Chapter 6
Selamat datang di chapter 6
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (suka terbang ke mana-mana)
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
______________________________________________
Ternyata Bintang memang tidak setega atau segalak rumor yang beredar di sekolah
~Galaxy Andromeda~
______________________________________________
Jakarta, 5 Agustus
10.15 a.m.
“Lo gila ya?!” Itu merupakan kalimat pertama yang keluar dari mulut Bintang yang ditujukan untuk Galaxy. Gadis itu merasa seperti de javu. Sering kali mengucapkan kata gila pada laki-laki yang nyengir kuda di hadapannya.
Sedangkan manusia yang disembur Bintang menjawabnya dengan santai. “Sorry, Kak.”
Di samping gadis tomboy itu, Barja mulai membaca situasi dan akhirnya mengambil tindakan. “Eh lo kagak pengen pesen makan gitu? Skuy! Gue masih pengen nambah,” katanya pada adik kelas yang duduk di depannya, bermaksud ingin memperlancar pdkt Galaxy dan sahabatnya, agar dia juga mendapat perlakuan yang sama ketika mendekati kakak perempuan Galaxy.
Zhardian sendiri reflek berdiri dan mengikuti Barja masuk ke warung mbok Sarmi. Berpikir itu lebih baik daripada melihat tingkah ajaib sahabatnya untuk mendekati Bintang yang jelas-jelas kelihatan ingin menelan Galaxy hidup-hidup.
Sebenarnya Bintang ingin mencegah Barja pergi, tapi manusia yang duduk diseberangnya lebih dulu berulah.
“Itu jaket gu—hmmp!” Belum sempat merampungkan kalimat, Bintang sudah menyumpal mulut Galaxy menggunakan kerupuk.
“Sttt! Bisa diem kagak? Iya ... entar gue balikin, tapi nggak di sini, nggak di depan semua orang!” Bintang berbisik tapi menekan setiap kalimat yang dia ucapkan.
Galaxy memang sempat kaget, akan tetapi dapat mengatasinya dengan cepat lalu memegangi kerupuk yang hampir jatuh dari mulutnya sambil mengunyah dengan senyum tiada henti. Satu langkah maju lagi, gue disuapin kak Bintang kerupuk.
Usai menelannya, pemilik mata cokelat terang itu baru menjawab, “Maksud gue, dibawa ke mana-mana juga nggak apa-apa, mau disimpen Kakak juga boleh.”
Astaga dragon nih human dibikin dari bahan apa sih? Fleksibel banget mulutnya, kayak slime.
Bintang mencoba menghiraukan makhluk yang ada di depannya untuk konsentrasi kembali pada nasi campurnya namun tiba-tiba Galaxy menyondongkan badan ke arahnya sambil membuka mulut. “Aaa ....”
Bintang kontan menelengkan kepala ke kiri sembari menjauh. Jangan lupakan kernyitan alis, sipitan mata serta keningnya yang berkerut samar yang dia tunjukkan pada laki-laki berambut cokelat terang itu.
“Nasinya Kak,” kata bocah itu sebab Bintang tidak kunjung meresponnya lalu membuka mulutnya lagi, “aaa ....”
Bintang menyeringai licik. Tidak juga bisa mencegah dirinya sendiri untuk bertanya, “Lo minta gue suapin?”
Galaxy yang semula masih membuka mulutnya kini menjawab, “Iya Kak, kerupuk doang, kan masih kurang.”
“Bahahahaha ....” Tawa Bintang menggelegar sinis. Ingin sekali dia menyuapi Galaxy menggunakan skrup. Atau menggunakan sendok eskavator. Aneh-aneh aja nih human.
Jakarta, 5 Agustus
10.15. a.m.
Sementara di kelas 11 IPA 1 ada sebuah kegaduhan kecil. Ranjendra berlari-lari ke bangku Silvia dan hampir menabraknya sebab begitu panik.
“Sil, gimana nih? Gue galau banget. Kira-kira kak Bintang marah kagak ya ama gue gegara ngasih alamat rumahnya ke Galaxy?” tanya laki-laki potongan cepak itu pada perempuan yang tengah mengemasi alat tulis sebelum mereka memutuskan pergi ke kantin.
“Lagian ngapain sih lo pake ngasih ke Galaxy segala?” Silvia bertanya kembali pada Rajendra sembari menyentak lengannya yang ditarik-tarik oleh seksi dokumentasi BFC itu, “lo kan timnya kak Barja.”
Rajendra kontan melepas tarikannya untuk menggerakkan tangannya karena menjelaskan sesuatu. “Gini, emang gue ini BBF alias Bintang Barja Forever. Tapi Sil, lo tahu kan kemaren kak Barja gimana?” Tubuh kurus itu pun kini sudah mengambil duduk di depan bangku Silvia. Menjadikan ketua BFC itu ikut membenahi duduknya agar fokus pada Rajendra.
“Yang kak Barja nyamperin kak Aira itu?”
Ranjendra menjentikkan jarinya. “Nah. Lo sih waktu itu udah ke kantin sebelah dulu. Gue masih di depan cafe sekolah nguping kak Barja yang minta nomernya kak Aira. Duh lama-lama gemes juga kan ama dia. Nggak peka dikodein kak Bintang.
“Terus gue juga denger kak Barja nawarin jemput sekolah gitu. Waktu pulang kemarin Galaxy nanya alamat rumahnya kak Bintang, ya gue langsung ngasih gitu aja. Soalnya mikir nasib kak Bintang juga kalau misal kak Barja jadi jemput kak Aira. Kan BBF biasanya bareng."
Silvia melirik ke arah lain sambil mengangguk sebentar. “Bener juga sih Ndro,” gumamnya, “gimana kalau lo coba minta maaf ama jelasin ke kak Bintang aja?” usulnya.
“Tapi lo anterin gue ya?” pinta Rajendra dengan raut wajah melas. Benar-benar berharap Silvia mengantarnya bicara dengan Bintang. Karena laki-laki potongan cepak itu takut idolanya ngamuk kemudian membencinya. Pasti menyakitkan dibenci oleh orang yang dikagumi. Setidaknya bila itu terjadi, Silvia mungkin bisa menguatkan hatinya.
Beruntungnya ketua BFC itu mengerti perasaan Ranjendra. Dia beranjak, diikuti seksi dokumentasi berjalan menuju kantin mbok Sarmi karena mereka sudah hafal keberadaan Bintang ketika jam istirahat seperti ini.
Sewaktu langkah mereka mencapai warung sebelah mbok Sarmi, mereka malah dikejutkan oleh pemandangan yang sama sekali tidak pernah mereka duga sebelumnya. Orang yang pertama kali menyadarinya adalah Silvia. Jadi perempuan berambut sebahu itu reflek berhenti dan menarik lengan Rajendra—yang masih merapalkan do’a agar dimaafkan Bintang—agar ikut berhenti bersamanya.
“Bentar Ndro ... bentar Ndro ... kamera! Kamera!”
“Apaan sih Sil?” Ranjendra yang semula deg-degan malah semakin gugup sebab melihat Silvia yang berwajah jaget.
“Lo liat itu Ndro, kak Bintang lagi nyuapin Galaxy!” bisik Silvia. Tidak ingin berteriak histeris karena takut mengganggu penghuni kantin lain. “Ndro, kamera Ndro! Cepetan Ndro!”
“Gimana? Gimana?” tanya Rajendra sembari mendekatkan diri ke Silvia.
“Kak Bintang nyuapin Galaxy! Itu tuh liat deh mereka!” Silvia memukuli lengan Rajendra karena gemas melihat idolanya.
Sementara Ranjendra yang mengikuti arah pandangan Silvia kontan melotot, masih dengan melihat pemandangan langka tersebut sambil tergesa-gesa merogoh ponselnya dalam kantung seragam pramukanya.
Jakarta, 5 Agustus
10.20 a.m.
“Sekali lagi lo bahas jaket di sekolah, tinju gue yang bakalan ngomong.” Bintang yang celingukan untuk memastikan tidak ada yang melihatnya, memperingatkan Galaxy yang malah cengar-cengir sambil mengunyah nasi campur yang baru saja gadis itu suapkan.
Padahal niat Galaxy tadi hanya untuk menggoda sekaligus memprediksi tindakan apa yang akan Bintang ambil ketika dia membahas jaket miliknya lagi. Apakah kakak kelas tomboy itu benar-benar akan menyiramnya dengan es teh jumbo atau malah menyuapinya.
Ha! Ternyata Bintang memang tidak setega atau segalak rumor yang beredar di sekolah. Lihat, buktinya Galaxy malah mendapat suapan dari gadis itu. Padahal dia juga sudah bersiap-siap kabur jika Bintang benar-benar akan menyiramnya dengan minuman segar itu.
“Enak Kak nasi campurnya. Gue mau langganan makan di sini,” ucap Galaxy setelah mengacungkan jempol tanda menyetujui omongan Bintang sekaligus memberi penilaian tentang nasi campur mbok Sarmi.
Galaxy melihat Bintang memutar bola matanya malas. “Ya, terserah lo.”
Tiba-tiba ponsel dalam kantong celananya bergetar. Adik kelas itu lantas mengambil benda tersebut tanpa memutus pandangan atau melunturkan senyumnya pada Bintang yang tengah berkutat dengan nasi campur. Namun saat melihat siapa yang mengirim pesan, Galaxy merubah senyum itu menjadi masam.
From Kak Aira :
Dek, gue mau ngomong, ke cafe sekarang.
Terburu-buru memasukkan ponsel. Galaxy pamit pada Bintang. “Kak, gue cabut dulu ya.”
“Go a head, Kiddo,” kata Bintang dengan wajah berbinar karena akhirnya adik kelas ini pergi juga. Artinya, tekanan darahnya akan normal kembali. Paling penting, dia bisa menikmati nasi campur gratis ini dengan hikmat.
“Kak Aira manggil.”
“Sumpah?” tanya Bintang sambil melotot. Kelihatan sangat anyusias menurut Galaxy.
“Iya, ini WA-nya.”
Saat laki-laki itu akan mengeluarkan ponselnya lagi, Bintang lebih dulu bersuara. “Nggak nanya. Udah buruan sana, nggak baik bikin kakak sendiri nungguin.”
Buruan sono lo! Gue pengen makan gratis dengan tenang.
“Gitu ya Kak?” Galaxy malah bertanya tak kalah antusias. Membuat Bintang cengo.
Astaga dragon! Beneran dia nggak sadar kalau gue usir secara halus?
Sudahlah, Bintang tidak peduli. Bagian terpenting, adik kelas itu akan segera pergi. Tapi lagi-lagi dirinya harus dikejutkan oleh Galaxy yang tiba-tiba meraih gelas es teh jumbonya lalu meminum cairan cokelat itu tanpa dosa.
“Eh! Es teh gue!”
Setelah sendawa lumayan nyaring, Galaxy beranjak. “Makasih Kak, see you.”
Bintang praktis mengepalkan kedua tinjunya.
Pada saat yang bersamaan, Zhardian muncul sambil membawa es jeruk. Tapi karena Galaxy terburu-buru menyeretnya, minuman segar itu sudah menjadi penghuni meja lagi.
“Yok Zhar!”
“Mau ke mana Gal?”
“Ke kak Aira,” jawab Galaxy jujur tepat saat Barja keluar dari warung membawa segelas es teh jumbo.
Galaxy melirik laki-laki itu sekilas sebelum menatap Bintang kembali kemudian memberikan gadis itu kiss bye.
Hoek ... Bintang praktis pura-pura muntah tanpa suara sambil memutar bola matanya malas.
Jakarta, 5 Agustus
10.30 a.m.
Setibanya di depan pintu kaca cafe, Zhardian menghentikan langkahnya. Ngomong-ngomong, sahabat Galaxy yang satu ini penakut. Tipe orang yang memilih menghindari tantangan. Misalnya ketika akan diajak Galaxy menemui Aira. Meski sebagai sahabat, Zhardian tidak ingin terlibat. Dia cukup memberi dukungan pada Galaxy.
“Serius gue nggak mau Gal! Ya emang sih masih sereman kak Bintang kalau ngamuk, tapi kan gue udah peringatin lo sebelumnya. Jadi lo hadepin kakak lo sendiri. Semangat bro!” Setelah mengatakan itu Zhardian meninggalkan Galaxy.
Helaan napas berat lolos dari bibir tipis itu. Galaxy membuka pintu kaca dan membawa tubuh tingginya masuk lalu mengendarkan pandangannya di seluruh cafe sekolah. Ketika ekor matanya menangkap lambaian tangan Aira yang duduk bersama dua perempuan, dia segera menuju ke kursi kakaknya.
“Ra, adek lo cute banget sumpah,” celetuk salah seorang teman Aira yang berambut keriting.
“Iya Ra, kok lo baru cerita punya adek seganteng, setinggi dan se-cute ini?” sahut temannya yang lain, yang berwajah kotak.
“Warna matanya sama kayak lo ya Ra.” Temannya yang berambut keriting kembali bersuara.
“Tapi gen bule bokap lo lebih dominan di adek lo.” Si wajah kotak menanggapi.
Aira hanya tersenyun manis karena Galaxy sudah tiba di meja mereka dan mengambil duduk di sebelahnya.
“Mau ngomong apa?” tanya Galaxy dengan suara berat dan dalam, dengan intonasi nada yang jauh berbeda dari yang biasa dia gunakan saat berbicara dengan Bintang.
Wajahnya pun seperti disetel satu frekuensi dengan suaranya. Jangan lupakan kalimat Galaxy yang to the point. Seperti tidak ingin berlama-lama di cafe itu.
“Santai aja Gal, pesen minum dulu gih.” Suara feminim kakaknya menembus telinga Galaxy. Suara yang merdu. Tidak heran Aira menjadi tim inti paduan suara di SMA Geelerd.
Jika Galaxy lebih mirip orang Eropa, Aira lebih mirip perpaduan antara orang Eropa dan Asia. Akan tetapi gen Asia lebih mendoninasi pemilik wajah cantik dengan rambut ikal pada bagian ujung tersebut. Dandanannya juga modis.
Walaupun tingginya hanya rata-rata kebanyakan perempuan lainnya, Aira merupakan jenis feminim yang tidak mudah dilupakan dalam sekali pamdang dan menjadi incaran laki-laki. Tak heran banyak sekali yang mendekati kakaknya. Galaxy justru heran, kenapa malah Barja yang kakaknya tanggapi.
Ngomong-ngomong soal saingannya itu, Galaxy reflek melirik ke depan warung mbok Sarmi dan mendapati laki-laki itu tersenyum pada Bintang. Begitu pula sebaliknya.
Ha! Memuakkan. Apa bagusnya si Barja itu selain play maker basket?
“Mau ngomong apa?” ulang Galaxy dengan nada dan raut muka yang sama.
Dua teman Aira saling merilik. Agar tidak terlihat canggung, wanita bagai boneka itu segera mengutarakan maksudnya pada adiknya. “Guru pianonya masih sakit Dek, tim paduan suara gue minta tolong lo iringi lagi ya? Entar abis pulang sekolah.”
“Ck! Kan gue udah bilang cuma sekali kemaren doang.”
Lagi-lagi dua teman Aira saling melirik satu sama lain karena mendengar nada Galaxy yang kesal.
“Ayolah Dek ....” Galaxy mendengar kakaknya mulai merajuk. Itu tidak baik. Jadi dia berdecak sekali lagi sebelum akhirnya menyetujuinya.
“Ya udah. Udah kan? Tahu gitu gue nggak buru-buru ke sini. WA kan juga bisa.”
Dua teman Aira mengernyit menatap Galaxy yang hampir beranjak dari duduknya, tapi cekalan Aira berhasil menghentikan laki-laki itu.
“Sampai lupa. Nih kenalin temen-temen gue.”
Demi kerang ajaib? Kenalin?! Apa kakaknya ini tidak mengerti? Bahwa itu sungguh membuang-buang waktu?
“Nih namanya Desi kalau ini namanya Riana.” Suara Aira kembali memenuhi pendengarannya.
“Hai ...” sapa dua teman kakaknya.
Galaxy menampilkan senyum kemudian berucap, “Hai juga, gue Galaxy. Sorry, nggak bisa lama-lama di sini, soalnya lagi pdkt ama kak Bintang. Gue cabut dulu.”
Setelah Galaxy resmi meninggalkan cafe, dua teman Aira kembali bersuara.
“Adek lo kenapa Ra? Kok keknya kesel gitu sama lo?”
“Biasalah, kayak nggak tahu adek kakak aja,” jawab Aira masih denan senyum manisnya.
“Btw, beneran dia pdkt ama Bintang?”
“Kemaren BFC ama anak basket rame banget lho,” sahut temannya yang keriting. Lagi-lagi Aira hanya tersenyum menanggapi mereka. Tapi dalam hatinya jelas memikirkan sesuatu untuk mencegah Galaxy mendekati gadis tomboy itu.
______________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote dan komen
See you next chapter gibahan BFC
With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻
14 Agustus 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro