Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 3

"Ini laporan untuk bulan ini."

Harrison menerima map tebal yang (Name) berikan, membacanya dengan cepat sebelum akhirnya menutup map tersebut dan tersenyum pada (Name).

"Kerja bagus, (Nickname), kau boleh pulang sekarang."

"Tapi waktu kerjaku masih lama?" sahut (Name) mengangkat tangan kanannya untuk melihat jam yang menunjukkan pukul 2 siang.

"Tidak apa-apa, tugasmu hari ini juga sudah selesai kan?" sahut Mr. Harrison.

"Ah, terima kasih Mr. Harrison," ucap (Name) sedikit menunduk lalu memutar tubuhnya, berjalan menuju lift untuk turun ke lantai khusus ruangannya dan bersiap pulang.

"Oh, ngomong-ngomong (Nickname)."

"Ya?" tanya (Name) langsung berhenti dan menatap Mr. Harrison.

"Bagaimana rasanya tinggal bersama keluarga Yamada selama dua hari ini?"

(Name) terdiam, sebelum akhirnya senyum kecil terukir di wajahnya.

"Aku belum pernah berinteraksi bersama Yamada Saburo secara pribadi, tapi mereka benar-benar menyambutku seperti keluarga, walaupun aku baru disana dua hari" ucap (Name).

"Begitu? Baguslah, kuharap pada hari ketujuh mereka mau menerimamu sebagai kakak."

"Tapi, Mr. Harrison," (Name) sedikit mengerutkan alisnya, "Anda tidak perlu mengeluarkan uang untuk kebaikanku."

"Kenapa?" tanya Mr. Harrison, "kau sudah kuanggap sebagai anakku sendiri, dan hal itu juga berlaku bagi istri dan anak-anakku, yang menganggapmu sebagai keluarga kami."

Mr. Harrison kemudian tersenyum kecil.

"Tapi cepat atau lambat, kau akan bebas dan terlepas dari kami," ucap Mr. Harrison, "jadi sebelum kau benar-benar bebas, izinkan kami melakukan satu hal untukmu, yaitu menghilangkan rasa canggungmu terhadap laki-laki."

Iris (Name) melebar, sebelum akhirnya senyum kecil terukir di wajahnya.

"Terima kasih, Mr. Harrison."

[][][]

(Name) sudah sampai di rumah Yamada bersaudara [yang menjadi rumah sementaranya], dan sedang memasang apron berwarna (f/c) pemberian Ichiro saat mereka berbelanja tempo hari.

"Tapi cepat atau lambat, kau akan bebas dan terlepas dari kami."

Ucapan atasannya itu kembali terngiang di kepala (Name), dan ekspresinya berubah sedih.

'Benar, aku tidak bisa bergantung pada mereka selamanya,' pikir (Name), 'begitu juga dengan keluarga Yamada.'

Tangan (Name) perlahan mengepal.

'Karena aku takut suatu saat nanti akan sampai dimana aku takut kehilangan kehangatan mereka, seperti kehilangan Mama dan Papa.'

"Nee-san?"

"Eh!?"

(Name) langsung tersentak kaget saat suara seseorang tiba-tiba memanggil dan menepuk pundaknya. Saat (Name) menoleh ke belakang, dia melihat Saburo yang juga memasang ekspresi terkejut.

"Ah, maafkan aku mengejutkanmu, Nee-san."

"Oh, tidak apa-apa," ucap (Name), "salahku juga melamun."

"Melamun?" tanya Saburo, "apa Nee-san sedang memikirkan sesuatu?"

(Name) terdiam, kepalan tangannya sempat menguat sebelum akhirnya dengan tangan yang sama (Name) mengibaskan tangannya.

"Bukan apa-apa."

Tapi tentu Saburo menyadari gestur kecil (Name) tadi, tapi memilih untuk tutup mulut.

"Em Yamada-kun, kau pulang awal hari ini?" tanya (Name) menyadari jam masih menunjukkan pukul tiga sore.

"Ya, tiba-tiba saja sekolah mengumumkan bahwa hari ini pulang awal," jawab Saburo, "pihak sekolah juga sudah memberitahu orang tua semua murid, jadi Ichi-nii sudah tahu, dan aku juga sudah memberitahunya tadi."

"Hee, begitu ya?" sahut (Name).

"Bagaimana dengan Nee-san sendiri? Bukannya Nee-san pulang jam lima sore?"

(Name) berkedip beberapa kali.

'Bagaimana dia bisa tahu jam kerjaku?'

"Oh, tugasku hari ini selesai lebih cepat, jadi Mr. Harrison mengizinkanku pulang lebih awal," jelas (Name).

'Mungkin aku lupa sudah memberitahu mereka sebelumnya.'

"Hm, jadi itu sebabnya Nee-san hendak memasak?" tanya Saburo menyadari perempuan yang ada di depannya itu sedang mengenakan apron.

"Ah iya," jawab (Name) mengangguk, "aku berencana memasak sesuatu yang fancy, seperti steak karena waktu yang masih banyak," jelasnya.

"Kalau begitu, izinkan aku membantu Nee-san memasak," ucap Saburo meraih apron berwarna kuning miliknya.

"Eh, tidak perlu repot—"

"Nee-san, kau sudah memasak untuk kami semenjak hari pertama tinggal disini," ucap Saburo memotong ucapan (Name), "jika Nee-san mengizinkan Ichi-nii menemani Nee-san berbelanja, dan membersihkan kamar Jiro, setidaknya izinkan aku membantumu."

(Name) terdiam, sebelum akhirnya mengangguk.

"M-mohon bantuannya, kalau begitu."

[][][]

"Nee-san."

"Hm?"

"Apa kau akan marah jika aku dan Jiro diam-diam melakukan background check tentangmu?"

Gerakan (Name) yang sedang memotong daging sempat terhenti, sebelum akhirnya kembali bergerak normal.

'Itu sebabnya dia tahu jadwal kerjaku.'

"Tentu saja aku akan marah," jawab (Name) terkekeh, "siapa yang tidak marah seseorang mengintip masa lalu mereka tanpa izin?"

(Name) kemudian menoleh ke arah Saburo.

"Tapi berbeda kasusnya jika kalian yang melakukannya," ucap (Name), "karena bagaimanapun juga, aku adalah orang luar yang tiba-tiba masuk ke dalam lingkup keluarga kalian, wajar saja kalian ingin tahu aku ini orang seperti apa, benar?"

Saburo tidak menjawab, hanya fokus membantu (Name).

"Lalu, apa kalian menemukan sesuatu yang menarik tentangku?"

Kali ini gerakan Saburo yang berhenti, tapi tak lama kemudian kembali normal.

"Tentang kematian orang tua Nee-san."

(Name) tersenyum masam, tetap beraktivitas seperti biasa—namun samar terlihat tangannya bergetar oleh Saburo.

Mengingat kematian orang tuanya sendiri bukanlah sesuatu yang bisa (Name) ingat dengan pikiran tenang.

"Tragis ya? Melihat kematian mereka tepat di depan mataku sendiri?" tanya (Name), "dan itu semua salahku—"

(Name) tidak bisa melanjutkan ucapannya saat tiba-tiba Saburo meletakkan tangannya di atas tangan (Name) yang gemetaran.

"... ada apa, Yamada-kun?" tanya (Name) terkekeh, "aku hanya mengungkapkan faktanya, kan? Mereka berdua meninggal karena menyelamatkanku dari penembak jarak jauh yang mengincar keluargaku."

(Name) kemudian menyadari suaranya juga mulai tidak stabil—terdengar seperti seseorang yang menahan tangisnya.

"Lalu kenapa kalian menerimaku? Kenapa kalian menerima seorang pembunuh masuk ke dalam lingkup keluarga kalian? Aku tahu kalian bukan orang yang buta karena uang."

"Nee-san, aku tidaklah ahli menenangkan orang seperti Ichi-nii, bahkan aku lebih buruk dari Jiro jika menyangkut dalam hal ini," ucap Saburo, "tapi percayalah—informasi yang kami terima itu lebih akurat, dan tidak ada satupun informasi yang kami terima mengatakan bahwa kau adalah pembunuh."

Tangan (Name) berhenti bergetar saat mendengar ucapan Saburo, dan dengan tangannya yang bebas (Name) langsung menyeka air matanya yang akan jatuh.

"Astaga, padahal aku hanya menjadi kakak kalian selama seminggu."

"Walaupun hanya seminggu, kau tetap kakak kami selama itu."

(Name) kembali terkekeh, kemudian menoleh ke arah Saburo yang tersenyum kecil padanya.

"Terima kasih, Yamada-kun."

"Nee-san, panggil saja kami dengan nama kami, aneh jika seorang kakak memanggil adik-adiknya dengan marga keluarga, kan? Aku yakin Ichi-nii dan Jiro juga berpikiran seperti itu."

Kali ini sebuah senyum tulus terukir di wajah (Name).

"Sekali lagi, terima kasih, Saburo."

Senyum Saburo melebar.

"Sama-sama, (Name)-neesan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro