
CHAPTER 5
Perlahan (Name) membuka matanya, dan hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit kamar yang sudah tak asing di matanya.
Kamar menginapnya selama di rumah keluarga Yamada.
"Ah, Nee-san sudah bangun?"
(Name) menoleh ke arah pintu, dan melihat Saburo sedang membawa mangkok besar yang berisi air dan handuk kecil.
"Sejak kapan aku berada di kamar?" tanya (Name) kemudian sedikit merintih sakit.
"A-ada apa, Nee-san?" tanya Saburo mulai panik.
(Name) hanya menggeleng lalu tersenyum.
Kepalanya pusing, dan tenggorokannya kering.
Tapi (Name) tidak mau mengatakannya, dan lebih memilih untuk tidak mengatakannya.
"Ichi-nii yang mengangkat Nee-san ke kamar, dan kalian sampai ke rumah saat aku dan Jiro sudah pulang sekolah," jawab Saburo meremas handuk yang ada di dalam mangkok.
"Lalu kemana Ichiro dan Jiro?"
"Mereka pergi bekerja," jawab Saburo kemudian meletakkan handuk yang semi basah itu di kening (Name).
'Dingin,' batin (Name) sedikit merasa lebih baik.
"Panas sekali," komentar Saburo menempelkan punggung tangannya di pipi (Name), "aku ambil termometer dulu ya. Apa Nee-san ada perlu sesuatu? Obat atau air minum misalnya?"
(Name) membuka mulutnya, namun kemudian menutup mulutnya dan menggeleng.
"Tidak ada."
Saburo terdiam, sebelum akhirnya berdiri.
"Begitu ya? Kalau begitu aku akan kembali."
Setelah itu Saburo berjalan keluar dari kamar (Name). Setelah pintu kamarnya tertutup, Saburo bersandar sejenak.
"Pembohong."
<><><>
"Apa Tuan Harrison ada?" tanya Saburo pada resepsionis saat dia dan Jiro sampai di kantor tempat (Name) bekerja.
"Beliau sedang berada di ruangannya," jawab sang resepsionis kemudian bersiap mengambil telepon yang ada di dekatnya, "ada perlu apa bertemu dengan beliau? Apa perlu saya beri jadwal temu?"
"Kami hanya perlu bertemu sebentar dengannya, mengenai keadaan (Name)-neesan."
Sang resepsionis berkedip kaget, kemudian mengangkat kepalanya untuk menatap kedua kakak beradik itu.
"Ada apa dengan (Surname)-san?"
"Dia—"
"Ho? Ada Yamada bersaudara."
Suara Harrison sukses menarik perhatian Saburo dan Jiro, dan melihat laki-laki itu sedang melangkah mendekati mereka.
"Hm, mana (Nickname)?"
"Ah, Nee-san hari ini tidak bisa masuk kerja karena dia sakit," jelas Saburo.
"Dan Nii-san sedang membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa," sambung Jiro.
Harrison berkedip kaget, sebelum akhirnya ekspresi serius terlukis di wajahnya.
"Aku mengerti," ucap Harrison, "kalau begitu aku ingin kalian berdua melakukan satu hal—apapun yang terjadi, walaupun keadaannya sudah membaik, selama seminggu ini larang dia untuk bekerja."
Kali ini Jiro dan Saburo yang berkedip kaget.
"Seminggu?"
Harrison mengangguk.
"Anak itu, jika sakit—dia pasti akan tetap memaksakan dirinya bekerja, dan aku sampai harus mengancam akan memecatnya agar dia mau beristirahat. Anak itu jarang sakit, tapi sekalinya sakit pasti karena overworked atau stres."
Lalu Harrison menghela napas.
"Dan saat sakit, dia akan jadi pembohong yang sangat payah—jika dia bilang 'tidak ada' atau 'tidak apa-apa' atau sejenisnya, dia berbohong."
<><><>
"Aku kembali, Nee-san," ucap Saburo memasuki kamar (Name) dengan membawa nampan berisi bubur, obat sakit kepala dan air putih serta termometer.
Setelah meletakkan nampan tersebut di meja yang ada di dekat kasur (Name).
"Walaupun Nee-san bilang tidak perlu apa-apa, setidaknya Nee-san perlu minum dan makan setelah tidur cukup lama," jelas Saburo, "juga minum obat setelahnya."
Beruntung Saburo sudah cukup tahu bagaimana cara merawat orang sakit, dan setidaknya bisa memasak bubur untuk sang kakak.
Saburo mengerutkan alisnya saat tidak mendengar respons dari (Name), Saburo kemudian menoleh ke arah (Name) yang tertidur.
"Nee-san?"
Saburo kembali mendekati (Name), dan irisnya membesar saat melihat napas sang kakak yang terlihat pendek dan berat.
"Nee-san? Nee-san!"
[][][]
(Name) berusaha membuka matanya, yang kali ini terasa sangat berat.
"Nee-san ...."
'Ada yang memanggilku?'
"(Name)-neesan!"
"Saburo ...?" panggil (Name) mengangkat tangannya, berusaha menyentuh pipi Saburo.
Saburo langsung tersadar dan menangkap tangan (Name).
"Syukurlah kalau Nee-san tidak apa-apa," ucap Saburo meletakkan tangan (Name) lalu berdiri—tak lupa mengusap singkat matanya, "aku ada membuat bubur untuk Nee-san."
(Name) berkedip pelan, sebelum akhirnya tersenyum.
"Kalau begitu aku ingin memakannya," ucap (Name) mengambil handuk yang sudah kering dari keningnya, lalu perlahan duduk dan bersandar.
Saburo hanya mengangguk singkat, mengambil meja kecil yang disiapkan untuk (Name) makan di atas kasur, kemudian memindahkan nampan yang dia bawa tadi ke atas meja itu.
"Terlihat enak," komentar (Name) tersenyum, "ittadakimasu."
"Aku akan ada di kamarku mengerjakan PR, jika Nee-san perlu sesuatu, kirimi saja aku pesan," ucap Saburo berjalan keluar kamar (Name).
"Saburo."
Saburo yang sudah berada di depan pintu, dengan tangannya yang meraih knop pun berhenti, dan menoleh ke arah (Name) yang tersenyum kecil.
"Aku tidak apa-apa, jangan terlalu khawatir padaku. Maaf membuatmu panik tadi."
Saburo kembali menatap pintu, dan akhirnya membuka pintu tersebut.
"Aku tahu."
Saburo keluar dari kamar (Name) dan berjalan ke kamarnya. Sesampainya disana, Saburo berjalan ke mejanya, dan membuka PR yang diberikan hari ini di sekolah. Setelah semuanya siap, sebelah tangan Saburo mengepal, dan laki=laki itu menghantamkannya ke atas meja.
"Aku tidak bermaksud begitu sampai membuatmu minta maaf, Nee-san."
<><><>
"Bagaimana keadaan Nee-san, Ichi-nii?" tanya Saburo saat melihat Ichiro memasuki ruang tamu setelah mengangkat (Name) yang tertidur dari mobil menuju kamar tempat (Name) tidur selama menginap di rumah keluarga Yamada.
"Sensei bilang Nee-san demam," jawab Ichiro duduk di sofa yang berseberangan dengan kedua adiknya, "dan sensei bilang penyebabnya karena stres."
"Eh, tapi Nee-san terlihat senang?" sahut Jiro.
"Apa kalian lupa tujuan Nee-san menginap disini selama seminggu?" tanya Ichiro, "dia sangat canggung dengan laki-laki—dan tiba-tiba saja tinggal dengan laki-laki, tentu itu akan membebani pikiran dan psikologi Nee-san."
Jiro dan Saburo hanya bisa tertegun.
"Sensei bilang jangan membuat Nee-san semakin stres," jelas Ichiro kembali, "Jiro, Saburo."
"Ya, Nii-san/Ichi-nii?"
"Apapun caranya, jangan sampai Nee-san beranggapan kalau sakitnya ini membuat kita kerepotan, karena aku dengar dari Tuan Harrison sendiri, kalau Nee-san lebih memilih untuk memikul semua bebannya sendiri ketimbang menceritakannya apalagi membaginya kepada orang lain."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro