Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1 | Ahlan Wa Sahlan

"Abah terima Hasan?"

Abah mengangguk. Diusapnya jenggot tipis berwarna putih sambil menatap motor yang semakin menjauh meninggalkan pelataran rumah. Dua tamu yang tak ia duga, dengan niat yang mengejutkan.

Lamaran.

"Tapi Umah masih kecil, Bah. Jangan samakan dengan zaman kita dulu. Lulus SD sudah nikah. Abah tega?" khawatir Umi.

Abah berbalik arah, berjalan masuk dan duduk di kursi tamu. Ditatapnya tiga gelas kopi yang tak lagi penuh. Napasnya mengembus pasrah.

"Mi, kita tidak melepaskan Umah sekarang. Hasan juga masih sekolah. Abahnya Hasan minta Umah, tapi nanti kalau anak kita sudah lulus kuliah. Kalau sekarang, Abah juga mana tega, Mi."

Umi bernapas lega. "Alhamdulillah, Bah, Umi kira mau menikahkan Umah dalam waktu dekat."

"Nanti kita kasih tahu Umah kalau sudah masuk SMP. Sekarang, mungkin dia belum mengerti."

"Iya, Bah. Tapi, kenapa Abah yakin menerima pinangan Abah Rustam? Lagipula, Hasan juga pasti belum ingin menikah. Apa iya, Hasan ini diam-diam naksir Umah pas ngaji?"

Abah mulai berpikir juga. Mungkin seperti itu. Tapi, ia melirik kamar putri sulungnya yang tak jauh dari ruang tamu. Apa yang membuat putrinya ingin diminta Abah Rustam sebagai menantu? Padahal santru di pondok Abah Rustam juga banyak. Masa Hasan dan Abah Rustam bisa memilih Umah yang masih bocah?

Ngomong-ngomong, Hasan merupakan anak ketiga Abah Rustam. Seorang yang dipanggil Abah Kyai itu memiliki pondok kecil yang dijadikan tempat belajar dan mondok belasan santri. Tidak seperti pondok besar lain yang memiliki unit sekolah, pondok milik Abah Rustam hanya memiliki masjid, bangunan berupa kelas dan kamar. Sebelahnya sudah kediaman Abah Rustam sendiri. Halama pun menyatu, dengan kebun belakang masjid yang ditumbuhi tanaman; singkong, pepaya, pisang, kacang, dan kenikir. Para santrk dan Abah Rustam sendiri yang mengerjakannya.

Masjid, dijadikan warga sekitar untuk salat Jum'at dan pengajian ahad pagi. Sementara kelas yang disediakan, dipakai untuk sekolah diniyah malam remaja di sekitar. Sore hari, anak-anak dari sekitar juga akan mengaji di sana. Santri yang tinggal, sekolah umum di luar pondok.

"Kita pasrah saja, Mi. Sebelum ini kan, kita sudah istikhiroh bersama. Hasilnya, semoga benar-benar baik."

Pinangan dari Abah Rustam memang sudah ketiga kali ini. Pertama, Abah masih berunding dengan istri. Kedua, mereka memutuskan mencari jawaban dan mencari mengobrol dengan Umah tentang pendapatnya soal Hasan, ketiga, keputusan orang tua tersebut. Selanjutnya, tinggal bagaimana mereka akan menjelaskan pada putri sulungnya saat menginjak dewasa soal perjodohan ini.

***

Hari ini kelulusan SD. Umah maju ke depan bersama teman-teman lain, menerima medali kelulusan. Ia senang, akhirnya bisa lulus meski nilainya belum keluar. Minggu lalu baru selesai ujian, dan nilai sudah pasti belum keluar. Namun ia yakin, ia bisa mendapat nilai yang baik. Tak perlu tertinggi, cukup dengan nilai yang baik. Karena ia ingin memberikan yang terbaik untuk orang tuanya.

"Um, habis ini ke SMP mana? Aku di SMP 1 loh, barengan yuk kalau mau daftar!" ajak Putri, teman sebangkunya.

"Nggak tahu, Put. Aku di pesantren paling."

"Oh, kayak Cepeng brati. Dia mau dipondokkan sama bapaknya biar tobat. Hahahaha!"

Keduanya tertawa. Cepeng yang dimaksud adalah seorang anak laki-laki bernama asli Lutfi. Panggilannya Cepeng, karena badannya kurus dan tinggi. Memang terkenal bikin onar. Pernah dipetal rambutnya karena menempelkan sisa permen  karet di kursi guru.

Keduanya asyik bercerita, karena sebentar lagi libur tiba. Putri yang rumahnya tak begitu jauh, tetap akan berjauhan jika nanti mereka tidak satu SMP yang sama.

Tanpa Umah sadari, ada sepasang mata yang mengawasi dari kejauhan. Senyumnya tersunging manis. Diam-diam, ia merapalkan  doa dalam hati. Tentang harapan, masa depan, semua hal tentang dia di sana.

"Ahlan wa sahlan, Ya ... habibah."

_____________

Bagaimana permulaannya? Semoga suka. Ini kisah yang akan menemani Ramadhan. Tidak banyak, tapi diusahakan bisa rutin. Mbak Jenar juga belum tamat. Semoga suka ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro