
CHAPTER 2
"Hm, sepertinya aku masih bisa membersihkan rumah sebelum membuat makan siang."
(Name) berhenti bergerak saat melihat jam dinding dapur menunjukkan pukul sepuluh pagi. Dia yang baru saja meraih celemek, membatalkan niatnya. (Name) kemudian berjalan menuju lemari dimana alat-alat kebersihan disimpan.
'Mungkin cukup untuk membersihkan lorong rumah dan ruang TV,' batin (Name) mengambil vacuum cleaner dari dalam lemari kemudian berjalan menuju ruang TV.
Singkat cerita, setelah membersihkan ruang TV selama 30 menit, (Name) pun berpindah ke lorong rumah. Baru saja (Name) meletakkan vacuum cleaner, tiba-tiba dia mendengar suara barang jatuh disusul oleh erangan dan beberapa gumaman kecil.
'Asalnya dari kamar Yamada Jiro, kan?' batin (Name) berdiri di depan kamar dengan papan nama Jiro tertempel di depannya.
Tangan (Name) terangkat, tapi kemudian (Name) mengurungkan niatnya untuk mengetuk, dan memilih untuk membuka kamar Jiro.
"Yamada-kun?"
(Name) langsung dihadapkan oleh kamar Jiro yang berantakan, dan Jiro sendiri sedang duduk di kursi belajar dengan kepalanya mencium meja.
"...um, Yamada-kun?"
Kali ini panggilan (Name) sukses membuat Jiro mengangkat kepalanya dengan cepat, lalu menoleh ke arah (Name) dengan ekspresi syok.
"N-Nee-san ...!? Seharusnya Nee-san mengetuk terlebih dahulu," ucap Jiro berusaha berdiri dari kursinya.
Setelah berdiri, Jiro mencoba mendekati (Name).
Mencoba.
(Name) hanya bisa terdiam saat melihat Jiro yang tersandung barang-barang yang berserakan.
"Tadi aku mendengar suara jatuh, jadi kupikir kau ada apa-apa," ucap (Name) sedikit mundur dari pintu saat Jiro sudah berdiri disana.
"Aku tidak apa-apa, Nee-san," jawab Jiro, "hanya saja tadi aku tidak sengaja menjatuhkan bukuku dari meja."
(Name) terdiam, tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menarik napas, menutup kedua matanya lalu menunduk.
"U-um, Yamada-kun, j-jika kau t-tidak keberatan, i-izinkan aku membersihkan k-kamarmu!"
"Eh, Nee-san tidak perlu ...," Jiro menghentikan dirinya saat melihat (Name) yang tidak menatap dirinya.
Dari padangan Jiro, jelas sekali perempuan yang berdiri di depannya itu sangat gugup, seperti satu ucapan itu sudah menguras semua rasa percaya dirinya.
'Dia benar-benar canggung menghadapi laki-laki,' pikir Jiro menyadari jarak yang terbentuk diantara mereka, 'tapi tetap saja, merapikan kamarku itu ....'
"Jika Nee-san tidak merasa keberatan, boleh saja."
(Name) spontan mengangkat kepalanya, dapati Jiro menghindari kontak mata dengannya, dan wajahnya yang sudah semerah tomat.
"U-um, aku tidak keberatan kok! Lagipula aku yang menawarkan diri!"
Jiro hanya mengangguk, sebelum akhirnya kembali menuju meja belajarnya dan melanjutkan kegiatannya sebelumnya, membiarkan pintu kamarnya terbuka untuk (Name) masuk. Sementara (Name) sendiri menarik napas panjang sebelum akhirnya melangkahkan dirinya masuk ke dalam kamar Jiro.
'Jika ini demi kesembuhan rasa canggungnya terhadap laki-laki, tidak apa-apa,' pikir Jiro.
Iris (Name) sedikit melebar saat melihat kamar Jiro, karena hal pertama yang dia lihat di kamar Jiro adalah warna biru yang mendominasi kamarnya.
'Baru kali ini aku masuk ke kamar laki-laki,' pikir (Name) dengan pipi yang sedikit merah.
Namun perhatian (Name) langsung kembali ke Jiro yang tampak sibuk dengan urusannya.
"Yamada-kun, kalau boleh tahu, apa yang sedang kau lakukan?"
Pertanyaan terlontar begitu saja, begitu (Name) menyadari bahwa dia mengatakannya setengah sadar, dengan cepat (Name) melambaikan kedua tangannya dengan panik.
"Eh, k-kau tidak perlu menjawabnya, t-tanpa sadar aku mengatakannya—"
"PR."
"... eh?"
(Name) menghentikan ocehan kecilnya karena suara pelan Jiro. Melihat laki-laki itu tidak menghadap ke arah (Name) membuat perempuan itu memiringkan kepala, menduga bahwa dia salah dengar. Namun (Name) menyadari bahwa ujung telinga Jiro memerah, dan itu sukses membuat (Name) sedikit tersenyum—rupanya dia tidak salah dengar Jiro mengatakan PR.
"Pelajaran apa?" tanya (Name), sempat ragu untuk mendekat namun akhirnya memberanikan diri untuk melangkah.
"Bahasa Inggris."
"Hm," (Name) bergumam panjang—mengintip dari belakang pundak Jiro, "jika ada yang tidak kau pahami, kau bisa tanya padaku kok."
"Eh, tidak perlu susah-susah, Nee-san," sahut Jiro.
"Aku tidak kesulitan kok, lagipula aku cukup percaya diri dengan pengetahuanku mengenai bahasa asing, oleh karena itu aku menjadi asisten CEO yang berasa luar negeri, kan?"
"Tapi tetap saja—" Jiro menoleh ke belakangnya, tidak menduga bahwa (Name) tepat berada di belakangnya.
Kini jarak antara wajah mereka menjadi kecil, dengan hidung mereka hampir saja bersentuhan. Perlu beberapa detik bagi mereka berdua untuk sadar sebelum akhirnya (Name) menoleh ke arah lain dengan cepat dan Jiro kembali menoleh ke arah bukunya.
"M-maaf, Nee-san," ucap Jiro menunduk, berharap (Name) tidak melihat wajah merahnya [atau telinganya yang sudah sewarna dengan wajahnya].
"Tidak apa-apa, s-salahku juga," sahut (Name) kembali mengemaskan kamar Jiro.
Suasana menjadi sunyi, namun tidak bagi (Name), karena dapat dengan jelas dirasakan jantungnya berdetak begitu cepat. Namun (Name) hanya mengerutkan alisnya.
'Tidak, tidak dengan perasaan ini lagi.'
(Name) kenal betul debaran yang dia rasakan sekarang, dia sudah cukup dewasa dan cukup familier dengan debaran tersebut. Tangan (Name) meremas pakaian yang menjadi posisi dimana jantungnya sedang berdetak cepat sekarang.
Detak jantung yang berpacu cepat karena rasa takut.
Takut bahwa skenario terburuk dapat terjadi kapan saja.
Genggaman tangan (Name) semakin kuat.
'Aku tahu Yamada bersaudara bukanlah orang yang jahat, jadi kenapa perasaan takut ini muncul lagi sekarang?'
"Nee-san?"
Namun suara Jiro dengan cepat menyadarkan (Name), dan perempuan itu menoleh ke arah Jiro, ekspresinya sudah kembali normal.
"Hm, ada apa?"
"E-ehm, sebenarnya aku tidak mengerti materi ini, bisa Nee-san ajarkan?"
"Oh, tentu saja boleh. Soal yang mana?"
"Yang ini."
"Ah, kalau itu tidak perlu menggunakan past tense, gunakan saja present tense."
"Ooh begitu. Ngomong-ngomong, kemana Ichi-nii dan Saburo?"
"Mereka pergi setelah sarapan, katanya akan kembali saat makan siang nanti."
"Hee ...."
[][][]
(Name) menghela napas lega saat dirinya selesai merapikan kamar Jiro, yang kini sudah enak dipandang dibanding sebelumnya.
"Yamada-kun, kamarmu sudah selesai—" ucapan (Name) terhenti saat menyadari Jiro sedang tertidur di meja belajarnya, dengan PR yang sudah dia jawab semuanya.
(Name) tak dapat menahan dirinya untuk tidak tersenyum. (Name) kemudian berjalan menuju tempat tidur Jiro lalu mengambil selimut birunya, dan menyelimuti Jiro.
"Aku akan membangunkanmu saat makan siang sudah jadi," ucap (Name) mengelus rambut hitam Jiro, kemudian berjalan keluar dari kamar Jiro.
Melewatkan Jiro yang tanpa sadar sudah tersenyum karena dielus oleh (Name).
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro