Chapter 16
Selamat datang di chapter 16
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (suka terbang sana sini)
Thanks
Happy sat night everyone
Happy reading
Hope you like it
❤❤❤
_______________________________________________
Awal mula melihat pancaran dan binar terang pemilik wajah manis itu, awal mula itu pula aku melakukan spontanitas yang gila
~Galaxy Andromeda~
_______________________________________________
Puncak, 7 Agustus
15.05 p.m.
Galaxy Andromeda sebenarnya bukan tipikal lelaki dengan spontanitas. Bukan juga tipe yang suka memerintah, menyarankan sesuatu, posessive atau pencemburu. Selama dia hidup, segala sesuatu harus terorganisir dan terrencana. Menduga-duga segala kemungkinan lalu membuat gambaran untuk memilah, memilih serta mengambil keputusan atas tindakan-tindakan yang akan dia ambil berdasarkan apa yang dia prediksi sebelumnya. Namun, bukankah selalu ada pengecualian dalam hidup?
Cecilia Bintang merupakan contoh yang nyata baginya. Gadis tomboy itu adalah pengecualian dari segala prediksi dan rencananya. Awal mula melihat pancaran dan binar terang pemilik wajah manis itu, awal mula itu pula Galaxy melakukan spontanitas yang gila.
Zhardian tentu saja tidak satu suara. Sebab selain menurut gosip yang beredar di sekolah, menurut sahabatnya itu pula, Aira tidak akan senang dan tidak akan menyetujui bila Galaxy mendekati Bintang. Bukan hanya Bintang, tapi pada semua perempuan yang akan Galaxy pilih untuk dijadikan pacar saat itu.
Akan tetapi Galaxy meyakinkan dirinya sendiri serta Zhardian untuk yang pertama kalinya, dia melawan Aira dan dia merasa benar karena melakukannya. Aira tidak bisa terus-menerus seenaknya sendiri, melarangnya untuk mendekati Bintang karena berpikir dia—
“Waaahhh keren banget di sini, bentar berenti dulu ya Kiddo. Gue belum ke sini tadi. Tuh si Yola selfie-selfie mulu, tinja emang!”
Mendengar Bintang ngedumel lengkap dengan umpatan dan genggaman tangan mereka yang ditarik-tarik serta diayun-ayunkan, pikiran Galaxy tentang hal tersebut pun kontan berhenti. Sudah dia katakan pada dirinya sendiri bila Bintang memang spontanitas yang tidak bisa dia rencanakan kendatipun duga-duga sebelumnya. Kecuali yang satu itu.
Galaxy yakin suatu saat Bintang akan menyukainya kalau usahanya tidak kaleng-kaleng. Bukan kaleng Khong Guan yang kosong atau lebih parahnya lagi malah diisi rengginang. Duh! Kalau sampai seperti itu, kacau balau kisanak!
Galaxy menatap sekliling dan mendapati dirinya dan Bintang tengah berdiri di jalan setapak. Kanan-kiri mereka terdapat kolam yang dipenuhi teratai besar—lebih besar dari yang pernah dia jumpai—dan daunnya mengapung di permukaan air, serta berlatar belakang tanaman yang berbentuk brontosaurus besar. Sepasang iris cokelat terangnya berpindah pada gadis itu yang sedang melepas genggaman tangan mereka untuk mengambil ponsel dalam tas kecil yang terselempang dibahu.
Tanpa sadar kedua tangan Galaxy meraih kamera yang bergelantung di leher untuk membidik ke arah gadis itu yang sibuk memotret sekitar. Aura bahagia dapat dia rasakan dari pancaran wajah berbinar di sampingnya. Sungguh indah dan mungkin saja dia bisa menikmati pemandangan itu lebih lama kalau telepon dari Zhardian tidak mengganggunya. Kenapa lagi kisanak satu ini? Kenapa hobi sekali memecah suasana di waktu yang tidak tepat?
Nanpas berat yang singkat keluar dari hidung Galaxy yang mancung. Sembari mengangkat telepon, pandangannya tidak lepas dari gadis itu. “Halo? Kenapa Zhar?”
“Di mana lo Gal? Jam empat kita ngumpul di parkiran bus buat pulang.”
Galaxy sontak melirik arlogi sesaat lalu memandang Bintang yang masih asyik mengambil foto dari kamera ponsel. Sesekali juga selfie. Melihat kakak kelas itu, senyum melekuk di bibirnya yang tipis dan terasa dingin karena serbuan angin.
Baiklah, Zhardian harus berterimakasih pada Bintang. Karena gadis itu membuat Galaxy mengurungkan niat kesal padanya.
“Iya, bentar lagi gue ke sana Zhar.”
Usai menutup telepon dan memasukkannya kembali dalam kantung celana, Galaxy meraih tangan kiri gadis itu yang tidak sibuk memegang ponsel. Tampak tidak terganggu dengan kegiatannya. “Beneran udah nggak nyeri Kak?”
Bintang menoleh padanya lalu menjawab, “Enggak, sementara aman.”
Galaxy mengangguk. “Kalau gitu Kakak masih kedinginan?”
Galaxy melihat Bintang menyipitkan mata. “Dingin sih udah pasti, tapi bisa nahan kok. Gue kan kuat,” jawab gadis itu sembari menaik-turunkan kedua alisnya.
Senyum yang tadinya tulus kini berubah menjadi masam di bibir Galaxy yang tipis. Kepalanya juga menunduk menatap jari-jemari mereka yang saling bertautan. “Maaf ya Kak. Payah emang, nggak bisa ngasih jaket,” ucapnya pelan.
Menurut Bintang, Galaxy yang bersikap seperti ini lebih menggemaskan. Bagaimana mungkin laki-laki itu menjadi sangat tidak percaya diri sekarang, jauh dari biasanya yang modus tanpa batas. Bintang jadi tersenyum sedikit.
“Santai aja,” jawab gadis bersurai lurus itu sambil mengibas pelan tangan kanannya yang sudah memasukkan ponsel ke dalam tas. Lalu entah kenapa melihat Galaxy yang masih menunduk, tangan Bintang bergerak sendiri untuk menyentuh puncak kepala laki-laki itu. “Lo yang lebih butuh, kaus lo juga udah lumayan ngurangin dingin kok.”
Bintang tidak tahu, bagaimana efek yang ditimbukan gadis itu pada Galaxy. Kontrol atas dirinya hampir saja lenyap karena jantungnya yang berjoget ria. Hatinya juga terasa membucah diiringi terpaan angin sejuk. Sejenak, dia menikmati sentuhan lembut itu sambil mencoba mengarahkan pandangannya pada iris gelap jernih di depannya.
Saat sentuhan tangan itu terasa akan dilepas, Galaxy menahan tangan gadis itu menggunakan tangannya yang bebas lalu membawanya ke pipinya, selanjutnya bergeser ke hidung dan mulutnya. Dengan suara berat, dia berkata, “Kalau gitu ayo kita buruan ke toko souvenir terus beli baju lengan panjang biar Kakak nggak lama-lama nahan dingin.”
Puncak, 7 Agustus
15.08 p.m.
Toko souvenir itu memang tidak terlalu luas akan tetapi cukup menampung banyak barang dagangan khas tempat wisata ini yang disusun rapi pada rak-rak tertentu. Beberapa orang juga sedang mengunjungi tempat tersebut dan terlihat berada di sekitar beberapa jenis oleh-oleh. Begitu juga dengan Galaxy yang melihat-lihat gantungan kunci sementara Bintang sudah ke bagian yang memajang baju. Untuk beberapa saat yang singkat, pengelihatannya menangkap gadis itu sudah berada di kasir lalu dia segera menyusul.
“Tunggu, jangan ditotal dulu,” kata laki-laki itu pada sang penjual setelah melihat sweater abu terang yang dibeli Bintang lalu pergi ke bagian kaus-kaus itu dan mengambil yang serupa dengan ukuran lebih besar. Yakni ukurannya sendiri.
“Eh? Ngapain lo ikutan beli? Samaan lagi. Nggak kreatif!”
“Biar couple.”
“Bahaha ... dasar modus!” balas Bintang yang fokus mengeluarkan dompet dari dalam tas, memelilih beberapa lembar uang sesuai dengan jumlah harga sweater lalu menyodorkannya pada penjual tapi ditolak.
“Udah dibayar pacarnya, Neng.”
“Eh?”
Sebenarnya Bintang ingin membantah perkataan sang penjual. Namun, tidak adanya laki-laki itu yang semula berdiri di sampingnya membuat Bintang mengurungkan niat.
Ke mana sesungguhnya adik kelas itu pergi? Kenapa bisa secepat ini menghilang dari sampingnya? Apakah laki-laki itu memiliki kekuatan super? Lalu siapa yang sedari tadi sibuk menggandeng tangannya dengan alibi agar tidak hilang jika sekarang Galaxy sendiri malah menghilang?
Bintang celingukan untuk mencari keberadaan adik kelas itu yang ternyata sudah membawa belajaan mereka dan berjalan ke arah bagian kaus lagi. Dia pun segera menyusul.
“Kiddo, lo nggak harus bayar sweater gue.”
Bintang mengulurkan uang yang tadi tidak jadi dia gunakan untuk membayar penjual toko kepada Galaxy.
“Gantian, kemaren Kakak udah traktir seblak mang Uung,” jawab laki-laki itu. Tangan besarnya mendorong uang Bintang lalu meletakkan sweater baru mereka di salah satu rak tepat di samping mereka berdiri berhadap-hadapan.
“Itu kan makanan, lagian harganya lebih murah dari sweater ini,” ungkap Bintang realistis sembari mendongak menatap wajah pemilik tubuh tinggi tegap itu.
Galaxy menghiraukan Bintang dan malah mengalungi gadis itu dengan kameranya. Kemudian tangan besarnya berpindah ke zipper jaket Alan Walker hitam yang sedang ia kenakan. Berniat melepas dan menggantinya dengan sweater yang sudah dibuang lebel harganya.
Bintang yang semula bingung, baru akan protes tapi tidak jadi. “Duh kenapa malah ganti di sini?” Gadis itu kontan membalikkan tubuh sambil lirik sana-sini. Memastikan jika pengunjung lain tidak sedang memandangi mereka. Atau lebih tepatnya, memandangi Galaxy yang sudah melepas jaket dan mengenakan sweater.
Kotak-kotak enam cuy, kotak-kotak enam.
“Cowok kan bebas, kalau Kakak, nggak perlu ganti, cukup didobelin aja.” Setelah mengambil kamera dari leher Bintang lalu mengalungkannya ke lehernya sendiri, Galaxy membuang lebel harga, kemudian memakaikan sweater melewati kepala Bintang.
Mendapat kejutan yang tiba-tiba, tentu saja gadis tomboy tersebut protes dan reflek memutar tubuh. Menghadap serta menatap laki-laki itu yang sedang menatapnya. Lagi dan lagi menjadikannya gugup tak berkesudahan.
“Kiddo! Lo ngapain sih?!”
“Bantuin Kakak, biar cepet.”
Bintang memutar kedua bola matanya pura-pura malas untuk menutupi rasa gugup. “Makasih lho,” ucapnya. Usai memasukkan uang ke dalam tas, gantian dia yang mengalungkan tas tersebut pada laki-laki itu agar dirinya sendiri bisa lanjut memakai sweater. Untungnya Galaxy tidak protes.
“Sweater Kakak kegedhean,” komennya.
“Ya, emang lebih nyaman gini Kiddo.”
Tanpa sengaja Galaxy malah mengamati Bintang dari kepala hingga ujung kaki. Mulai dari gadis itu yang masih sibuk mengeluarkan rambutnya dari sweater, kemudian sweater itu sendiri yang kebesaran, gaunnya yang selutut dan sepatu kets hitam. Semuanya tampak serasi serta sempurna. Galaxy juga tidak mengerti kenapa banyak laki-laki yang mundur untuk mendekati kakak kelas ini.
Senyum penuh arti tercipta di bibirnya yang tipis. Mungkin takdir memang menjodohkannya dengan Bintang.
“Kiddo, jaket lho dilingkarin leher aja, nggak usah pake platik, limbah lho ....”
Galaxy mengangkat kedua alisnya tanda tidak paham. Maka dari itu Bintang mengambil tasnya dari leher Galaxy untuk dia bawa sendiri. Lalu meraih jaket Alan Walker itu, berikut melingkarkan bagian lengannya di leher laki-laki itu serta mengikatnya tidak terlalu kencang.
“Nah, lebih praktis. Jadi lebih hangat kan?” tanya gadis itu sambil tersenyum lebar. Puas mengamati hasil karyanya sendiri.
“Iya, lebih hangat.” I mean, your smile. Lanjut Galaxy dalam hati. “Btw, Kakak masih mau ke tempat lain?”
“Pengen sih, belum semuanya gue jajah. Gara-gara si Yola tuh. tapi ....” Gadis itu menghentikan kalimat untuk melirik jam tangannya sendiri. “Udah mau kumpul.”
Galaxy sontak mengikuti gadis itu mengecek jam. “Masih kurang beberapa menit lagi, masih cukup.”
Galaxy tidak memberi kesempatan pada Bintang berpikir, melakukan hal lain atau protes sebab tangan besar dan hangat miliknya sudah meraih tangan gadis manis tersebut untuk membawanya berjalan keluar toko.
Puncak, 7 Agustus
15.20 p.m.
Gadis itu menurut ketika Galaxy mengajaknya berkeliling Taman Nusantara naik Dotto train yang hanya beroperasi setiap sabtu, minggu dan hari libur nasional. Syukurlah, awalnya dia sempat ragu dan takut Bintang akan menolak, tapi respon gadis itu selalu diluar prediksinya. Selain lelah berjalan kaki, jam yang mepet merupakan alasan tepat bagi keduanya. Maka selagi ada sisa waktu, kendaraan ini menjadi semacam penyelamat modus Galaxy.
Mereka memilih tempat duduk paling belakang karena sadar body cuy. Tidak ingin pengunjung lain protes akibat terhalang tinggi mereka. Selama perjalanan, radio dari kendaraan itu memberi informasi tentang seputar tempat-tempat yang dilewati. Secara tidak langsung menambah jumlah wawasan bagi semua orang yang sedang menaiki kendaran tersebut.
“Bagus banget. Emak sama kakak gue pasti seneng di ajak ke sini.” Dengan ceria, Bintang berkomentar sembari melihat pemandangan di sebelah kanannya. Sedangkan Galaxy yang berada di sebelah kirinya mengikuti arah pandangan Bintang sambil membidik kameranya.
“Ajak ke sini aja, gue juga ikut ya Kak.”
Bintang praktis menoleh ke Galaxy lalu tersenyum culas. “Perasaan lo ngikutin gue mulu. Nggak kreatif!”
Tiba-tiba lensa kamera Galaxy mengarah padanya dan Bintang menepis pelan tapi dengan dorongan kuat sampai laki-laki itu menurunkan benda tersebut dari wajahnya.
“Stop it Kiddo!”
Galaxy hanya tersenyum lebar saat gadis itu memukul lengannya pelan. Ala lelaki, bukan ala perempuan yang merajuk. Saat pukulan itu akan hinggap di lengannya lagi, Galaxy yang sibuk memegangi kamera berhasil menghindar.
“Mau tahu hasilnya nggak?” tawar laki-laki itu sambil sedikit mengacungkan kameranya. Dapat dengan jelas dia lihat antusiasme dari gadis itu. Maka disodorkannya kamera miliknya yang telah dia lepas dari leher dan sudah menampilkan hasil jepretannya.
“Bahaha kok gue bisa cantik gini sih?” tanya gadis itu sambil tertawa lebar dan merona secara bersamaan. Menatap Galaxy sekilas lalu fokus pada layar kamera lagi dan menggeser-geser foto dirinya. Semua tampak mengaggumkan. Belum pernah ada seseorang yang memotretnya diam-diam dan hasilnya sekeren ini. Bintang pikir laki-laki itu cukup berbakat menjadi juru foto.
“Menurut gue, kalau candid lebih bagus. Dan jangan salah, Kakak emang cantik.”
“Bahahaha dasar modus. Masih jauh dibanding kecantikan Kakak lo kali.”
Senyum yang tadinya melekuk di bibir Galaxy kontan luntur sepenuhnya ketika melihat Bintang tengah menggeser foto-foto Aira yang sempat dia ambil beberapa waktu lalu. Kakak perempuannya yang sedang terlihat menghidu buket bunga seratus mawar merah dan sedang berdiri di panggung setelah memenangkan kompetisi lomba menyanyi. Galaxy sempat lupa jika masih menyimpan foto-foto Aira dalam jumlah sangat banyak yang semuanya dia ambil, karena sibuk dengan Bintang.
“Bentar Kak, ada yang tempat bagus.” Bersamaan dengan perkataannya, Galaxy meraih kameranya lagi untuk pura-pura memotret sesuatu di sebelah kirinya.
Bintang yang tadinya juga tersenyum kontan merasa awkward. Sepertinya, memang bukan hanya perasaannya saja yang mengatakan kalau Galaxy selalu menghindari topik tentang Aira. Sekarang, Bintang yakin memang iya. Meski penasaran setengah mati, bagaimana pun juga itu bukan urusannya. Namun, dalam hati dia diam-diam berkata bahwa mungkin saja jika laki-laki itu bisa membaginya, Bintang sama sekali tidak akan keberatan sedikit pun.
Mungkin, gadis itu juga sudah mulai penasaran tentang segala yang menyangkut Galaxy tapi tidak ingin tergesa-gesa mengoreknya. Pelan-pelan saja. Masih ada banyak waktu, pikirnya.
______________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote dan komen
See you next chapter teman temin
With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻
19 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro