Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7 ~ Gosip

Upacara tiap hari Senin, kini ditiadakan karena hari Kamis nanti adalah hari Pahlawan. Untuk memperingati jasa para Pahlawan yang telah gugur, maka upacara akan diadakan hari Kamis.

Para Pahlawan begitu banyak jasanya pada negara Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Mereka sangat mencintai negara ini, hingga saat negara lain menjajah Indonesia, yang ada dalam pikiran para Pahlawan merupakan bagaimana Indonesia bisa merdeka.

Sama seperti Sandrina, yang memikirkan bagaimana bisa merdeka dari suruhan sepupunya, Deandra, dari perintah yang selalu dia berikan untuk menyampaikan surat pada Arel. Padahal kelas mereka berdekatan, kenapa tidak diberikan langsung pada Arel?

Sandrina menggerutu sepanjang koridor, ia tidak ingin berurusan lagi dengan cowok itu. Setiap apa yang Arel ucapkan atau lakukan pada Sandrina, membuat dirinya grogi, tiba-tiba jadi gagap. Sudah sangat jelas jika sekolahnya, sama seperti suasana di perkampungan atau saat ibu-ibu sudah berkumpul. Fakta yang beredar akan menjadi gosip yang tidak enak didengar jika penyampaiannya dilebih-lebihkan.

Koridor yang ramai dipenuhi beberapa murid setiap kelas membuat Sandrina merasa canggung melewatinya, terlebih dirinya sendirian. Apa yang akan kakak kelasnya katakan mengetahui Sandrina menemui Arel, yang mereka ketahui cowok itu adalah milik Deandra. Bukan tidak mungkin jika nanti Sandrina akan disebut perebut cowok orang, ‘kan?

Tiba di kelas Arel, Sandrina mengetuk pintu kelas. Noval yang sedang memainkan gitarnya di depan, langsung melihat keluar, dan memanggil Arel. “Rel.”

“Apa?” jawab Arel menoleh pada Noval, lalu melihat ke pintu di mana Sandrina berdiri. Arel langsung berjalan keluar, menggandeng tangan Sandrina dan membawanya ke taman belakang sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju taman, banyak pasang mata yang menaruh curiga pada genggaman tangan Arel pada Sandrina. Mereka saling bertatap muka, lalu melihat tangan Sandrina dan Arel lagi yang masih berpegangan.

“Ngapain ke kelas gue?” tanya Arel setibanya di taman belakang dengan menaikkan sedikit nada bicaranya.

Dari nada suara yang Arel ucapkan, terlihat tidak suka jika Sandrina menemuinya di kelas. Ia terlihat sedikit marah dengan alis yang saling bertautan. Dirinya berkacak pinggang berdiri di depan Sandrina.

“Ngasih ini dari Deandra.” Sandrina memberikan sepucuk surat berwarna biru muda dengan cap bibir berlipstik di sudut surat itu.

“Lo tau, kan, gimana kakak kelas di sekitar kelas gue ngeliat lo nyamper ke gue? Yang mereka tau, gue ini pacar sepupu lo. Lo nggak liat tadi tatapan mereka gimana ke elo? Gue cuma nggak pengen apa yang gue denger itu bakal kenyataan.”

Daun-daun kering yang jatuh dari pohonnya memenuhi latar taman itu. Tidak sedikit daun kering yang terbang tertiup angin. Sangat terlihat jika taman belakang tidak terawat dengan baik. Kursi yang terbuat dari bahan besi terlihat berkarat, hanya sedikit siswa yang mau bersantai di taman ini.

“Ada gosip apa tentang gue?” Sandrina menatap lekat Arel. Ia penasaran dengan gosip yang selalu lebih cepat menyebar dibandi ng angin yang berembus.

“Lo belum denger? Ada gosip yang bilang kalo lo suka sama gue, sedangkan gue pacaran sama sepupu lo. Gue cuma nggak mau, lo dicap jelek sama anak sekolah.” Arel mengibas-ngibaskan suratnya. “Lagi pula, Deandra ngapain ngasih surat segala, sih. Nggak bisa kirim WA apa gimana? Kayak zaman tanpa hape aja.”

Sandrina mendudukkan diri di kursi. Ia tidak menyangka jika gosip murahan ini sudah menyebar di  sekolahnya. Tidak heran jika kakak kelasnya tadi melihat Sandrina seperti melihat tawanan yang sedang digiring polisi masuk ke dalam tahanan.

“Lo balik sana! Gue masih mau di sini, sendiri,” perintah Sandrina. Ia ingin menikmati semilir angin dari daun-daun pohon angsana dan pohon akasia yang saling bergesek tertiup angin. Dengan mata terpejam, ia sangat menikmati suasana hening di sini.

Tiba-tiba ada gerakan orang duduk di sebelahnya, tapi mata Sandrina masih terpejam. Terdengar dari indra pendengarnya, orang itu membalas pesan yang Sandrina dengar dari nada ponsel berbunyi, lalu berdeham.

Masih memejamkan mata, Sandrina ingin dalam hidupnya, ia merasa tenang seperti saat ini yang ia lakukan. Tanpa ada masalah, tanpa ada rintangan. Hidup tenang seperti air dalam lautan yang dalam. Begitu tenang. Namun, air yang dalam itu bukankah sangat berbahaya? Sandrina tidak ingin hidupnya membahayakan orang lain, ia lantas membuka mata. Mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya. Ia kaget saat melihat ke samping, Arel masih duduk di sebelahnya, terlebih pada apa yang diucapkannya.

“Jangan pernah mikirin apa yang terjadi di depan kita! Karena mereka nggak tau apa yang sebenarnya terjadi. Yang mereka tau cuma apa yang mereka lihat, tanpa mengerti perasaan kita gimana. Perasaan gue ke elo nggak akan berubah dari dulu sampe sekarang. Lo juga jangan dengerin gosip yang beredar. Jangan sampe lo makan mentah-mentah itu gosip."

Rasa tertariknya pada Sandrina membuat Arel begitu peduli padanya. Rasa suka padanya, gadis berambut sepundak yang terkenal jutek itu telah mencuri sebagian hatinya.

Sandrina menatap Arel. Ia bingung dengan apa yang diucapkan cowok itu, tapi ia masih diam saja. Tidak menjawab atau memberi tanggapan.

Arel memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, lalu berdiri. “Gue cabut dulu. Nggak enak diomong yang lain kalo kelamaan berduaan di sini sama lo.” Sandrina mengangguk. “Oh iya, gue bakal berusaha deket sama Deandra, dan jangan raguin gue!"

Tidak lama setelah Arel meninggalkan Sandrina sendirian, ia juga bergegas menuju kelas.

Dan, benar saja....

Baru menginjak koridor, tatapan aneh dari setiap murid tertuju padanya. Memperlambat jalannya, dari bisik-bisik yang ia dengar, ia menggoda Arel padahal dirinya sudah mempunyai kekasih, dan Arel milik Deandra, sepupunya.  

Ya Tuhan....

Ujian macam apa ini? Sekali pun Sandrina tidak pernah menggoda Arel, apalagi merebutnya dari Deandra. Mempercepat jalannya, Sandrina bodo amat dengan gosip yang beredar. Ia lebih memilih memikirkan pelajaran ketimbang gosip, lebih memilih memikirkan perannya dalam drama dibanding kabar yang beredar.

Semakin dekat ke kelas, semakin nyaring pula suara yang terdengar. Di kelasnya juga ada beberapa temannya yang menanyakan gosip ini pada Indri dan Bela.

Mengetahui Sandrina memasuki kelas, dan menuju mejanya, Indri dan Bela bergegas menuju ke tempat di mana Sandrina saat ini duduk sambil membaca naskahnya. Ia tak acuh pada suara sekitar, juga tatapan dari teman-temannya.

“San, gosip yang beredar nggak bener, ‘kan?” tanya Bela dengan tangan kanan di meja Sandrina, ia duduk di kursi depannya.

“Gue yakin Sandrina nggak mungkin ngerebut Arel dari Deandra. Itu bukan Sandrina banget. Yang bikin gosip aja, nih, kebangetan.” Suara Indri melengking membuat seisi kelas diam dan melihat mereka bertiga dengan tatapan yang sulit diartikan.

Seperti tatapan majikan pada pembantunya yang tidak sengaja memakai alat makannya, atau seperti Bos yang menatap bawahannya memakai rok mini.

Ini bukan seperti yang orang-orang pikir, Sandrina tidak merasa merebut Arel dari Deandra. Untuk apa dirinya merebut pacar orang yang jelas-jelas hubungan mereka tterjalin berkat bantuan Sandrina.

“Nggak usah didengerin!” Sandrina mendudukkan bokongnya di kursi, lalu membuka buku pelajaran Bahasa Jerman yang sebentar lagi gurunya akan tiba.

Andi dan Rendi berjalan mendekat ke arah Sandrina, mereka duduk di bangku Bela yang berada di sebelah kanan Sandrina.

“San, gue tau elo. Lo nggak backstreet sama Arel, ‘kan?” Andi tidak percaya pada gosip yang beredar, tapi juga penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ia percaya pada Sandrina, tapi tidak pada cowok tengil seperti Arel yang suka gonta-ganti pacar.

“Lo percaya sama Sandrina, kenapa meragukan juga? Lo sebenernya kepo apa gimana?” sentak Indri dengan nada naik satu oktaf. Ia ikut emosi jika sahabatnya dituduh yang bukan-bukan. Apalagi dituduh merebut pacar orang.

“Udah jangan ribut. Apapun yang Sandrina lakuin, gue percaya kalo dia tau mana yang baik dan enggak buat dirinya sendiri juga orang lain, kok. Dia nggak akan bikin orang lain kecewa atas sikapnya.” Rendi menarik pundak Andi, diajak balik ke mejanya. “Ayo, balik! Jangan gangguin orang lain dengan pertanyaan konyol lo.”

“Nah, itu baru namanya temen.” Bela sengaja menekankan kata teman di telinga Andi dengan sengaja agar orangnya tersindir.

Thanks, ya, Ren.” Sandrina tersenyum pada Rendi. Cowok itu berbalik membalas senyum, lalu melanjutkan langkahnya.

Sandrina masih memikirkan ucapan Arel tadi. Dia bilang jika Sandrina memiliki pacar? Siapa yang dia sebut sebagai pacarnya? Selama ini, tidak ada cowok yang dekat ataupun sedang dekat dengannya.

Sejak kecil bahkan Sandrina belum pernah merasakan pacaran. Bagaimana rasanya jatuh cinta, bagaimana rasanya sakit hati diputus oleh kekasih, atau bagaimana rasanya cemburu kala cowoknya dekat dengan cewek lain pun ia belum pernah merasakan.

Guten tag,” sapa Bu Retno yang berjalan ke mejanya. “Wie geht es euch?”

Dengan sigap Sandrina menatap Bu Retno, lalu memasukkan buku Bahasa Jerman karena hari ini ada ulangan.

Alles klar, Frau Retno.” Para murid bersiap mempersiapkan lembaran kertas untuk ulangan.

Jam pelajaran yang sangat dibenci para murid, dengan bahasa Jerman yang sangat susah pelafalan maupun mengingatnya. Sandrina tampak tenang menghadapi ulangan ini, berbeda dengan Bela maupun Indri yang saling pandang untuk bertukar jawaban jika nanti tidak bisa.

Di kelas tampak tenang karena ulangan sudah dibagikan, berbeda dengan kelas Arel yang rame karena jam kosong. Gurunya sedang ada kepentingan keluarga. Kelas yang selalu berisik jika jam kosong, meskipun sudah kelas 12 itu tidak membuat murid memikirkan ujian nasional. Mereka saling bergosip juga bernyanyi dengan gitar milik Noval.

“Mau ke mana, Rel?” Noval menghentikan main gitarnya kala melihat Arel keluar kelas.

Arel menoleh. “Kelas pacar gue.” Kemudian berlalu begitu saja tanpa mengajak Noval.

Di kelas Deandra ternyata ada guru kesenian yang merupakan Bu Hani yang membimbingnya Teater. Arel masih berdiri di depan kelas, ia berpikir antara masuk atau tidak. Tidak mungkin Arel akan meminta izin pada Bu Hani untuk mengajak Deandra keluar.

Arel masih waras untuk mengajak siswa lain membolos pelajaran saat guru sedang mengajar. Ia melirik tangan kirinya, sepuluh menit lagi bel istirahat kedua. Ia memutuskan untuk menunggu saja di depan kelas sambil duduk dan menikmati angin panas siang hari.

Tett teeett teeeeetttt....

Suara bel menggema, tiga kali berbunyi yang merupakan berakhirnya jam pelajaran membuat Arel berdiri saat berpapasan dengan Bu Hani. Ia langsung masuk saat tahu Deandra akan pergi ke kantin.

“Pacar lo dateng, tuh.” Nindi mengedikkan dagunya melihat Arel masuk kelas.

“De, ikut gue, yuk!” Arel langsung menggandeng tangan Deandra. Hal itu membuat seisi kelas menyoraki mereka.

“Ngebet banget, Rel.”

“Di sekolah, woy!”

“Dasar anak zaman sekarang.”

Dan masih banyak ucapan dari teman-teman Deandra mengenai perlakuan Arel pada Deandra barusan. Bukan hanya teman dekat Deandra, tapi seisi kelas menyorakinya. Arel tak acuh dan pergi begitu saja bergandengan dengan pacarnya.

“Kita mau ke mana, Rel?” Dengan langkah cepat Deandra mengikuti langkah Arel yang panjang-panjang.

“Taman depan.”

Arel melihat langkah Deandra seperti orang yang susah jalan karena mengikuti langkahnya, juga tangan Deandra yang masih digenggamnya. Ia langsung melepaskan genggaman tangannya, lalu memelankan langkahnya agar Deandra bisa menyamakan langkahnya.

Setengah terengah, Deandra menatap kepala belakang Arel yang tertutup rambut pendek yang dipotong rapi. Seragamnya yang masih putih, meskipun sudah kelas 12. Deandra menyukai cara Arel mengenakan seragam, tampak rapi seperti murid teladan, meskipun bajunya sedikit keluar bagian belakang.

Setiba di taman, mereka duduk saling beradu tatap. Tidak sedetik pun Arel memalingkan tatapannya dari mata Deandra.

“Gue mau lo jujur! Dari mana gosip yang beredar? Dari lo, ‘kan?”

Arel sengaja mengubah kata aku menjadi gue karena kesal dengan Deandra. Tidak mungkin jika gosip ini beredar begitu cepat jika dia tidak ikut campur tangan. Terlebih, Arel sangat mengenal teman sekelas Deandra yang hobi bergosip melebihi Lambe Nyinyir yang suka mengomentari kehidupan para artis.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro