Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15

Selamat datang di chapter 15

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (maklum suka gentayangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤️❤️❤️

________________________________________

Madly in love with someone that you don’t expect yet,
but your heart still want to say no,
just because you think that’s embrassing [18]

~Cecilia Bintang~
________________________________________

Puncak, 7 Agustus
14.33 p.m.

Selama beberapa menit menyusuri Taman Rahasia yang seakan menelan mereka, masih sambil bergandengan tangan, Bintang dan Galaxy sesekali berdebat tentang pemilihan jalan. Berbelok ke kanan, ke kiri, ke depan atau ke cabang lain. Kadang menemui jalan buntu, suatu waktu juga berpapasan dengan orang-orang mau pun pasangan lain. Lalu ada sesuatu yang menyita perhatian Bintang. Maka dari itu tangannya yang masih bertautan dengan Galaxy dia tarik-tarik untuk memberi isyarat agar berhenti sejenak.

“Kenapa? Kakak kedinginan? Mau dipelu—”

Satu pukulan ringan mendarat dilengan kekar laki-laki itu. Sehingga membuat Galaxy menghentikan kalimat dari kepolosannya yang hakiki.

“Kok mereka kayak megang peta sih?” tanya Bintang sambil menunjuk pasangan lain yang kebetulan baru saja melintas. Salah satu dari pasangan itu memegang selembar kertas yang tadi sempat Bintang curi pandang menggambarkan denah Taman Rahasia.

“Nggak tahu, coba kita tanya.”

Usai mengikuti arah pandangan Bintang, Galaxy kembali menarik tangan gadis itu yang menurut untuk menyusul pasangan tersebut. Setibanya di samping mereka, dia bertanya, “Dapet peta dari mana ya Bang?”

Laki-laki yang dipanggil bang itu pun berhenti, menoleh lalu menjawab, “Tadi waktu mau masuk sini petugasnya jualan.”

“Kok tadi gue nggak liat ada petugas di pintu masuk?” gumam Bintang. Galaxy yang mendengar gumamannya mengangguk tanda setuju.

Sebenarnya untuk masuk Taman Rahasia harus membayar seribu rupiah dan bisa membeli peta yang dijual petugas di pintu masuk. Namun karena sibuk dengan kegiatan masing-masing—Bintang yang sibuk mencari tempat ngomel yang tepat dan Galaxy yang sibuk memotret gandengan mereka—jadi tidak sadar jika asal main serobot masuk. Petugasnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala dan memaklumi kelakuan mereka sebab merasa pernah muda.

“Boleh kita barengan Bang?” tanya Galaxy lagi.

“Ya udah ayok!” Suara riang dari jawaban perempuan berambut keriting itu membuat pasangannya mengernyit.

“Yank! Jangan bilang kamu naksir sama dia?! Kok semangat banget jawabnya?!”

Bintang kontan melengos lalu melihat wajah Galaxy yang ikut cengo melihat dua orang itu, menambah kadar kepolosan nan keoonnya adik kelas tersebut. Sementara pasangan tadi ribut sendiri.

“Mau cuci mata—eh maksudnya enggak gitu Yank! Kasian mereka nggak ada peta.” Mbak berambut keriting keceplosan tapi dengan cepat mengelak.

“Alaaah ... alesan aja kamu itu, mentang-mentang dia lebih tinggi dan lebih ganteng dari aku!” Setelahnya laki-laki tersebut melihat Bintang dan Galaxy secara bergantian. “Teh, punya pacar itu dijaga ya!”

“Kok jadi gue?! Lagian dia—”

“Udah kalian nggak perlu ikut! Gue nggak mau cewek gue kecantol sama lo.” Kalimat bantahan Bintang dipotong cepat oleh pasangan perempuan berambut keriting tadi.

“Yank! Nggak gitu! Kasian Tetehnya nggak pake jaket, pasti kedinginan kalau kelamaan nyari jalan keluarnya.”

Melihat Bintang sekilas, abang pacar mbak rambut keriting itu reflek melepas jaket biru dongkernya. “Udah ini ambil jaket gue aja!”

Galaxy kontan marah. “Eh nggak gitu juga ya! Gue bisa jaga cewek gue sendiri!” pekiknya kemudian mengurai tangan dan menatap Bintang sambil berusaha menurunkan zipper jaketnya. “Bae ....”

“Cewek gue? Bae?” gumam Bintang sembari memiringkan kepala. Suatu sikap kebiasaan bila sedang bingung.

“Pake jaket aku ya,” Lanjut Galaxy.

“Aku? Lo kesurup—eh?! Mau ngapain?! Nggak usah!” Bintang reflek mencekal bagian depan jaket Alan Walker hitam Galaxy sambil lirik sana-sini.

Sementara mbak rambut keriting terus memandangi Galaxy yang sudah menurunkan zipper jaketnya hingga setengah. Apabila sedikit lagi turun dan perut kotak-kotak enam adik kelas itu keliahatan, Bintang yakin perempuan asing tersebut akan ngiler. Namun bukan itu alasan utamanya. Galaxy tidak tahan dengan kondisi dingin. Jadi bisa bayangkan bila laki-laki itu melepas jaket dan harus topless? Besar kemungkinan akan hypothermia dan Bintang tidak ingin menjadi penyebabnya.

Beneran? Bukan gegara khawatir kan Tang? Pikiran Bintang menginterupsi. Lalu pikirannya juga yang menjawab enggak.

“Ini Teh, jaketnya, udah sana Mas kalau mau bawa ceweknya pergi!”

“Apaan sih?! Bilang aja situ mau modus karena cewek gue lebih manis!” Galaxy sontak menghentikan kegiatannya menurunkan zipper jaket untuk menepis jaket yang diulurkan laki-laki asing itu pada Bintang. “Nggak usah! Cewek gue pake jaket gue!”

Mendengarnya diakaui sebagai pacar dan dipuji manis, Bintang jadi bingung. Antara harus marah atau tersipu. Mungkin keduanya.

“Makanya jadi cowok itu yang peka! Tuh cewek lo kedinginan!”

“Yank! Kamu kok jadi gitu ke tetehnya?! Jangan-jangan bener yang dibilang mas ini kalau kamu emang modus? Iya?!” Sekarang malah gantian mbak rambut keriting yang marah ke pacarnya sambil melirik Bintang dengan picingan mata yang mengisyaratkan tidak suka alias permusuhan. Astaga, Bintang jadi merasa lucu sekaligus jengkel. Maksudnya apa mbak ini? Tadi cari perhatian Galaxy, sekarang cemburu karena pacarnya melihat Bintang?

“Siapa? Enggak Yank, mana ada? Yang ada tuh kamu lagi caper sama mas ini kan?” Kemudian tatapan abang itu beralih ke Galaxy. “Mas! Jaga matanya ya!”

“Bukan gue! Lo itu yang harus jaga mata sama cewek gue!”

“Enak aja mana bisa gitu?! Gue nggak tertarik!”

“Lo pikir gue tertarik?” balas Galaxy cepat.

“Terus ngapain ngasih jaket ke tetehnya Yank?!” Mbak rambut keriting menyahut tak kalah sengit sambil berkacak pinggang. Peta di tangan kanannya sampai lecek.

“Tuh, dengerin cewek lo!” Menghiraukan embusan angin dingin yang menelusup ke celah-celah jaketnya yang terbuka setengah, Galaxy menuding-nuding perempuan dibelakang punggung Bintang yang masih berdiri didepannya. Sebenarnya itu tidak sopan, tetapi karena tampan, mbak rambut keriting memakluminya.

“Ya biar—”

“DIEEEMMM!” Satu teriakan dari Bintang yang sudah berdiri di tegah, membuat ketiga orang yang sedang adu mulut itu kontan berhenti dan fokus padanya. Setelahnya gadis tomboy tersebut mengambil peta dari tangan mbak rambut keriting dan lanjut berkata, “Udah, silahkan lanjut, gue permisi dulu.”

Baeee ... tungguin Bae ....” Sambil menarik zipper jaketnya ke atas, Galaxy terburu-buru mengikuti langkah lebar Bintang yang sudah berjalan pergi mencari untuk jalan keluar sesuai dengan peta yang dibawanya.

“Eh?! Teeehhh petanya jangan dibawa!” teriak mbak rambut keriting yang baru sadar peta ditangannya sudah berpindah, kemudian menyusul Galaxy. Catat, menyusul Galaxy ya, bukan Bintang yang membawa kabur satu-satunya benda berharga tersebut.

“Yank! Kamu masih mau ngejar mas itu?!” Abang itu juga tidak kalah berteriak lalu ikut menyusul mereka. Padahal niatnya benar-benar ingin menjauhkan pacarnya dari Galaxy, tapi malah dianggap modus saat memberikan jaketnya pada Bintang. Kasihan sekali nasib abang satu ini.

Puncak, 7 Agustus
15.03 p.m.

Setengah jam kemudian, mereka malah membentuk kelompok kecil yang dipimpin oleh Bintang. Selama itu pula Galaxy tidak akan sudi melepas genggaman tangannya pada Bintang. Sedangkan mbak rambut keriting selalu mencari perhatian pada Galaxy. Entah pura-pura tasnya terjatuh agar laki-laki bertubuh tegap itu mengambilkan atau pura-pura kedinginan—padahal Galaxy tidak peduli, justru pacarnya yang mengambilkan tas serta memberikan jaket—tapi anehnya jika si abang bertanya tentang keadaan Bintang, mbak rambut keriting marah-marah. Oh, tidak hanya perempuan asing itu tapi juga Galaxy.

Maunya apa sih nih human?! Bintang mengumpat-ngumpat dalam hati lalu di saat pikirannya menemukan suatu kejanggalan, dia berhenti. Semua anggota kecil itu pun ikut berhenti.

“Bentar, kita sebenernya lagi di posisi mana sih?” tanya Bintang pada pasangan itu karena baru sadar tidak tahu berada di titik mana. Namun yang ditanyai juga menggeleng. Bintang kontan menepuk jidatnya sendiri. Sungguh tragis nasibnya kali ini bersama mereka. Akan tetapi dia juga tidak bisa menyalahkan keadaan sebab ini juga merupakan suatu kecerobohannya.

Bintang berdecak sambil melipat kertas itu lalu memasukkannya dalam tas. Astaga dragon! Lalu untuk apa mereka keliling tidak jelas menggunakan pedoman peta ini?!

Saat berjalan lagi dan sudah hampir putus asa, sepasang iris hitam Bintang melihat pos petugas di tengah labirin. Dia pun berhenti diikuti Galaxy dan sepasang kekasih tidak jelas asal usul serta sifatnya itu. Selain sudah lelah putar sana putar sini dan belum mencapai titik temu, bising karena mereka bertiga berisik, Bintang juga sudah mulai menggigil. Pada akhirnya memutuskan untuk bertanya pintu keluar pada petugas yang berjaga di pos tersebut.

Sekitar lima menit kemudian ketika mereka sudah hampir mencapai pintu keluar sesuai arahan petugas tadi, Bintang tiba-tiba berhenti dan tidak bisa lagi menahan dinginnya angin Puncak serta perutnya yang nyeri akibat datang bulan. Galaxy pun ikut berhenti.

Bae?” panggil laki-laki itu dengan wajah khawatir.

“Lo kesurapan ya?!” omel Bintang yang sekarang tengah berpegangan dinding yang terbuat dari tanaman tetapi tidak sampai bersandar.

“Cowok tadi lirik-lirik Kakak terus makanya gue panggil Bae. Untung sekarang mereka udah pergi.” Galaxy kesal dan ngedumel sendiri sambil memandang pasangan tadi yang sudah menjauh.

“Apa hubungannya coba?” tanya gadis itu dengan nada suara semakin pelan.

Galaxy pun berubah panik ketika melihat wajah Bintang yang mengernyit sehingga tidak jadi menjawab pertanyaan Bintang. “K-kakak nggak apa-apa? Kakak capek?”

Bintang semakin menunduk sambil memegangi perutnya. “Nggak apa-apa.”

Mulutnya memang berkata demikian, tapi tubuhnya malah merosot dan berjongkok dengan tangan-tangan memegangi perut. Galaxy tentu tidak ingin tertipu begitu saja. Laki-laki itu lantaran ikut berjongkok di depan Bintang. Diraihnya wajah manis gadis itu menggunakan kedua telapak tangannya lalu memperhatikannya dengan seksama. Detik itu pula rasa hangat tangan Galaxy yang besar dan penuh dikedua pipi Bintang menjalar serta menimbukkan perasaan nyaman. Ah! Kenapa adik kelas ini selalu membuatnya nyaman?

“Apanya yang nggak apa-apa? Muka Kakak agak pucet. Kakak sakit? Kedinginan? Atau capek?”

Suara berat, dalam dan terkendali itu membuat lamunan Bintang buyar. Berbagai pertimbangan lantas bersliweran di otaknya. Apakah harus berkata jujur bila sedang datang bulan atau tidak. Kalau jujur, kira-kira apa yang akan dilakukan laki-laki itu? Kalau tidak, pasti Galaxy akan merecokinya dengan bertanya terus-menerus seperti yang sudah-sudah. Akhirnya Bintang memutuskan untuk menendang harga diri serta rasa malunya ke tepi untuk mengakui hal tersebut pada Galaxy. “Cuma dismenore.”

“Oh ...” gumam laki-laki itu. “Dokter bilang kalau lagi dismenore lebih baik dibuat terlentang atau berdiri, biar aliran darahnya lancar. Kalau Kakak jongkok meski jadinya nyaman tapi justru malah nggak lancar. Yok Kak berdiri.”

Bintang speechless. Hanya menurut ketika kedua tangan laki-laki itu berpindah di kedua bahunya, berusaha untuk membantunya berdiri.

“Entar juga sembuh sendiri kok Kiddo. Kayak kumat-kumatan gitu. Bentar sakit, bentar engak.” Nah sekarang Bintang juga tidak tahu kenapa malah menceritakan bahasan yang aneh ini pada Galaxy. “Btw kok lo tahu?”

“Pernah nganter kak Aira ke rumah sakit,” jawab laki-laki itu pelan sambil merangkul bahu-bahunya dan menuntunnya berjalan mirip nenek-nenek tua renta yang sedang menyebrang lalu lintas. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, itu bisa mengusir rasa dingin yang sudah mulai hingap di permukaan kulit lengannya.

“Kakak lo dismenore aja sampe ke rumah sakit ya?” Kenapa juga Bintang malah kepo. Demi semua jenis kerang yang ada di laut termasuk yang ajaib sekali pun, itu bukan urusannya.

“Iya,” jawab Galaxy sendu. Dia lemah. Lalu melanjutkannya dalam hati.

Bintang menangkap sesuatu yang aneh. Entah kenapa beberapa kali mereka membahas tentang Aira, dia mendapati respon Galaxy selalu singkat dan dengan jenis suara berbeda. Seperti menghindar. Akan tetapi gadis tomboy itu tidak ingin cepat menyimpulkan. Jadi Bintang mengabaikannya.

“Lo, adek yang sigap ya,” komen Bintang sembari terus melangkah sambil menatap Galaxy yang tampak dari samping karena fokus ke jalan. Tinggal semeter lagi mereka keluar dari Taman Rahasia.

Lalu tiba-tiba Galaxy berhenti dan menoleh padanya, membuat Bintang gelagapan tapi berusaha tenang. Duh adik kelas ini, bikin orang jantungan aja!

“Cowok sigap,” koreksi Galaxy sambil melempar senyum pada gadis gugup itu.

“Ya ... ya ... ya ... cowok sigap,” balas Bintang sambil memutar bola matanya malas.

“Terus kenapa Kakak belum nrima gue jadi pacar?”

Bintang kontan tersedak ludahnya sendiri. Senyum melekuk dibibirnya lalu tangan kanannya menyentuh pipi kiri Galaxy dan mendorongnya pelan tapi dengan tekanan kuat hingga laki-laki itu menoleh. Kemudian dia melepaskan diri dari rengkuhan Galaxy sambil berucap, “Perut gue udah baikan. Yok jalan.”

Tidak berbohong, memang nyeri pada perut Bintang sudah membaik. Entah karena memang begitu siklus dismenore, menuruti apa yang yang disarankan dokter, atau karena terabaikan oleh kalimat kejutan Galaxy. Yang mana saja, Bintang tidak akan keberatan.

“Tunggu Kak ....”

“Ogah, lo lamban.”

______________________________________

[18] Jatuh cinta pada seseorang yang diluar bayanganmu, tapi hatimu masih mengatakan tidak, hanya karena kamu berpikir itu memalukan.

______________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote dan komen

See you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻

16 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro