Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 29

Selamat datang di chapter 29

Tinggalkan jejak dengam vote dan komen

Tandai jika ada typo

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like this

❤️❤️❤️

__________________________________

I wanna hide the truth
I wanna shelter you
~Demons-Imagine Dragon~
___________________________________

Jakarta, 20 Agustus
10.01 p.m.

Berniat mewujudkan saran Zhardian, Galaxy kembali ke rumah dan ternyata Aira sedang ada di Joga selama seminggu. Jadi Galaxy harus menundanya.

Laki-laki itu pun tak sengaja melihat piano kesayangannya yang sudah tidak dia sentuh selama beberapa bulan. Untuk kali ini, Galaxy ingin menekan tut itu lagi dan Bintang terpilkir oleh benak Galaxy.

Usai memainkan piano untuk Bintang sampai gadis itu tidur, tiba-tiba Lyno datang berlari ke arahnya.

“Heeeeiii Lyno ... What’s up buddy ....” Galaxy mengelus bulu-bulu seputih salju milik Lyno—anjing Samoyed jantan berumur setahun yang mengibas-ngibas ekornya. Lalu mengangkat Lyno tinggi-tinggi. Hei Lyno, I’m falling in love ... I will intruduce her to you! Jangan di gonggongin ya kalau ketemu! Dia lebih galak dari lo! Bentar, gue kasih tahu fotonya dulu.”

Gaxy menurunkan Lyno untuk mengambil ponsel yang berada di atas piano. Menggeser layar tersebut dan menemukan foto Bintang, dia memperlihatkannya pada anjing tersebut.

“Ini orangnya. Manis kan?” Gaaxy merasa lucu. Dulu dia menganggap Bintang biasa saja, tapi lama-lama jika dilihat dari dekat, kaka kelas itu ternyata lumayan manis  Apa lagi saat merajuk, Bintang jadi bertambah manis.

“GUK! GUK! GUK!” Lyno mengoonggong keras berusaha meraih benda pipih itu. Galaxy lantas menjauhkan ponselnya dan tertawa lebar.

Jakarta, 21 Agustus
07.10. p.m.

Keesokan harinya adalah yang paling membuat Galaxy bahagia. Bintang memintanya untuk bermain piano lalu mereka berciuman di ruang musik. Sejujurnya tidak ada niat sedikit pun bagi Galaxy untuk melakukannya. Namun melihat wajah Bintang yang sangat manis, pancaran mata hitam itu terlihat jelas sedang menyukai seseorang dan itu adalah dirinya, tubuh Galaxy bergerak sendiri. Gadis itu juga mengizinkannya. Bukankah artinya Bintang sudah menyukainya? Atau bahkan mencintainya?

“Lyno ... Lyno ... Lyno ...,” panggil Galaxy sembari mengangkat tubuh anjing itu tinggi-tinggi, lalu membawanya berputar. “I kissed her! I kissed her! I kissed her! She loves me Lyno! She loves me! Yeeeaaahhh!pekik Galaxy.

Biasanya dia akan membagi perasaan senangnya dengan cerita ke Zhardian, tapi karena ini adalah konsumsi pribadi, jadi Galaxy sengaja hanya mengutarakannya pada Lyno.

Tak lama kemudian, dia menyesali keputusannya untuk menunggu Aira pulang. Zhardian benar, menunda menyelesaian permasalahan itu tidak baik. Hasilnya, Galaxy terburu cidera, pada saat makan malam keluarganya tahu dan marah. Aira pun tidak ingin bicara padanya.

Di saat dia ingin menelepon Bintang agar perasaannya sedikit tenang, daya ponselnya habis dan dia lupa meletakkan pengisi ponsel tersebut sehingga tidak bisa menelepon. Pak Jono sedang mengantar orangtua mereka ke suatu tempat, jadi tidak ada yang mengantarnya pergi untuk membeli benda tersebut. Ingin meminjam dari salah satu pekerja di rumahnya, Galaxy tak enak hati.

Di saat-saat itulah kadang dia merasa marah. Umurnya baru enam belas tahun jadi tidak bisa naik kendaraan bermotor, padahal mobil Aira sedang di garasi. Seandainya saja dia setahun lebih tua. Pasti Galaxy langsung menginjak gas ke toko terdekat untuk membeli pengisi daya ponsel.

Sewaktu akan berangkat sekolah, Galaxy menemui kesulitan karena tangannya yang cidera sehingga tidak bisa dia gunakan untuk naik scooter. Jadi dia terpaksa diantar pak Jono pada jam yang mepet karena sempat uring-uringan sehingga tidak bisa menjemput Bintang.

Lagi-lagi Galaxy telat selangkah. Kejadian itu terjadi. Gadis itu mendengar semua tentang rahasianya dan Aira, yang dia pikir akan dia ceritakan pada waktu yang tepat.

“Dia denger semuanya?” tanya Galaxy dengan nada lemah. Masih terpekur, memandang pintu ruang musik yang tertutup dengan tatapan menerawang.

“Sorry Gal ...,” ucap Aira lirih dengan mata mulai berkaca-kaca. Sedetik kemudian bulir-bulir bening dari pelupuk matanya sudah berjatuhan dipipi mulus itu.

Biasanya melihat Aira menangis, Galaxy ikut merasa sedih. Namun entah kenapa kali ini dia tidak iba sedikit pun. Karena memikirkan Bintang. Terutama reaksi gadis itu yang malah seperti orang bersalah karena menganggu. Mungkin dalam konteks lain, benar Bintang menganggu. Pengecualian untuk masalah ini.

“Gue nyesel ngasih tahu lo soal itu.”

Aira masih sesenggukan sambil mengusap air matanya menggunakan punggung tangan. “Terus sekarang itu salah gue? Gue kan cuma pengin nyadarin tindakan lo!”

“Lo udah kenal gue, mestinya lo tahu kalau gue beneran suka sama kak Bintang! Gue nggak main-main lagi sama dia!” pekik Galaxy sambil memandang Aira penuh intimidasi. Raut wajahnya sangat kentara jika sedang emosi tapi berusaha ditahan.

Saat tadi Aira mengetesnya dengan menyuruhnya mencium kakak perempuan tirinya itu. Galaxy maju selangkah karena ingin membuktikan bahwa dia sudah tidak memiliki perasaan suka kepada Aira sebagai perempuan dan bermaksud membuat Aira gentar. Namun Bintang terburu melihatnya. Kegamangan kontan menyelinap ke dalam seluruh tulang-tulangnya. Semoga gadis itu tidak salah paham.

Sorry, gue beneran emosi lihat lo cidera Dek ... dan itu gara-gara Bintang, tadi dia udah ngaku gitu.”

Galaxy mendengkus keras. “Asal lo tahu, itu bukan salah dia! Gue yang milih nangkep bola itu biar dia nggak kena!”

Rasanya perasaan Galaxy berantakan. Semua rencana yang dia susun juga berantakan. Tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginannya kecuali gadis itu jatuh cinta padanya.

Tidak apa-apa, setidaknya gadis itu mencintainya. Jadi Galaxy lumayan lega. Sekarang tugasnya adalah menjelaskan pada Bintang tentang semuanya yang telah terjadi. Kegamangan pun semakin menyusupinya hingga terasa di seriap inci sel tubuhnya. Tidak hanya itu, kemarahan Galaxy pun juga memuncak kala dia mencoba menemui Bintang dan menerima reaksi dari gadis itu.

Semenstinya Galaxy merasa lega dengan tidak adanya reaksi penolakan dari Bintang. Sungguh gadis itu menerimanya dengan baik. Bahkan terlalu baik dari hasil percakapannya dengan Aira. Namun justru karena itulah yang membuat Galaxy marah.

Lebih baik gadis itu marah padany, meraung, atau menampar pipimya keras-keras kemudian semuanya akan kembali sepertti sedia kala. Bukan malah mengatakan mereka hanya sebatas teman dan tidak masalah dengan semua rencana busuknya. Memang tidak salah karena tidak ada deklarasi dari keduamya untuk pacaran karena Bintang belum memerima ajakannya. Namun, bukankah apa yang selama ini mereka lakukan layaknya sepasang kekasih?

Lalu bagaimana dengan ciuman mereka di ruang musik? Apakah Bintang hanya menganggapnya angin lalu? Atau jangan katakan itu hanya terbawa suasana. Tidak bukan? Galaxy pikir pasti Bintang mencintainya, tapi kenapa dari apa yang diucapkan gadis itu seperti tidak?

Seharusnya Galaxy mengatakannya dengan jujur keseluruhan cerita yang hanya setengah didengar Bintang termasuk saat dia ingin membuat gentar kakak tirinya dan bukan bermaksud mencium Aira. Akan tetapi terburu sakit hati dan emosi, Galaxy merasa percuma melakukannya. Karena Bintang tidak mencintainya.

Jakarta, 29 Agustus
10.20 a.m.

“Jadi gitu kak Barja.” Setelah mendapat tekanan dan paksaan akhirnya Zhardian menceritakan keseluruhan ceritanya pada Barja. Dapat dia lihat ekspresi campuran antara kaget, marah dan bingung dari kakak kelas itu.

Mereka sedang berada di salah satu gazebo sekolah yang biasanya digunakan untuk makan siang murid lain yang membawa bekal dari rumah. Karena suananya tenang, jadi Barja menekan Zhardian untuk menceritakannya di sana.

Melihat tidak ada tanggapan dari Barja, Zhardian kembali bersuara. “Kak, beneran jangan bilang ke siapa pun kalau gue yang cerita ya?”

Wajah Barja masih menegang, kepalan di kedua tangannya belum terurai dan rahangnya juga mengeras dengan sepasang alis yang berkerut saling berkumpul di satu sudut. Tatapan Barja juga masih menerawang ke satu titik, memikirkan apa yang seharusnya dia lakukan sekarang?

Untuk Aira sendiri, Barja tidak khawatir karena orang yang disukainya itu sebenarnya bermaksud baik dan ingin mengingatkan. Dia juga menyalahkan dirinya sendiri sebab tidak mengikuti keinginan Aira. Itu karena sebenernya hati Barja masih ragu untuk melakukannya pada Bintang dan Aira tidak menceritakan semua versi lengkapnya. Seandainya saja Aira menceritakan versi lengkapnya, Barja akan dengan senang hati bertindak cepat karena dia juga tidak ingin Bintang terluka.

Barja juga ingin marah pada Galaxy tapi kata Zhardian bocah polos yang kenyataannya licik itu sudah benar-benar mencintai Bintang. Kalau begitu, jangan sampai sahabatnya tahu masalah ini. Barja tidak bisa membayangkan perasaan gadis tomboy itu jikalau tahu. Mengingat, tergambar dengan jelas bila Bintang menyukai Galaxy.

Masih sibuk dengan pikiran masing-masing, bel tanda berakhirnya istirahat berdentang dengan keras, menyadarkan keduanya.

Barja membuang napas berat lalu menoleh ke Zhardian. “Tenang aja, gue nggak bakalan cerita ke siapa pun kalau lo yang ngasih tahu.”

Keduanya lantas berdiri dan berjalan hendak menuju gedung kelas mereka masing-masing. Para murid sudah banyak yang masuk kelas jadi keadaannya lumayan sepi. Sebelum berpisah pada persimpangan koridor, Barja memanggil Zhardian.

“Zhar.” Sahabat Galaxy itu pun menoleh, “kalau sampe dia belum sadar dan masih jalanin rencana busuknya itu, gue jamin, muka polos bohongannya itu sekarang pasti udah bonyok.”

Omongan Barja tidak akan main-main. Walaupun dia suka bercanda tapi saat ini benar-benar serius. Bintang merupakan sahabat yang sudah dianggapnya sebagai keluarga. Saat tahun lalu dia pernah sedih dan merasa kecewa karena tidak lolos seleksi DBL yang akan diadakan di Surabaya, Bintang yang terpilih malah membatalkan keberangkatannya demi bisa sama-sama dengan Barja. Katanya, “Nggak apa-apa Ja, tahun depan masih ada seleksi. Kita bisa latihan dulu biar jadi lebih jago main basket.”

Untuk itu Barja akan sangat membela Bintang dalam hal ini. Itu membuat Zhardian kontan melotot dan berusaha menelan salivanya dengan kesusahan.

“Sebenernya Zhar, gue belum percaya banget sama sohib lo dan pengin banget hajar dia sekarang juga,” Barja melihat Zhardian ketakutan. “Tapi buat sementara ini, gue nahan diri demi Bintang. Jadi tolong jangan sampe sohib gue tahu masalah ini.”

Zhardian cepat-cepat mengangguk layaknya anjing yang diberikan tulang tanda mengerti. “Siap Kak Ja.”

Thanks.” Tanpa menunggu balasan dari Zhardian, Barja kembali berjalan menuju kelasnya.

Jakarta, 29 Agustus
10.30 a.m.

Zhardian mendapati Galaxy berjalan dengan raut wajah murung ketika tiba di kelas. Biasanya, penyebabnya adalah karena sahabatnya bertengkar dengan Aira. Karena saat ini belum ada guru, dia pun memutuskan untuk bertanya, “Lo nggak apa-apa Gal? Berantem lagi sama kak Aira?”

Galaxy duduk dengan mata terpejam sambil bersandar di punggung kursi dengan tangan memijat pangkal hidung menggunkan tangan yang tidak dibebat. Sepuluh detik kemudian baru menjawab, “Dia tahu.”

“Makdudnya? Dia siapa? Tahu apa Gal?”

“Kak Bintang.”

Zhardian mulai was-was. Apa jangan-jangan Barja sudah memberitahunya? Namun tidak mungkin, tadi dia baru saja bersama play maker kebanggaan sekolah itu dan Barja mengatakan jangan sampai Bintang tahu. Lalu dari mana gadis tomboy itu tahu?. “Maksud lo Gal?”

“Dia denger obrolan gue sama kak Aira. Semuanya, soal itu.”

Jantung Zhardian ikut deg-degan sambil memutar tubuh menghadap Galaxy. “T-terus Gal? Gimana respon dia? Lo ditonjok? Sebelah mana? Kok nggak ada lebam? Atau jangan-jangan lo di tendang?”

Galaxy kontan membuka mata untuk menatap sahabatnya. Memang Zhardian tidak bicara sembarangan atau sedang melawak. Sudah pernah sahabatnya katakan bahwa Bintang itu galak dan tak akan pernah ragu melayangkan tinju untuk orang yang menyakitinya.

“Justru itu masalahnya, dia nggak marah, nggak nonjok gue, apa lagi nendang gue, dan responnya biasa aja.” Tanpa sadar, Zhardian menghela napas lega karena Galaxy selamat dari tangan besi Bintang. “Gue mau ngaku semuanya tapi karena dia ngomong nggak masalah, jadi gue ngurungin niat. Dan dia ngomong gue itu cuma temen. Gue pikir, dia juga cinta sama gue Zhar. Dia bahkan—ya udahlah. Karma is bith.”

Jakarta, 29 Agustus
11.30 a.m.

Gadis itu belum kembali. Terhitung sejak satu jam yang lalu pelajaran dimulai. Barja mulai khawatir. Pasalanya sahabatnya itu paling antipati terlambat ke sekolah apa lagi bolos kelas. Pasti terjadi sesuatu terhadap gadis itu. Barja yakin.

Seakan menjawab kekhawatiran laki-laki itu, Zhardian mengiriminya pesan. Barja pun membacanya sembunyi-sembunyi di bawah bangku.

Zhardian :
Kak Bintang udah tahu! Gala sendiri yang barusan cerita kalau kak Bintang denger obrolannya sama kak Aira. Tapi belum tahu kalau Gala suka beneran sama kak Bintang. Gala nggak PD jelasin, soalnya kak Bintang nggak ada respon, jadi dia ninggalin kak Bintang di GOR.

Gadis itu jelas tidak sedang baik-baik saja.

Tanpa menunggu waktu barang sedetik pun, Barja izin ke guru dan beralasan pergi ke toilet. Namun tentu langkahnya menuju GOR. Setibanya di sana, pintu ganda gedung itu sedikit terbuka. Dari celahnya, tampaklah Bintang sedang melempari bola basket ke ring.

___________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote dan komen

See you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻

20 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro