Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 22

"Udah puas nangis sambil ngelamunnya?" Langit bertanya pada Bintang yang sedang duduk di atas ayunan. Kini mereka berdua berada di taman kompleks perumahan orang tua Bintang.

Setelah keluar dari rumah itu, Langit berinisiatif membawa Bintang ke taman. Tujuannya adalah untuk membuat gadis itu bisa mengeluarkan rasa campur aduk yang ada dalam hatinya. Dan Bintang, hanya menurut saja.

Saat Bintang memilih duduk di ayunan sambil melamun, Langit pergi sebentar. Sekembalinya pemuda itu, di tangannya ia membawa kantung plastik yang berisi 2 yogurt, camilan dan air mineral.

Bintang mengerjapkan matanya kala mendengar suara itu. Ia mengusap pipinya dengan cepat. Lalu menarik napasnya dalam-dalam. Dan membuangnya perlahan. Langit duduk di sebelahnya. Mengeluarkan dua botol yogurt.

"Suka yogurt gak, Bin?"

Bintang menoleh dan menggeleng pelan. "Lo beli di mana?" tanyanya.

Langit memasukan satu botol yogurt ke dalam plastik dan mengambil botol air mineral. Lalu menyodorkannya pada Bintang. Langsung disambut oleh gadis itu.

"Di toko depan, tuh! Tadinya mau ke mini market, eh ternyata ada toko yang lumayan lengkap. Ada yogurt juga. Ya udah deh gue beli di situ," jelas pemuda itu tanpa diminta oleh Bintang.

Bintang membuka tutup botol air mineralnya dan menegaknya hingga tersisa setengah. Langit yang memperhatikan itu sontak meneguk ludahnya kasar. Lalu berdehem dan bertanya, "Lo haus apa gimana?"

"Menurut lo?" Dan hanya dijawab oleh kekehan dari Langit.

Langit menaruh kantung plastik tadi di atas ayunan. Pemuda itu bangkit dan kemudian berjalan ke belakang tubuh Bintang. Hal itu membuat Bintang mengernyit heran.

"Gue mau kasih lo energi tambahan. Jangan noleh ke belakang dulu," ucap Langit.

"Lo mau ngapain? Pelecehan lo? Gue tampol muka lo sekarang!"

Langit langsung menarik rambut gadis itu. "Yee! Su'udzon mulu kalo sama gue. Pokoknya gue mau kasih lo energi tambahan."

"Biar apa?"

Tiba-tiba saja, Langit memegang kedua pundak Bintang dari belakang. Sentuhan yang mendadak itu membuat Bintang memekik, "Heh! Lo ngapain?"

"HUS! DIEM!"

"AAAAAAAAA!!" Langit tiba-tiba berteriak. Membuat Bintang terkejut.

"LANGITAI, KENAPA LO TERIAK!"

Langit mengguncang bahu Bintang. "DIEM DULU, TATANGKU!" katanya saat melihat kepala Bintang akan menoleh ke belakang.

Bintang hanya beristigfar dalam hatinya melihat kelakuan pemuda itu. Sesaat kemudian, ia bisa mendengar suara lengkingan Langit lagi. Dan ia hanya memejamkan matanya saja.

"AAAAAAAAA!!"

Setelah itu, Langit tidak berteriak lagi. Pemuda itu malah tertawa. Kembali duduk di tempatnya seperti semula.

"Sinting!" ujar Bintang.

"Itu tuh tadi gue kasih energi semangat tambahan buat elo!" kata Langit sedikit ngegas.

Dan Bintang hanya menatap pemuda di sampingnya itu dengan senyum kecil di bibirnya. Hanya Langit. Hanya pemuda itu yang bisa membuatnya seperti ini. Kesal, namun bibirnya mengukir senyum.

Jauh dalam hatinya, ia berharap. Berharap kalau pemuda itu tidak akan meninggalkannya. Dan tidak ingin dirinya kehilangan sosok itu, Langit.

Namun ternyata, takdir mungkin bisa saja berkata lain di suatu hari nanti.

•••

Biasa aja (4)

Agam: Langitai, kemana aja lo seharian woy, kuda!

Refan: Sibuk kali

Malik: Betul itu betul! Sibuk ngebucin sama siapa tuh namanya? Lintang? Meteor? Bulan?

Agam: Bintang, cuk! Kalo si Langit nyimak bisa abis lo sama dia besok

Malik: Halah! Gak takut gue!

Refan: Bljr guys! Bsk ulngn, ni gw g bljr

Malik: Lo ngetik apaan sih, Pan? Bureng amat

Agam: Deen Assalam... Hmm hmm hmm hmm hmm hmm hmm hmm hmm hmm hmm

Malik: Sial! Gue malah pake nada bacanya

Refan: Bljr, gw g mo ksh cntkn bsk

Malik: Ngetik naon sih, bujankk

Agam: Gue ngakak anju, hahahaha, wkwk, cekakakak, wkakakak, awokwokwok

Malik: Barudaks alay teaaaaa. Semua jenis ketawa lo praktekin aja, Gam, cobain sensasinya

Refan: BELAJAR IDIH! SUSAH BANGET DIBILANGIN. BESOK ULANGAN BAHASA INDONESIA!

"Gue baru buka hape. Kemaren gue gak sempet nyimak," ucap Langit pada ketiga temannya.

Kini, Langit, Agam, Malik dan Refan duduk seperti biasa di bangkunya masing-masing. Ulangan mata pelajaran Bahasa Indonesia baru saja selesai. Guru yang mengajar pun sudah keluar kelas. Bel tanda ganti jam pelajaran itu belum berbunyi. Masih tersisa tiga puluh menit lagi. Lumayan untung santai-santai dan merumpi.

Malik langsung menyuruh Langit membuka ponselnya. Menyalakan data seluler dan sesaat setelah itu, notifikasi dari grup chat mereka berempat langsung muncul.

Kemarin, setelah Langit mengantar Bintang pulang kembali ke kostnya, ia langsung pulang ke rumah. Ponselnya ia taruh di kamar dan ia bermain dengan Marini--marmut yang sudah ia asuh beberapa hari yang lalu.

Setelah mendengar apa yang diucapkan Langit, Refan langsung bertanya, "Saking sibuknya lo?"

Langit menaruh ponselnya di atas meja dan menatap temannya satu persatu. Kemudian ia menganggukkan kepalanya. "Gue males aja pegang hape kemaren," katanya.

"Alesan!" cibir Agam. Dan mengajukan pertanyaan, "Sibuk kan lo sama gebetan lo itu?"

Langit mengerjap. Menyenderkan tubuhnya di kursi. "Kemaren gue ada urusan sama dia. Dari pagi sampe sore. Terus pas malem gue main sama si Mar-Mar," jelasnya.

Ketiga temannya itu langsung menatapnya dengan heran. Dalam hati mereka bertanya, siapakah Mar-Mar itu?

Dengan gemas, Malik menarik telinga Langit. Membuat pemuda yang memiliki bulu mata lumayan lentik itu memekik kaget. Agam dan Refan terbahak. Dan Malik melotot pada Langit.

"Lo punya dua gebetan?!" tanya Malik cukup ngegas.

"GILA LO!" teriak Langit. Teman kelasnya yang lain menoleh padanya sebentar, lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.

"Elo yang gila!" balas Malik.

Sebelum keributan itu semakin besar, Refan merelai dengan sisa tawanya. "Udah, udah."

"Jadi, lo beneran punya dua gebetan? Bintang dan Mar-Mar itu?" tanya Agam.

Langit melotot. Ia akan berbicara, namun Refan sudah kembali angkat suara. "Lang, lo jangan kayak gitu. Pasti salah satu di antara mereka bakal ada yang tersakiti. Lo tega nyakitin mereka?"

"Ikutin kata hati lo, Lang. Ambil keputusan sebelum semuanya makin runyam."

Langit mengacak rambutnya. "Mar-Mar itu marmut gue, anjir! Astaghfirullah, kalian!"

Kompak ketiga temannya ber-oh ria. Namun sesaat kemudian membulatkan matanya.

"Apa? Marmut?"

"Marmut? Are you kidding me?"

"Naon? Kumaha eta kok marmut?"

°°°

Ulya memasuki kelas Bintang setelah melihat temannya itu ada di dalam kelas. Setelah bel istirahat berbunyi, ia langsung menuju temannya itu. Bintang yang sedang mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja sambil melamun itu terlonjak kaget saat ada suara yang memanggil namanya.

"BINTANG! GUE KANGEN!"

Ulya memeluk Bintang dari samping. Bintang menjatuhkan pulpen yang ia pegang itu di atas meja dan tersenyum. Ia memegang tangan Ulya yang berada di pundaknya. Kemudian, Ulya melepas pelukan dan duduk di tempat Alani, di samping Bintang.

Mereka memang jarang bertemu. Tapi, Ulya sering datang ke kelas Bintang saat jam istirahat. Bintang tidak pernah main ke kelas Ulya. Karena ia hanya sibuk dengan masalah hidupnya sendiri. Kenyataan yang sedang ia jalani kini.

Ulya belum tahu apa masalah Bintang. Dan Bintang masih enggan untuk bercerita. Yang Bintang beri tahu pada Ulya adalah ia ngekost karena ingin mandiri. Dan tentu saja, Ulya tak percaya begitu saja.

Ulya hanya ingin Bintang bercerita atas keinginan hatinya. Atas kemauan gadis itu sendiri. Bukan karena ia desak ataupun karena dorongan orang lain. Ia yakin, Bintang pasti akan cerita. Meskipun bukan sekarang.

"Ulya, gue juga kangen sama lo."

Ulya tersenyum lebar. Ia menyenggol lengan Bintang dengan jahil. "Ciee, yang katanya lagi deket sama temen waktu kelas sepuluh," godanya.

Bintang mengernyit. Ia membenarkan letak kacamatanya. "Maksudnya?"

"Gue pernah liat tuh lo sering pulang bareng sama Langit. Kalian deket ya? Hayo, ngaku!"

Oh, Langit ya?

Bintang tersenyum kecil mengingat kemarin. Cara pemuda itu untuk bisa menghiburnya meskipun aneh, itu bisa membuat hatinya sedikit menghangat.

"Tuh kan senyum-senyum. Dih, Bintang udah gede. Hahaha ... udah kasamaran nih ya? Ciee!!"

Bintang menampilkan raut kesalnya. "Ulya, gak jelas!"

Dan Ulya hanya memeluk tubuh Bintang lagi. Betapa rindunya ia pada temannya yang satu ini. Bintang tidak cerewet. Malah terkadang galak. Tidak irit bicara juga. Dan gadis itu kalem.

Dulu saat masih kelas X, Bintang suka bercanda. Tapi entah kenapa, saat ini, ada yang berbeda dari Bintang. Dan Ulya sadar akan hal itu, meskipun mereka tak bertemu setiap hari, tapi ia merasakan keganjalan di hatinya mengenai Bintang.

•••

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro