Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tak bisa menyelamatkanmu ... lagi

Ketika kakinya melangkah masuk ke dalam sebuah desa, orang-orang yang dia lewati menatapnya dengan takut-takut, perawakannya yang ini memang menyeramkan tetapi demi bisa membuktikan rumor itu kakinya akan terus melangkah mengitari desa itu.

Sampai menemukan seorang pemuda yang dicarinya.

Kedatangannya membuat sebagian orang berlari ketakutan dan memanggil nama dewa mereka berulang kali. Song Lan cukup heran padahal rambutnya sudah dirapikan, hanya kulitnya saja yang pucat dan pakaiannya penuh dengan robekan.

Lidahnya yang tak lagi ada membuatnya makin kesusahan untuk berkomunikasi, mencabut fúxuě juga bukan hal yang bagus, dia tidak ingin membuat warga desa panik.

Langkahnya terhenti setelah melihat gubuk kecil, dia bisa melihat ada sesaji dan lukisan di dalam sana, sepertinya gubuk itu adalah tempat untuk menyembah dewa.

Song Lan tak berkutik sesaat merasakan ujung pedang tajam menyapa punggungnya.

"Siapa kamu?! Kenapa kamu berada di desa ini? Apakah kamu mau menghancurkan Kuil Puqi?!" serunya sembari tetap mengarahkan bilah pedangnya pada Song Lan.

Song Lan masih diam, dia berusaha untuk mengidentifikasi suara itu, perlahan tubuhnya berbalik ke orang itu.

"Kamu bukan manusia, tetapi aku tidak merasakan aura jahat darimu."

Suaranya terdengar lega namun bilah pedang tetap terarah pada Song Lan. Jika saja dia bisa berbicara, kedua matanya tertutup, tangan kanannya menarik keluar fúxuě dari sarungnya. Mata hitam pemuda itu memperhatikan Song Lan lekat-lekat.

"Apa yang mau kamu lakukan?"

Tangan kanannya menggerakkan fúxuě di atas tanah, menulis huruf hanzi namanya.

"Song ... Lan?" Pemuda itu membaca huruf hanzi itu sambil menaikkan sebelah alisnya, dia merasa familiar namun asing dalam satu waktu yang sama.

Lalu Song Lan memutuskan untuk memperlihatkan nama pedangnya pada pemuda itu, hatinya berharap jika nama fúxuě bisa memastikan bahwa dirinya bukanlah musuh, melainkan teman.

Teman lamanya yang sudah menunggu bertahun-tahun demi ini.

Perasaannya pun berkata bahwa pemuda di hadapannya saat ini adalah Xiao Xingchen, dia bisa merasakan jiwanya yang menghembuskan perasaan nostalgia padanya.

"Apa? Kamu ingin aku--"

"Xingchen!" Seorang lelaki berpakaian serba putih dengan model rambut yang mirip dengan pemuda tersebut, kedua tangannya melilit kain pita sutra putih, berlari menuju ke arah pemuda itu.

"Jangan main nodongin pedang ke orang gitu dong!" serunya.

"Dia bukan manusia."

"Tapi tapi tapi Xingchen," lelaki serba putih itu menurunkan paksa pedang Xiao Xingchen, "dia tidak memiliki aura jahat sedikit pun, malahan dia terlihat ...," dia melirik Song Lan sedikit lalu langsung kembali berbicara, "sedang mencari seseorang."

Xingchen menurunkan pedanganya, dia mencoba percaya perkataan temannya itu, meski temannya ini sangat baik pada orang-orang, apapun termasuk yang bukan manusia sekalipun.

"Hei, kawanku apa yang sedang kamu cari di desa ini?" tanyanya. "OH! Namaku Xie Lian dan ini temanku Xingchen."

"Xingchen? Kamu benar-benar Xingchen?!" serunya, satu kakinya maju, dan seketika Xingchen mengangkat pedangnya lagi, pemuda itu begitu waspada dengan keberadaan Song Lan.

Tentu saja, siapa yang tidak waspada dengan keberadaan mayat hidup yang membawa dua pedang di punggungnya.

Song Lan mengambil langkah mundur, tatapan Xingchen yang tajam membuatnya sedikit bergetar, Xingchen yang dia kenal berubah, tatapan lembut itu sirna, tatapan yang pernah ditujukan padanya dahulu.

"Lihat Xingchen. Dia takut denganmu," kata Xie Lian prihatin pada Song Lan, dia bisa merasakannya.

Xingchen memasukan kembali pedang ke dalam sarungnya, lalu beranjak masuk ke dalam Kuil Puqi. Xie Lian masih berada disitu, kepalanya menengok kiri dan kanan, kaki kurusnya bergerak menghampiri Song Lan, dengan senyum lembutnya dia berkata, "Maafkan dia ya, aku menemukan dia di dalam hitan hampir dibawa sekumpulan hantu, jadi ya ...."

"Tidak apa-apa, kehadiranku ini yang tidak dibutuhkan."

"Jangan bilang begitu," katanya, lalu Xie Lian meraih tangan kanan Song Lan. "Kamu mengenal Xingchen?"

Song Lan mengangguk. "Tentu saja, dia adalah sahabatku," kepalanya mendongak ke atas, menatap langit biru cerah, tatapannya berubah sendu, "dulu."

"Dulu?" Kedua alias Xie Lian naik.

"Iya, aku menunggunya sampai saat ini, aku dengar rumor mengenai keberadaannya di tempat ini ... jadi ...."

"Ah~." Xie Lian mendapatkan hidayah mendengarnya, yang dia maksud pasti reinkarnasi! Hummm ... tapi kenapa aku menamakannya Xingchen ya? Oh, karena dia menolak aku beri nama xingxing.

Tiba-tiba Xie Lian mengangguk sambil berkata, "Aku mengerti, aku mengerti. Jadi kamu berpikir bahwa dia adalah 'Xingchen' yang kamu cari?"

"Bisa dibilang seperti itu, hanya untuk memastikan ... jikalau dia tak mengingatkan tak apa, aku hanya ingin memastikan bahwa di kehidupan selanjutnya, dia baik-baik saja."

Kedua alis Xie Lian bertaut.

"Kamu bisa datang mengunjunginya kalau mau!" Xie Lian menusuk pipi kanannya dengan jari telunjuk. "Meskipun memorinya tak lagi sama, aku yakin dia akan mengenalmu, karena jiwanya tetaplah sama!" Senyum cerah Xie Lian berikan pada Song Lan agar dia tidak mengambil pusing tindakan Xingchen yang benar-benar berbeda.

"Hua Cheng! KEMBALIKAN KANTONG UANGKU!"

"Kamu mau bertemu lagi dengan anak perempuan itu lagi ya~!"

"KAU!"

Mendengar ribut-ribut dari dalam Kuil Puqi segera Xie Lian pamit pada Song Lan dan berlari masuk. Song Lan  memperhatikan Xie Lian, Xie Lian berubah menjadi Xingchen semakin lama semakin menjauh, tangan kanannya terangkat lurus ke depan hendak menggapainya, bayang-bayang Xingchen perlahan memudar.

"XINGCHEN!"

Song Lan membalikkan badannya lemah, Xingchen yang dikenalnya sudah tidak ada.

Yang terpenting aku sudah tau, dia berada disini, tempat yang aman.

Itulah yang dipikirkan Song Lan saat itu.

Dia tidak berpikir ketika mereka bertemu lagi hal buruk akan kembali menimpa keduanya lagi

Song Lan pun meninggalkan desa itu, kembali berkeliling sembari melindungi Xingchen dari kejauhan. Song Lan juga meninggalkan shuānghuá di depan pintu Kuil Puqi, dia ingin Xingchen menggunakan pedangnya lagi.

-🖤🤍-

Kuil Puqi masih ramai dengan kejahilan Hua Cheng, raja hantu ini masih menahan kantong uang milik Xingchen sambil tersenyum jahil, melemparnya dari tangan kiri ke kanan bak pemain sirkus yang sedang menjahili penontonnya.

"Hahahaha! Ayo bintang kecil kesayangan gege ambil kalo bisa," ucapnya sambil main-main, dan menjulurkan sedikit lidahnya keluar.

"San Lang! Jangan menjahilinya terus!"

"Gege, lihatlah dia, mukanya merah terus tangannya bergerak seperti orang sedang berenang." Hua Cheng tak henti-hentinya tertawa melihat Xingchen.

"San Lang."

Dalam hitungan detik Hua Cheng langsung sikap berdiri tegak ala anak pramuka dan kantong uang yang ada di tangan kirinya diambil Xingchen dengan cepat.

"Maaf gege." Hua Cheng senyum berseri.

"Jangan begitu lagi ke Xingchen."

"Iya gege, San Lang minta maaf." Hua Cheng menundukkan kepalanya, rayt wajahnya sekarang seperti seekor rubah yang sedih, sembari curi-curi pandang ke Xingchen kelihatannya sangat geram dengan kejahilan Hua Cheng.

"Oh iya, Xingchen," Xie Lian melirik ke pintu beberapa detik, "bukalah pintunya dan ambil pedang yang ada disitu."

"Pedang?"

"Ya, pedang itu untukmu. Sebagai hadiah telah merawat kuilnya ini."

Tiba-tiba Hua Cheng berbicara. "Gege, aku juga mau hadiah, aku membantunya bersih-bersih dan juga membangun kembali kuil ini."

"Hadiah buat San Lang hmm ... makan malam buatanku nanti!"

Seketika wajah Xingchen memucat, mengingat rasa makanan buatan Xie Lian sungguh mengurangi nafsu makannya detik itu juga.

"Gege! Aku ... aku berburu malam dulu!" Xingchen berlari keluar kuil dan mengambil pedang yang dimaksud Xie Lian tanpa pikir panjang.

"Gege, itu pedang yang dibawa zombi itu 'kan?"

"Iya, katanya sih pedang itu memang punya dia dulu."

"Hooo." Hua Cheng mengangguk tanda mengerti. "Gege, sepertinya akan ada hal rame menyapa kehidupan barunya itu."

"Apa itu San Lang?"

"Rahasia dong gege, itu kejutan untuk pertemuan mereka yang kedua."

"San Lang, firasatku buruk."

Hua Cheng tersenyum, seakan menantikan sesuatu yang menarik.

"Ketika mereka bertemu, tragedi akan kembali."

-❄️⭐-

Xingchen berlari tak tentu arah sembari menggenggam erat shuānghuá di tangan kanannya dan pedang satu lagi tergantung di pinggangnya.

Keringat bercucuran di dahi, leher, serta tangannya, nafasnya terengah-engah, langkah kakinya yang cepat perlahan  melambat, kini dia sudah memasuki kawasan hutan, langit juga mulai gelap.

Langkahnya terhenti di tengah pepohonan berdaun merah, tubuhnya yang terbalut kimono putih dan jubah motif awan hitam. Kepalanya mendongak ke atas.

Dia menatap langit senja yang perlahan berubah menjadi biru gelap,  dan bulan mulai menyinari bumi.

"Hah ... hah ... hah ... ada apa denganku? Tiba-tiba saja aku berpikir untuk pergi dari kuil--BUKAN! Bukan karena masakan buruk Lian-gege." Shuānghuá jatuh dari tangan kanannya ke rumput, kedua tangan memegangi kepalanya.

"Urrrghhh ... kepalaku ...." Suara berdengung, dengungan memenuhi isi kepalanya, Xingchen berteriak kesakitan, tubuhnya berangsur jatuh.

"Aaaarrghhhh!"

Teriakan menggema memenuhi hutan, detik selanjutnya teriakan itu berhenti setelah sebuah pedang menembus dada Xingchen.

Teriakan itu juga telah menarik perhatian sang mayat hidup yang masih berada di sekitar Desa Puqi.

Tap, tap, langkahnya berat, kedua mata terbelalak tak percaya, sekali lagi dia melihat Xingchen bersimbah darah.

Sang mayat hidup meloncat dari balik bayangan ke tubuh Xingchen yang sudah terbaring kaku di atas tanah.

Mengayunkan fúxuě ke orang yang telah membunuh Xingchen di depan matanya. Ketika orang misterius itu meloncat mundur dan perlahan cahaya bulan menerangi dirinya, memperlihatkan wujudnya.

"Xueyang!"

"Kenapa kamu melihatku begitu menyeramkan? Kamu seperti dendam padaku, padahal aku tidak mengenalmu. Apakah kamu mengenal anak itu? Ah iya, dia telah membunuh teman-temanku." Seringai panjang menghiasi wajahnya.

Perawakannya memang mirip dengan Xueyang yang dia kenal tetapi orang itu mengaku bukan orang yang bernama Xueyang itu.

Song Lan berlari menuju orang itu dengan gerakan cepat, fúxuě miliknya sudah siap untuk menebas. Ayunan pedangnya tak cukup cepat dengan pergerakan orang itu, dia berhasil menghindar dan pergi ke dalam bayang-bayang malam.

Song Lan segera berbalik, kembali ke sisi Xingchen. Kedua tangannya mengangat tubuh dingin Xingchen, mendekapnya erat, meneteskan air mata untuk sahabatnya.

"Kenapa? Kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi? Ku baru saja bertemu denganmu tetapi setelah itu kamu pergi lagi begitu saja tanpa mengucapkan perpisahan."

Perlahan tubuh Xingchen memudar, berubah menjadi butir-butir cahaya. Cahaya itu bagaikan 3000 lentera yang diterbangkan ke langit.

"Zichen."

Suara lembut menyapa telinga Song Lan.

"Xingchen."

Diantara cahaya Song Lan melihat sosok sahabatnya.

"Sampai jumpa, kita akan bertemu lagi."

END

Ya Allah, kalo lagi jadi pelawak bikin angst ga kerasa :">

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro