Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 19

Selamat datang di chapter 19

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (suka gentiyingin)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

_____________________________________________

Siapa yang harus dia pilih? Sahabatnya yang selalu ada di saat senang mau pun susah, atau seseorang yang dia sukai sejak lama dan sekarang telah memberinya lampu hijau?

~Barja Agritama~

_____________________________________________

Jakarta, 7 Agustus
09.30 p.m.

WA Official BFC

LoveBintang :

Gue butuh asupan gosip 😫😫😫 @SilviaRengganisOfficialBFC  @Indro(RajendraRoger)OfficialBFC, ttp kapal #BintangBarjaForever. Titik!

BucinnyaBintang:

Iya udah hampir 2 hari g’ ada kabar dr cinta gue #Bintangforevermilikkuselamanya #cintayangtaktersampaikan #cintayangterpendam #mengagumidalamdiam #ngenes #pennyungsepdisungai #penmakankerikilnyajuga

SilviaRengganisOfficialBFC :

@Indro(RajendraRoger)OfficialBFC pokoknya salah lo Ndro, kagak ikutan basket. Jadi kagak bisa motret kak Bintang #bintang #ceciliabintang #bintangkita #bintangforever #bintangbersinar #idolq #BFC

Indro(RajendraRoger)OfficialBFC:

@SilviaRengganisOfficialBFC gue kerempeng, ketiup angin ikutan terbang. Mana bisa ikutan basket oi! #BBF #BintangBarjaForever

BintangQ :

Indro(RajendraRoger)OfficialBFC @SilviaRengganisOfficialBFCI gue jadi ikutan nyesel kagak ikut basket, padahal kan dalam segi apa pun mendukung, tamvan? iya, bodi oke? iya, jago nikung? iya #BintangGalaxy #BintangQ #Bintangkecil #dilangityangbiru #amatbanyakmenghias #angkasa

BintangSelamanya :

@BintangQ iyain aja biar seneng. #timnetral #bintangselamanya #timabuabu #timhore #timuwu #uwu

SobatAmbyar :

Kirain paketan gue abis, ternyata bener ya kagak ada asupan gosip, beneran dah sepi banget kek hati gue  #timoleng #timpindahhaluan #timBintangGalaxy #timhiphiphurahura #uwu #semalemakungilernggaksayang

PenambahBeratBadan :

Indro(RajendraRoger)OfficialBFC hobi makan banyak tapi nggak gemuk-gemuk? Yok cek ig kami #penambahberatbadan #sehari1kgajanggakusahbanyakbanyak #notiputipu #dijaminnagih

Indro(RajendraRoger)OfficialBFC:

@PenambahBeratBadan oi! Ini WA bukan ig!

PenambahBeratBadan

Oh iya qaqa, maap nyasar. Kebiasaan.

Jakarta, 8 Agustus
06.30 a.m.

Pagi ini cuacanya cerah. Matahari yang menyapa di ufuk timur menyebarkan kehangatan. Karena sekarang masih pukul enam lewat tiga puluh menit, udara yang mengelilingi sekitar masih belum terlalu tercemar oleh asap-asap kendaraan yang berlalu-lalang di  kompleks perumahan tempat tinggal Bintang. Akan tetapi, semuanya berlawanan dengan hati Barja Agritama.

Wajah pemuda itu kusut mirip pakaian yang belum disetrika. Hatinya gundah gulana mirip orang belum makan nasi selama seminggu penuh. Bingung harus merapalkan do’a apa lagi untuk mengusir kandidat jin yang akan segera menyerangnya.

Motor yang dia tumpangi tiba di pelataran rumah Bintang. Biasanya Barja langsung masuk melewati pagar yang sudah dibuka oleh mamanya Bintang dan duduk di kursi rotan sambil bermain game di ponsel selagi menunggu sahabatnya tersebut. Namun, pengecualian untuk hari ini. Barja turun dengan gemetaran. Gerakannya lambat mirip bekicot sawah. Mulai dari mematikan mesin motor, kemudian membuka pengait helm sembari menurunkan standart. Lalu tangannya menengadah dan memanjatkan do’a.

Hamina ... hamina ... hamina ... moga si Kentang kagak marah ama gue. Amin.

Diusapnya wajah khawatir itu menggunakan kedua telapak tangan yang menengadah tadi. Secara perlahan Barja meluncur turun. Orang yang pertama kali dia jumpai adalah mamanya Bintang—seperti biasa—sedang menyiram bunga di halaman.

Melewati pagar yang sudah dibuka, Barja menyapa wanita paruh baya bersurai sepundak itu disertai senyum yang dipaksakan tulus. “Selamat pagi Tante.”

“Eh, Jaja ... mau jemput Bintang ya?” Wanita yang sebagian rambutnya sudah memutih itu kembali menyapanya.

“Iya, Tante.”

“Bintangnya udah berangkat Ja, tadi dijemput siapa itu namanya? Ga ....”

“Galaxy Tante?” sambung Barja saat mamanya Bintang yang sibuk mematikan keran kini sudah menghadap pemuda itu sepenuhnya.

“Iya, Ja, mereka naik scooter.”

“Ha?” Barja melotot tanda bingung, heran, sekaligus takjub.

Ternyata usaha Galaxy tidak kaleng-kaleng untuk mendekati sahabatnya. Mengingat cerita dari Aira tadi malam, Galaxy itu masih berumur enam belas tahun, jadi belum mendapat izin mengemudi kendaraan bermotor. Meski di Indonesia sudah ada SIM untuk pelajar pada umur tersebut, tapi orangtua mereka melarang Galaxy. Hingga benar-benar mencapai usia tujuh belas tahun. Makanya semalam Aira menjemput adiknya di sekolah dan untuk sehari-hari, Galaxy lebih memilih naik scooter daripada berangkat bersaman Aira. Alasannya, karena mereka sedang tidak akrab.

Kalau dulu, tentu Galaxy lebih suka berangkat bersama Aira. Bahkan ke mana pun Aira menempuh pendidikan, Galaxy juga harus berada di tempat yang sama. SMA Geelerd pun, juga termasuk salah satu kegiatan Galaxy mengikuti Aira.

“Emang nggak kontekan ama bintang Ja?”

Semyum masam tersungging lagi di bibir Barja. “Paketan saya abis Tante, jadi belum kontek Bintang,” kilahnya. Demi kebucinan yang membara, batin si Barja. “Kalau gitu saya berangkat dulu ya Tante.”

Usai bersalaman dengan wanita paruh baya itu, Barja mengemudikan motornya menuju sekolah. Sekitar sepuluh menit kemudian, dia tiba di pelataran parkir dan tidak sengaja melihat Bintang bersama Galaxy yang juga baru saja tiba dari kejauhan.

Benar kata mamanya Bintang kalau gadis itu bersama Galaxy naik scooter. Terbukti dari keduanya yang sekarang sedang menyeret alat transportasi sederhana tersebut. Dari ekspresi yang ditampilkan, si tomboy sama sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda keterpaksaan. Malah Barja melihat senyuman itu terus hadir mengihiasi wajah sahabatnya.

Tanpa sadar Barja mengamati mereka. Mulai dari Galaxy menurunkan standart scooter yang ditumpanginya sendiri, lalu yang ditumpangi Bintang untuk memarkirkannya dengan rapi. Berikutnya mereka sama-sama melepas helm.

Barja tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan sebab suasana parkiran sedang ramai. Murid-murid baru saja tiba dibarengi suara mesin serta kenalpot dari kendaraan bermotor yang saling timpang tindih dengan suara-suara orang bercakap-cakap. Namun Barja jelas melihat mereka sedang mengobrol. Bahkan ia melihat Bintang mengacak-acak rambut cokelat terang Galaxy yang semula berantakan akibat helm yang dilepas. Kini malah semakin berantakan akibat ulah Bintang.

Gadis itu tertawa lebar. Seperti biasanya saat menertawakan sesuatu yang lucu dan tentu saja tanpa perlu menutupi mulutnya menggunakan tangan selayaknya perempuan pada umumnya. Barja juga melihat saat Bintang ingin melepas jaket hitam yang melilit di pinggang gadis itu, tapi Galaxy segera mencegahnya. Kemudian mereka terlihat berdebat dengan binar bahagia sambil berjalan menuju gedung sekolah, sementara Barja tidak sadar sedang melongo dari tadi.

Barja galau. Hatinya juga senang melihat Bintang bahagia seperti itu akan tetapi di sisi lain juga tidak bisa menolak keinginan Aira. Siapa yang harus dia pilih? Sahabatnya yang selalu ada di saat senang mau pun susah, atau seseorang yang dia sukai sejak lama dan sekarang telah memberinya lampu hijau?

Jakarta, 8 Agustus
10.00 a.m.

Selepas upacara bendera hari Senin, Barja hanya memandangi gadis itu dari jauh. Bila Bintang marah dan mengabaikannya, maka gadis itu sudah sangat berhasil. Namun, sepertinya tidak demikian. Bintang jelas tidak menunjukkan adanya tanda-tanda merasa akan kehadiran Barja. Gadis itu hanya sibuk dengan ponsel. Membalas pesan yang masuk dengan binar mata bahagia tanpa memedulikan sekitar. Terbukti dari jari-jemari yang menari lincah di layar ponsel. Dugaan Barja itu berasal dari Galaxy. Hingga tiba saat istirahat pertama, Bintang bahkan terburu-buru keluar kelas menggunakan jaket Alan Walker hitam yang tersampir di pundaknya dan melipir ke kantin mbok Sarmi.

Barja yang semalam sangat yakin bisa memberitahu Bintang untuk menjauh dari Galaxy, mendadak tidak percaya diri setelah melihat serentetan kejadian tadi. Dia akhirnya memutuskan untuk menemui Aira.

“Aku minta waktu ya Ra?” tanya Barja yang saat ini sedang berada di cafe sekolah.

Awalnya, Aira bersama dua orang sahabatnya, tapi karena Barja yang tiba-tiba datang, gadis cantik itu izin memisahkan diri dan mengambil bangku yang sedikit agak jauh dari mereka. Dua gelas minuman telah menjadi ikut menjadi penghuni meja.

“Kenapa Ja?” Aira kembali bertanya. Suara perempuan itu terdengar merdu di telinga Barja. Tangan lentik itu juga memainkan sedotan dari minuman yang Aira pesan. Gerakannya anggun dan feminim.

Barja sempat terusik pada kenyataan itu tapi segera sadar. “Gini Ra, aku sebenernya lagi ada masalah dikit ama Bintang.” Akhirnya dia memutuskan untuk jujur pada Aira.

“Masalah apa?”

“Biasalah, namanya juga temen. Sebenernya akunya yang lagi nggak enak sama Bintang.”

Wajah Aira terlihat khawatir sekaligus bingung. Gerakannya memutar sedotan kini sudah berhenti untuk fokus menatap Barja. “Nggak enak gimana?”

Mengabaikan pertanyaan Aira, Barja terus nerocos. “Entar kalau aku udah baikan, aku bakalan ngasih tahu dia. Iya kali lagi berantem terus tiba-tiba ngasih tahu gitu,” terang Barja tanpa membeberkan inti dari permasalahan yang sedang dia hadapi dengan Bintang.

Tidak mungkin kan, Barja memberitahu Aira kalau penyebab permasalahannya adalah Aira sendiri. Bisa-bisa lampu hijaunya langsung diganti jadi merah. Kan susah urusannya.

“Kamu nggak mau ngasih tahu aku, Ja?”

Dari mimik Aira, seperti sedang mendesaknya. Meskipun terdengar seperti sebuah rajukan, tapi karena sudah beberapa waktu bersama, Barja jadi paham betul.

“Nggak gitu, Ra. Cuma masalah kecil kecil.”

“Masalah kecil apa itu, Ja?”

Duh! Kenapa suara Aira harus terdengar sangat merdu setiap saat? Tuh kan, Barja jadi luluh.

Laki-laki itu menegakkan posisi duduknya. Segelas soda dia tenggak sedikit untuk meredakan kekeringan yang melanda tenggorokannya sekaligus menutupi rasa kekaguman akan suara Aira.

Sudahlah, kalau sudah bucin, memang susah.

“Cuman, gara-gara aku nunda nraktir seblak kok.” Sama ninggalin dia gitu aja buat nganterin kamu. Barja melanjutkannya dalam hati. Sengaja agar Aira tidak merasa bersalah. Sebab Barja tahu, Aira gampang merasa seperti itu.

“Ja, kamu tahu kan anak paduan suara mau ke Jogja buat lomba minggu depan selama beberapa hari?”

Iya, Barja tahu. Beberapa hari lalu Aira sudah memberitahunya. Dia pun mengangguk.

Please ... pisahin mereka. Aku nggak bisa tenang sebelum mereka pisah.”

“Ra? Kamu benci sama Bintang ya?”

Entah kenapa Barja semakin merasa ada yang aneh dengan Aira. Kenapa sebegitunya berambisi memisahkan mereka?

“Enggak Ja, aku enggak benci sama Bintang.” Justru aku kasihan sama dia. Aira melanjutkannya dalam hati.

“Kenapa sampe sebegitunya kamu pengin mereka pisah? Cemburu?” Barja bergumam di akhir kalimat.

Suasana cafe sekolah memang ramai, jadi Aira tidak bisa mendengarnya. Wajahnya menegang, menatap Barja seakan meminta laki-laki itu untuk menghentikan pertanyaannya. Dirasa Barja tidak peka, Aira mengutarakannya. “Ja, please kita udah bahas ini semalem dan kamu udah setuju sama permintaanku.”

“Kasih aku waktu ya Ra? Pasti aku bantuin. Biar masalahku sama Bintang kelar dulu ya?”

“Cuma sampe aku pulang dari Jogja ya Ja? Tolong usahain pisahin mereka Ja.”

Barja meraih tangan kiri Aira yang berada di meja dan mengusapnya sebentar. Seolah meyakinkan bahwa dia akan melakukannya demi Aira. Padahal sebenarnya Barja sangat galau. Bagaimana cara memisahkan dua orang yang sedang kasmaran? Kalau Barja berada di posisi Bintang, pasti juga tidak akan mau.

“Aku cuma takut dan khawatir, Ja. Kamu ngerti aku kan?”

“Iya, aku ngerti kok. Kamu fokus aja ke latihan paduan suara, masalah itu biar aku yang tanganin.”

Tidak apa-apa, menenangkan Aira jauh lebih mudah dibandingkan menangani sahabatnya. Untuk sementara, Barja memikirkan Aira terlebih dahulu. Untuk masalah Bintang, akan dia selesaikan setelah Aira berangkat ke Jogja.

“Makasih Ja.”

Jakarta, 8 Agustus
15.30 p.m.

Decitan yang berasal dari sepatu yang beradu dengan lantai lapangan basket terdengar memekakkan telinga. Suara itu tentu sudah tidak asing lagi bagi para anggota tim olahraga tersebut, yang hari ini sedang pertama kalinya latihan bersama anggota baru usai pulang sekolah. Dimulai dari lari kecil untuk pemanasan terlebih dahulu. Untuk melenturkan otot-otot agar tidak kaku dan tidak terkilir ketika memasuki permainan.

Bintang mendapat tugas spesial. Pelatih memberinya waktu untuk melatih Galaxy sendiri. Astaga, dia pikir pelatih hanya bercanda. Namun ternyata serius.

Mulanya, usai pemanasan, Bintang menggiring Galaxy ke tepi lapangan. Adik kelas itu tentu dengan senang hati menurutinya.

“Ekhm, Kiddo, lo kan tinggi, pasti jago dong main basket. Nama tengah lo juga basket kan?” ujar Bintang sembari membawa bola. Ngomong-ngomong mereka sudah mengganti seragam dengan baju bebas untuk latihan basket.

“Em ....” Galaxy tampak berpikir sembari mengusap tengkuknya sesaat, juga sedang mangatur napasnya yang memburu akibat pemanasan tadi. Sama dengan Bintang.

“Udah, nggak usah sungkan-sungkan, tunjukin seberapa jagonya lo main basket. Nih, bola, coba lo dribble.”

Bintang mengoper bola itu pada Galaxy. Wajahnya sangat antusias. Dia yakin Galaxy sudah jago. Memiliki dari posturnya yang tinggi, pasti laki-laki ini sangat lihai bermain basket.

Sementara Galaxy sendiri tampak ragu. Pasalnya dia sama sekali tidak bisa bermain basket. Dia memainkan basket pun hanya saat mendapat materi pelajaran olahraga. Untuk saat ini, mungkin, dia bisa menggunakan teknik-teknik dari apa yang telah dipelajarinya selama pelajaran tersebut.

Sebagai permulaan Galaxy memindah bola tersebut ke tangan kanan. Perlahan benda bulat membal itu dia jatuhkan lalu dipukul setelah memantul.

Dung ....

Bola memantul.

Plak ....

Galaxy memukulnya menggunakan telapak tangan. Bintang yang melihat hal itu kontan ternganga.

“Kiddo, lo jangan bercanda ya!” pekiknya sembari mengambil bola yang masih dipukuli Galaxy. Arahnya jadi tidak beraturan karena kecepatan memukul dengan pantulan yang dihasilkan tidak seimbang dan tidak seirama.

Sorry Kak, gue beneran nggak bisa main basket,” aku laki-laki itu.

“Serius lo?” Bintang berkacak pinggang sambil menenteng bola itu.

“Iya Kak.”

“Apa yang lo ketahui tentang basket?” tanya Bintang penasaran. Baginya itu merupakan pertanyaan wajar bukan? Sesuatu yang akan kita lakukan harus menemukan landasan pengetahuan yang kuat sebelum melaksanakannya.

“Bolanya dimasukin ke keranjang.”

“Yang bener aja dong Kiddo! Semuanya juga tahu kalau main basket bolanya bakalan dimasukin ke keranjang! Kalau sepak bola, ya bolanya di masukin gawang!” Bintang membuang napas kesal. Tidak dia duga akan jadi seperti ini, “maksud gue, dasar-dasar basket, Kiddo!”

“Oh, oke Kak.”

“Apa? Sebutin coba!” tantang Bintang.

“Hehe ...” Galaxy tertawa masam. Membuat gadis tomboy itu malah semakin menyipitkan matanya dan mengerutkan keningnya.

“Terus lo ngapain pengin ikutan basket kalau belum melajarin—minimal—dasarnya?! Gue nggak suka ya kalau ada orang yang nggak sungguh-sungguh main basket! Nggak ada dasar niatnya!”

Dengan polosnya Galaxy bertanya, “Niatnya biar bisa deket sama Kakak terus, salahkah?”

“Haish!” Minta digebuk gagang sapu legendaris nyonya Erlin nih Human.

_____________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote dan komen

See you next chapter teman-temin

With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻

7 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro