulis.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro